Hangga menatap gadis kecil di hadapannya,
" bunda sedang tidak ada dirumah om.. ada pesan? nanti Tiara sampaikan.." ujar gadis kecil itu polos,
Hangga menatapnya tidak seperti biasanya, perasaan sedih dan bersalah menyeruak begitu saja, mendesak desak di dalam dadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
villa
Matahari masih sembunyi saat Kirani lari kecil menuju bukit di belakang rumahnya.
Beberapa petani yang menuju kebun berpapasan dengannya.
" Sungeng enjing bu guru.." sapa para ibu ibu yang di tangannya membawa sabit dan karung untuk tempat rumput.
" Nggih.." balas Rani mengangguk,
Rani menghentikan lari kecilnya, karena jalan sudah lumayan menanjak.
Sembari berjalan santai, Rani menoleh ke sebuah gerbang berwarna hitam.
Itu pintu gerbang dari villa dan perkebunan.
Dengar dengar pemiliknya adalah orang dari surabaya.
Si pemilik villa hanya datang sesekali untuk melihat hasil kebunnya,
dia pernah sesekali membagikan sembako pada warga desa, namun tak pernah sekalipun Rani melihat sosok pemilik Villa besar itu.
Rani terus menanjak, melewati villa dan perkebunan durian itu juga salak itu.
saat ia mulai berada di tempat yang cukup tinggi, terlihatlah rumah rumah dan persawahan yang ada di bawah.
Termasuk villa itu,
Bangunan yang besar itu terlihat tertimpa cahaya remang remang lampu yang belum di matikan oleh pemiliknya.
Suara Burung bersautan, hawa dingin menusuk sedari tadi.
" Huuuhh..." Rani menghembuskan nafas,
seperti ingin melepaskan beban di hatinya.
Setelah lima belas menit ia menikmati pemandangan, ia memutuskan untuk turun kembali, karena mentari pun sudah mulai menunjukkan sinarnya di balik gunung Arjuna yang gagah.
Sesampainya dirumah ia melihat batang tebu berserakan di jalanan, tepat di sekitaran depan rumahnya dan rumah mak Dar yang tidak jauh dari rumahnya, berantakan sekali,
membuat Rani kesal melihatnya.
Saat Rani sibuk mengambil batang batang tebu itu dan menyingkirkannya ke tepian, pak RT tiba tiba lewat.
" Waduh, sampai bu Rani yang membersihkan?" ujar Pak RT turun iku membersihkan sisa sisa batang tebu yang masih berceceran dijalan.
" Bisa menganggu pengguna jalan pak, di lihat pun tidak enak di mata," jawab Rani sedikit kesal, tentu saja, batang tebu itu berserakan di depan rumahnya.
" Tebu siapa sih pak, pak Hasan ya?" tanya Rani,
" Sekarang milik pak Putra, beberapa minggu yang lalu baru saja di beli.."
" Pak putra yang mana pak?"
" Pemilik villa di atas itu bu, kebun tebunya pak Hasan di beli semua oleh dia,"
" apa tidak bisa di ingatkan ya pak, para sopir pengangkutnya agar merapikan tebu tebunya dengan benar, supaya tidak berceceran di jalan?"
" Yah, namanya orang kerja bu, kadang capek kerja jadi seenaknya.." jawab Pak RT yang berusia sekitar empat puluh tahunan itu.
" Tapi kan pak RT lihat sendiri pak, depan rumah saya jadi kotor, dan bukan depan rumah saja, hampi sepanjang jalan?" protes Rani.
" Ya nanti biar saya komunikasikan dengan mandornya mbak,
bagusnya sih dengan pak putra langsung, tapi saya tidak tau beliau sedang disini atau di surabaya.."
" ah bagaimana baiknya saja pak, pokoknya jangan begini lagi.. ya masa berserakan di sepanjang jalan, meski tidak banyak tapi tetap saja menganggu.." ujar Rani,
" ya sudah, biar saya sampaikan nanti bu, sekarang saya mohon diri dulu, mau belikan istri saya tempe sama tahu.."
