Rafa terpaksa menerima keputusan dari atasannya untuk tinggal bersama Vanya—perempuan menyebalkan, yang selalu membuat kepalanya hampir pecah setiap hari.
Apakah yang akan terjadi selanjutnya? Mungkinkah keributan di antara mereka, akan berubah menjadi cinta dalam waktu enam bulan tinggal bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecemasan David
Hingga sore hari, keempatnya masih bersama menuntaskan pekerjaan dan baru kembali ke rumah sekitar pukul 17.55. Baru juga mobil yang dikemudikan oleh Vino berhenti di halaman rumah, sudah ada seorang perempuan berlari girang dan menari-nari di depan kendaraan.
"Ampun, tiga belum bisa diatasi, nambah lagi satu." Rafa bergumam, mengenal baik siapa perempuan berkaus biru tua tersorot lampu di depan.
Vanya dan Alya tampak senang, mereka yang duduk di baris kedua pun bergegas turun. "JUJU!" teriak mereka beriringan, berlari dengan kedua tangan terbuka lebar.
Nyatanya, kedua tangan terbuka itu bukan untuk saling memberi pelukan. Namun, ketiga perempuan itu malah menari-nari bebas menunjukkan kebahagiaan. Vino dan Rafa menghela napas panjang, seolah tengah mempersiapkan diri masing-masing untuk mulai berpasrah.
Kedua lelaki sama-sama memiliki tubuh tinggi tegap itu pun turun, menatap pada Vanya, Alya dan Juju yang masih menggerakkan tubuh serta kedua tangan, bahkan saling berputar, seolah tengah menyuarakan mantra persahabatan. Lagu khas dari ketiganya pun tak lepas disuarakan, begitu nyaring hingga Rafa dan Vino menutup telinga bersama.
"Master!" teriak Juju menghentikan gerakan juga nyanyian, berlari mendekati Rafa dan langsung melompat memeluk.
"Aduh, apaan sih, Ju?!" protes Rafa, menurunkan paksa kedua tangan pada pundaknya.
"Loh, Juju ki kangen loh karo bakal bojo. Kok dihempaskan, toh?"
"Mbuh, sekarepmu!" tekan Rafa sembari melotot.
"Hahaha, bakal bojo wes pinter ngomong jowo, loh!" tawa Juju, memukul-mukul lengan Rafa kencang.
"Biasaan ini! Ketawa ya ketawa aja, ngapain bikin orang sakit semua, sih?!" kesal Rafa, menyapu lengannya sendiri.
"Duh, Master. Kedatangan calon istri, malah seneng ngomong sekarang!" Alya meledek, merangkul perempuan di dekatnya.
"Hahaha, aku nikahkan kalian berdua dengan seperangkat alat tanam, dibayar kredit!" susul Vanya.
"Hahaha!" kedua orang saling merangkul itu tertawa lepas, walau mendapatkan tatapan tajam dari atasannya.
Rafa menghela napas panjang, mengayunkan kaki menuju teras dan langsung membuka kunci. Tentu saja, setelah tubuh bergidik seperti biasa, kala Juju harus memasang wajah tersipu usai digoda.
"Master, jangan tinggalkan Juju seorang diri!" teriak perempuan bercelana jeans panjang sobek-sobek itu, berlari mengejar.
"Hahaha! Tangkap, Ju! Terkam sampai habis!" Alya dan Vanya makin lepas dengan tawa.
Vino melirik keduanya, kepala menggeleng berulang bersamaan dengan napas panjang diciptakan. Ia tak ingin menyumbangkan kalimat apa-apa, karena sudah terlalu menghapal seperti apa ujung dari candaan, yang tak pernah kapok disuarakan.
Lebih baik Vino menyusul ke dalam, meninggalkan dua orang dianggapnya kurang memiliki kesehatan mental. Alya dan Vanya masih di depan, sampai sebuah sorot lampu menembus kecantikan paras bersama. Mata dikecilkan, untuk sekedar mencari tahu siapa yang datang malam-malam.
