"Berhenti gemetar Ana.. Aku bahkan belum menyentuhmu." Nada suara itu pelan, rendah, dan berbahaya membuat jantung Ana berdebar tak karuan. Pertemuan mereka seharusnya biasa saja, tapi karena seorang bocah kecil bernama Milo semuanya menjadi berubah drastis. Daniel Alvaro, pria misterius yang membuat jantung ana berdebar di tengah kerasnya hidup miliknya. Semakin Ana ingin menjauh, semakin Daniel menariknya masuk.Antara kehangatan Milo, sentuhan Daniel yang mengguncang, dan misteri yang terus menghantui, Ana sadar bahwa mungkin kedatangannya dalam hidup Daniel dan Milo bukanlah kebetulan,melainkan takdir yang sejak awal sudah direncanakan seseorang.
Bagaimana jadinya jika Ana ternyata mempunyai hubungan Darah dengan Milo?
apa yang akan terjadi jika yang sebenarnya Daniel dan Ana seseorang yang terikat janji suci pernikahan di masa lalu?
Siapa sebenarnya ibu dari Milo? apa hubungannya dengan Ana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan.
Apa maksudnya tuan Daniel? " Tanya Lara dengan menggebu-gebu.
Ruang tamu yang tadinya sunyi berubah panas dalam sekejap. Lara menatap Daniel seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Aku ulangi lagi, Tuan Daniel…”
Suaranya meninggi, nadanya tajam.
“Tuan bilang dia akan tinggal di sini? Di mansion ini? ”
Daniel berdiri perlahan dari sisi sofa, tubuhnya masih penuh luka akibat pertarungan sebelumnya.
Ia menatap Lara sebentar, tatapan yang begitu dingin dan raut wajah datar.
“Ya. Ana akan tinggal di sini sampai dia benar-benar pulih.”
Lara tersentak.
“Tuan Daniel! Kamu bahkan tidak kenal siapa dia! Dia bisa saja—”
“Dia menyelamatkan Milo,” potong Daniel, suaranya rendah tapi terdengar tegas, tidak menerima segala bantahan.
“Dan aku tidak akan membiarkan penyelamat anakku kembali ke jalanan dalam kondisi seperti ini.”
Lara mengepalkan kedua tangannya hingga buku jarinya memutih.
Matanya beralih menatap wajah Ana yang terbaring lemah, wajahnya masih pucat, tangannya diinfus, gadis itu terlihat begitu rapuh.
“Daniel… dia hanyalah seorang gadis SMA. Kamu tidak tahu latar belakangnya. Bagaimana kalau dia berpura-pura?”
Nada suara Lara berubah memelas, penuh rasa ketidakikhlasan.
Dokter Arvin yang mendengar perdebatan itu menegur dengan lembut, “Lara… kondisi gadis ini sangat parah. Ini bukanlah akting.”
Tapi Lara tidak peduli. Yang ia pedulikan hanyalah Daniel, ia takut Daniel semakin menjauh darinya bahkan sebelum dia sempat dekat dengannya, dekat lebih dari sekedar atasan dan bawahan.
Ia melangkah satu langkah ke arah Daniel.
“Tuan, kamu bahkan tidak pernah mengizinkan aku tinggal di mansion ini… tapi gadis tidak dikenal ini?”
Suaranya terdengar gemetar lebih karena cemburu daripada marah.
Daniel menghela napas panjang, menahan dirinya agar tidak meledak.
“Ini bukan tentang kamu atau dia, Lara.”
“Tapi tentang Milo.”
Begitu nama itu disebut, Milo langsung mendongak dari sisi Ana.
Dia menatap Lara dengan wajah marah.
“Milo maunya Ana tinggal di sini!” seru Milo lantang.
“Lara nggak suka? Ya sudah. Milo akan tetap pilih Ana!”
Lara membeku sedangkan dokter Arvin menahan napasnya. Semua orang tahu keinginannya sang tuan muda tidak bisa di ganggu gugat.
Daniel terdiam, ia menatap anaknya sejenak, lalu kembali pada Lara.
“Kamu dengar sendiri,” ucap Daniel pelan.
“Kamu tidak punya hak untuk memutuskan siapa yang boleh atau tidak boleh berada di dekat anakku.”
Wajah Lara memerahantara marah, malu, dan terluka.
Namun dia mencoba kembali tampil anggun, meski suaranya bergetar.
“Daniel… kamu membuat keputusan impulsif. Kamu nggak pernah begini sebelumnya. Sejak kapan kamu peduli dengan orang asing se—”
“Sejak orang asing itu mempertaruhkan dirinya untuk menyelamatkan nyawa anakku,” tegas Daniel.
Hening. Udara di ruang tamu terasa dingin. Lara menggigit bibirnya Ia ingin membantah, tapi tidak bisa berkutik lagi. Keputusan Daniel sepertinya sudah bulat.
Dengan nada rendah, ia berkata, “Kalau terjadi apa-apa, jangan salahkan aku, aku sudah memperingatkan anda Tuan.”
Daniel menatapnya dingin.
“Kalau kau tidak bisa menerima keputusanku… kau bebas pergi sekarang.”
Itu adalah batas terakhir.
Pernyataan dingin yang membuat jantung Lara seolah berhenti sesaat.
Ia tidak berkata apa-apa lagi.
Hanya menatap Ana dengan pandangan yang jauh dari ramah, lalu berbalik pergi dengan langkah cepat.
Daniel kembali ke samping Ana.
Jarinya menyentuh punggung tangan gadis itu yang dingin.
“Anak ini sudah cukup menderita,” gumamnya.
“Aku tidak akan menambah bebannya.”
Milo memegang lengan ayahnya.
“ayah… Ana bakal sembuh, kan?”
Daniel menatap putranya, mengusap kepala Milo pelan.
“Ayah akan pastikan itu.”