Perjodohan
Terdengar klasik tapi masih banyak praktik tersebut di tengah masyarakat. Capella Permata Adityawarman, gadis 23 tahun yang baru saja menyelesaikan studinya dan bekerja sebagai jurnalis. Capella sudah dijodohkan saat ia kecil dengan Mahen. Kedua orang tersebut saling mencintai. Sebentar lagi Mahen dan Capella akan menikah, namun beberapa hari lagi pesta yang akan diselenggarakan berubah kacau saat Mahen menjadi tersangka pemerkosaan dan pembunuhan. Capella ingin membatalkan pernikahan itu dan orangtua Mahen yang terlanjur menyukai Capella serta persiapan pernikahan 90% memaksanya menikah dengan anak bungsunya yang super dingin dan nakal, Januari Harrisman Trysatia, pemuda yang masih 19 tahun. Capella harus menikahi Januari yang jauh di bawahnya dan masih labil.
"DASAR PELACUR!!" Januar meludahi Capella di depan orangtunya.
"JANUARI! DIA ISTRIMU!" teriak Megan kepada anak bungsunya.
"Sampai kapan pun gue tidak akan pernah menganggap lo istri." Januar mendorong Capella.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amanda Ferina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 9
Semenjak saat itu Januar tak pulang ke rumah. Setiap hari Capella merasa was-was menunggu kepulangan pria itu dan berharap jika Januar baik-baik saja di luar sana.
Capella tak bisa menghubungi Januar karena memang ia tak memiliki nomor ponsel Januar. Bayangkan seorang istri tak memiliki kontak suaminya. Capella merasa miris dengan pernikahan yang benar-benar tak bisa dianggap bahagia.
Semua orang mengatakan jika ia baik-baik saja dan merupakan sebuah anugerah jika menikah dengan pembalap tampan seperti Januar. Namun semua itu hanyalah omong kosong.
Tidak ada kata bahagia semuanya penuh derita. Tidak ada yang tahu apa yang dirasakan Capella. Ingin pergi dan bercerai tak bisa tapi terus bertahan bersama pria itu juga ia tidak bisa.
Hari-hari Capella hanya berteman dengan nara sumber untuk melampiaskan rasa sakit hatinya. Belum sembuh sakit yang dibuat Mahen kini Januar masuk ke dalam masalahnya dan menciptakan rasa sakit yang amat dalam.
Wanita itu berjalan ke arah jendela menunggu Januar pulang. Namun sudah hampir tiga hari tapi tak terlihat batang hidung laki-laki tersebut.
Capella menahan napas dan berjalan ke arah sofa. Ia pun duduk di sofa tersebut sembari bermain ponsel mengalihkan rasa kantuk.
Namun sudah hampir tengah malam Capella tak juga beranjak dan tetap di sana menunggu Januar. Ia melirik jam di pergelangan tangannya dan Capella harus menelan kekecewaan kembali.
"Oh Tuhan, selamat kan lah dia."
Capella sangat was-was memikirkan Laki-laki itu sementara Januar tak tahu kabarnya di luar sana.
Terdengar suara motor di luar membuat senyum Capella terbit ia yang hampir tertidur langsung membuka pintu.
Namun senyumnya luntur saat melihat Januar datang bersama seorang wanita. Capella tahu jika wanita itu sebaya dengan Januar dan juga sangat cantik melebihi dirinya.
"Siapa dia?" tanya Capella dengan bibir kelu. Sejatinya ia tak bisa menahan rasa sakit di dadanya. Bukan cemburu tapi ia hanya merasa miris dengan pernikahannya.
Januar menatap dingin Capella. Selanjutnya ia pun berjalan meninggalkan wanita itu dan tak mempedulikannya. Capella menahan rasa sesak dengan tersenyum pedih.
Ia pun berbalik dan melihat Januar yang merangkul wanita itu mesra dan menciumnya. Kemudian Capella pun berlari ke kamar sembari menitikkan air mata.
Januar hanya menatapnya sekilas dan kemudian ia mengabaikan Capella seolah wanita itu tidak ada di rumah ini.
Ia pun lanjut bermesraan dengan wanita yang ia bawa barusan.
"Tadi dia siapa?" tanya wanita itu pada Januar.
"Orang jauh yang numpang nginap."
"Eh tapi aku kaya pernah liat dia deh!"
"Wartawan kemarin."
"Nah iya benar dia. Kok bisa ada di sini?"
"Gak usah bahas dia."
Januar pun memeluk tubuh kekasihnya denhan erat dan melakukan hal yang lebih jauh kepada kekasihnya.
Capella mendengar suara menjijikkan itu dari dalam kamar. Ia berusaha tak peduli dan menutup matanya seraya juga menutup telinganya.