" lho, bu RT kenapa pak?"
" masuk angin dari semalam, huek huek terus.. Ini masih tidur, jadi terpaksa saya yang masak.."
" owalah, ada isi lagi mungkin pak.." goda Rani,
" Alah mboten tho bu Rani, sudah tua kok punya anak lagi..
pun bu, saya ke warung dulu.." Pamit pak RT kembali menaiki motornya.
Laki laki berusia 35 tahun yang tingginya sekitar 178 cm itu sedang sibuk membetulkan pompa air yang rusak di kebunnya.
" Sudah, di coba di nyalakan dulu pak," ujar laki laki itu.
Laki laki tua bernama Woyo segera berjalan buru buru menyalakan pompa airnya.
" Sampun Mas..?!" kata pak Woyo sumringah karena air sudah mengalir dengan lancar.
Mendengar itu sang laki laki pemilik kebun berkulit sawo matang itu tersenyum.
Ia mencuci tangannya, dan kunci kunci peralatan yang tadi sempat di gunakannya.
" Simpan di tempat biasanya pak.." ujarnya memberikan peralatan pada pak Woyo.
" Nggih mas.. Anu.." Pak Woyo menerima peralatan itu,
" Anu apa?" tanya laki laki berkaos putih polos itu.
" Tadi Pak RT kesini, sampean masih tidur, jadi saya tidak berani membangunkan.."
" Ada apa? Sumbangan?" tanya Laki laki itu tenang.
" Sanes ( bukan )mas.. Katanya tebu yang di ambil kemarin banyak yang berjatuhan dari truk,
berceceran di depan rumah warga,
pak RT minta supaya pekerja di himbau agar lebih hati hati lagi, supaya tidak mengotori jalan perkampungan mas.."
" pekerja kebun tebu itu masih pekerjanya pak Hasan ya?"
" iya, kata sampean kan tidak mau sibuk cari orang lagi, jadi pakai saja pekerja pak Hasan.."
" Hemm.. Ya sudah, mandornya saja suruh kesini pak, tidak enak kalau di abaikan, pak RT saja sampai kesini.."
" nggih mas, sebentar lagi saya ke mandornya.." ujar Pak Woyo segera berlalu.
Setelah pak Woyo berlalu laki laki itu berjalan kembali ke dalam Villanya,
suasana Villa yang hangat, banyak ornamen yang terbuat dari kayu dan rotan.
Terdapat ruang tamu yang cukup luas, dan ruangan ruangan lain yang cukup besar pula,
antara lain ruang perapian, ruang makan, ruang keluarga, perpustakaan mini dan enam kamar kosong.
Sementara untuk pekerja kebun dan pengawas villa, sudah di sediakan bangunan tersendiri di kebun paling ujung,
satu ruangan dapur, dua kamar mandi, dan lima kamar.
Termasuk pak Woyo dan istrinya tinggal disana.
Karena terletak di bawah bukit, tak jarang villa di selimuti kabut, sehingga membutuhkan cukup banyak lampu penerang.
Jika kabut mulai turun, rasanya seperti berada di dunia lain.
Baru saja laki laki bermata coklat dan berambut lurus itu duduk di kursi rotannya,
HPnya tiba tiba bergetar.
" Hemm.." jawab laki laki itu,
" Mas kapan pulang?" terdengar suara seorang wanita.
" Kenapa?" jawab laki laki itu malas,
" ada yang mau aku bicarakan?"
" bicara sekarang saja,"
" tidak enak ah.. Pokoknya mas cepat pulang ke surabaya ya?!" ujar wanita di dalam telfon, lalu segera mematikan sambungannya, tanpa salam atau apapun.
" Dasar bocah, tidak sopan.." gerutu laki laki itu meletakkan HPnya di atas meja yang juga terbuat dari rotan.
.....