"Bapakku!" seru Vanya, melepaskan tangan dari pundak Alya. "Aduh, mau ngapain? Jangan-jangan master udah ngadu masalah dugem kemarin? Mampus!' timpalnya cemas, segera menggiring kaki mendekati mobil hitam terhenti.
Ada seorang pria berkacamata yang turun, melebarkan senyum pada Vanya yang hanya mampu membagi paksa lengkungan bibir, atas ketakutan menguasai pikiran. "Hehehe, Papa. Ngapain kesini?" tegurnya.
"Peluk dulu, gak bisa?" jawab pria berkemeja hitam lengan pendek di samping pintu mobil terbuka.
"Hehehe, bagi uang dulu. Baru dipeluk."
"Anak kurang ajar!"
Vanya tersenyum lebar, mendekap tubuh sang papa yang jarang-jarang ditemui olehnya. Alya menghampiri dan menyapa, mencium tangan pria bernama David yang tiba diantarkan oleh seorang sopir.
"Rafa, mana? Bisa pangggilin sebentar?" kata David.
"Ma—mau ngapain ketemu master, Pa?" gagap Vanya.
"Ada urusan kerja bentar. Panggilin!"
Vanya dan Alya saling tatap, kecemasan terlukis jelas pada binar mata indah keduanya. "Ma—master kayaknya lagi mandi deh, Pa. Kita baru sampai rumah."
"Iya, Om. Kayaknya emang langsung mandi ta—"
"Udah sampai, Pa?" terdengar suara, Alya menghentikan upaya untuk membuat David percaya.
Lelaki yang belum memasuki kamar dan hanya sekedar meneguk air putih di dapur itu, berjalan mendekati David lalu memeluk. Vanya dan Alya gelisah, namun keduanya justru diminta masuk ke dalam oleh Rafa, melalui isyarat mata.
"Aku mau nemenin papa, kok." Vanya menolak.
"Papa gak ada urusan sama kamu, Sayang. Masuk sana, telfon mama." David berucap. "Nomor mama sama kakak kamu kenapa diblokir? Mereka udah ngomel tiap hari. Jadi telfon dulu bentar."
"Kamu blokir nomor keluarga?!" terkejut Alya.
"Hehehe, aku blokir sehari gara-gara sibuk. Gak taunya lupa dibuka blokirnya." Vanya menggaruk kepala belakang.
"Keterlaluan!" Rafa berceletuk.
"Udah, dari pada makin panjang, mendingan telfon mama sekarang. Papa mau ngobrol sama Rafa." David menegaskan pada putrinya. "Kamu gak habis bikin salah, kan? Kelihatan takut banget kalau papa ngobrol sama Rafa?"
"Eh?! Eng—enggak kok!" Vanya melambaikan kedua tangan. "Ngo—ngobrol aja! He-he-he!" susulnya, menarik Alya untuk pergi.
David tersenyum melihat sikap gagap dari anak keduanya. Ia bukanlah orang yang baru mengenal siapa Vanya, hingga tak bisa mengenali setiap ekspresi wajah darinya yang berat langkah menjauh, dan terus menoleh.
"Gimana bisa Anya ketemu sama Robby? Bukannya papa udah bilang, buat hindarin Anya dari Robby?" cerca David, walau mata masih menelisik putrinya dari kejauhan.
"Rafa gak tau kalau Robby yang dateng, Pa. Kalau Rafa tau, udah pasti gak akan ajak Anya ke kantor."
"Anya curiga sesuatu? Robby ngomong apa sama dia?" tanya pria yang memang sengaja datang, setelah mendapatkan kabar kedatangan Robby tersebut. "Papa harap, kamu jujur soal ini, Rafa."
kqyaknya banyak author yg lari ya krn kebijakan baru dr NT
Tahan Fathan... jangan di bogem dulu si Rafa, masih banyak ini kayaknya yg mau diocehin si Anya..
TIKUNG Faaa...!!!
😅😅😅