Ia tak ingin menodai telinganya dengan suara laknat tersebut. Capella berusaha untuk menghilangkan bayang-bayang tersebut tapi ia tak mampu hingga Capella mengambil earphone dan menyetel lagu dengan volume yang sangat tinggi hingga ia tak bisa mendengar lagi suara-suara laknat tersebut.
"Kakak adik sama saja. Menjijikkan."
___________
Ketika Capella membuka mata ia hanya mendapatkan Januar yang baru saja masuk ke dalam kamar dan menatapnya dengan mata yang tajam.
Capella menundukkan kepala takut telah melakukan sebuah kesalahan. Tapi pria itu berdesis sembari mendorong pipi bagian **********. Pria itu tertawa menyeringai yang membuat bulu kuduk Capella meremang.
"Ada apa?" tanya Capella sembari melirik seluruh tubuhnya.
"Jangan kepedean. Aku mana mungkin tergiur ngeliat tubuh tipis lo."
Capella terkejut dan refleks memeluk tubuhnya. Ia juga tak berharap jika Januar akan menyukainya. Capella hanya tak sudi saja jika pria itu memandang tubuhnya.
"Kenapa Januar? Apa aku sudah melakukan kesalahan?"
"Buatin gue makanan. Gue lapar. Buruan, awas lo telat," ancam Januar dan kemudian keluar begitu saja dari kamar.
Capella menghela napas panjang dan mengepalkan tangannya. Ia bukan marah karena sudah dimintai membuat makanan. Ia hanya kesal dengan cara Januar yang meminta tidak tahu sopan santun.
"Aku merindukan mu Mahen." Capella.tak bisa menahannya lagi. Selama ini ia hidup dalam berpura-pura, padahal dirinya masih sangat mencintai Mahen kekasihnya tersebut.
Tapi Capella tak mungkin menyatakan perasaannya tersebut. Mahen sudah terlalu berlebihan melakukan kesalahan. Ia tak pantas untuk diberikan alasan untuk Capella tetap bertahan.
Capella pun beranjak dari tempat tidurnya dan mengganti pakaian dengan baju kaos. Ia terlihat sangat cantik dengan balutan sederhana tersebut.
Rumah di sini juga sangat mewah. Rumah ini dihadiahi oleh Megan sebagai hadiah pernikahan. Memang Capella diberikan ruangan yang sangat layak tapi ia tak pernah menikmati semua itu dengan sungguh-sungguh.
Capella pun keluar dari kamar dan kemudian ia pun langsung menuju ke dapur. Langkah Capella terhenti saat melihat wanita yang bersama dengan Januar tadi malam masih ada di sini.
Januar meminta ia bersembunyi memasak dan memaksanya di depan wanita itu seolah-olah mereka tak memiliki hubungan sama sekali.
Capella menundukkan kepala dan berusaha untuk melewati Januar. Januar yang tak sengaja memandangnya pun memberikan isyarat mata agar ia memulai sandiwaranya agar kekasih Januar itu tak merasa curiga.
Sesampainya di dapur Capella mengepalkan tangannya dengan kuat. Wanita itu pun mulai memasak dan tetap tenang.
Tampak ia sangat ahli dalam memasak makanan tersebut dan juga Capella memotong semua bahan dan memasaknya.
Capella termenung dan berpikir sejenak. Hendak sampai kapan hubungan ini berlanjut. Mungkin cepat atau lambat mereka pun akhirnya berpisah.
Tapi itulah yang diharapkan oleh Capella. Ia secepatnya bebas dari penjara ini. Tak peduli dengan orang yang menekannya lagi.
"Capella ada apa dengan diri mu? Kenapa kamu harus sangat sedih." Capella menggerutu dalam hati.
Ia tak habis pikir bisa kepikiran akan hal itu. Capella menghela napas panjang dan mulai melanjutkan memasak.
Saat hidangan telah selesai ia pun meletakkan makanan itu di atas meja dan menunggu Januar bersama sang kekasih itu menuju ke ruang makan.
Capella menundukkan kepala dan mulai beranjak pergi saat melihat kemunculan keduanya. Ia tak mungkin menonton dua sepasang kekasih sedang bermesraan di atas meja.
"Kamu pembantu di sini? Kok kamu yang masak?" tanya kekasihnya Januar, Delisha.
"Bisa dibilang seperti itu."
Capella menatap Januar yang baru saja menjawab pertanyaan Delisha.
Capella tersenyum tipis dan kemudian pergi begitu saja. Terdengar helaan napas panjang dari Januar saat ia dan pria itu berpapasan.
Entah Januar yang masih labil atau ia yang terlalu membawa perasaan.
__________
Tbc
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. TERIMAKASIH