NovelToon NovelToon
Tinta Darah

Tinta Darah

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Mengubah sejarah / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Permenkapas_

terlalu kejam Pandangan orang lain, sampai tak memberiku celah untuk menjelaskan apa yang terjadi!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Permenkapas_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Satya

Bara bukannya tidak menyukai kedekatan Oline dan Devanka, tetapi ia takut jika nanti Devanka tau asal usul Oline dia akan meninggalkan Oline bersama dengan cintanya. Karena Bara tau dari tatapan mata Oline kepada Devanka, Bara bisa melihat jika keponakannya itu sudah jatuh cinta kepada Devanka.

Oline berada di teras, ia tengah sibuk mengerjakan tugas sekolah yang harus ia kumpulkan besok lusa, di depannya Satya sedang mencuci mobil milik Bara, selain menjadi tulang kebun, dia juga berprofesi menjadi sopir pribadi Oline. Bara menyuruhnya untuk memantau Oline tanpa sepengetahuan darinya.

Satya tersenyum melihat Oline yang sepertinya kesusahan untuk mengerjakan tugas sekolahnya, ia ingin membantu Oline tetapi tampaknya ia ragu-ragu, Oline yang melihat tingkah Satya hanya diam saja dan kembali fokus dengan tugas sekolahnya yang menumpuk.

Satya memberanikan diri menghampiri Oline.

“Non sepertinya kesulitan mengerjakan tugas sekolah. Boleh saya bantu non?” tawarnya kepada Oline.

Oline tersenyum dan mengangguk.

Satya langsung mengambil buku tugas Oline kemudian duduk di lesehan di lantai.

“Loh kok duduk di bawah? Ini ‘kan masih ada kursi.”

“kurang sopan rasanya non kalau bawahan duduk bersama majikan.”

“memangnya kenapa kalau duduk berduaan? Kurang sopan apanya? Malah aku yang merasa tidak sopan karena tidak menghormati yang lebih tua,” jelasnya.

“majikan sama bawahan tidak sama non.”

“apanya yang tidak sama?”

Oline kemudian ikut duduk di lantai bersama satya, satya kaget karena tingkah Oline yang berani.

“Loh non kok duduk di bawah juga?”

“nanti saya kenak marah tuan bara.”

“oh jadi kamu enggan duduk berdua sama aku karena takut dimarahi paman?”

“bu—bukan begitu sih non, tapi ....” Satya menjeda kalimatnya, dia seperti kehabisan kalimat untuk berdebat bersama Oline.

“Bodo amat, biar nanti di marahin paman sekalian!” ancamnya.

Satya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, akhirnya dia mengalah dan duduk di kursi. Oline yang merasa menang tersenyum bangga kemudian dia kembali duduk di kursi. Bara yang tidak sengaja melihat perdebatan Oline dan satya hanya tersenyum dan menggelengkan kepala, dia sekarang yakin kalau sifat keras kepala Oline menurun dari kedua orang tuanya, Antoni dan Elena mereka sama-sama keras kepala dan tak mau ngalah satu sama lainnya.

Satya membantu Oline mengerjakan tugas Oline dengan cepat, Oline berterima kasih kepada satya.

“hem ... kak Satya dulu lulusan sekolah sana ya?”

“iya semua anak di desa ini memang kebanyakan sekolah di sana non.”

“jangan panggil non dong, panggil Oline aja.”

“gak sopan rasanya non.”

“tuh, ‘kan ....” Oline cemberut.

“aku gak mau tau, pokoknya panggil Oline aja lebih enak di dengar.”

“hem ... gini aja non, kalau gak ada tuan Bara saya panggil Oline tetapi kalau ada tuan Bara saya panggil non,” tawarnya.

Oline tertawa.

“sebegitu takutnya sama paman?”

“bukan takut non, lebih tepatnya menghormati.” Belanya.

“kenapa gak nerusin kuliah?”

“nerusin sih non, tetapi Cuma sampai D3.”

“kok Cuma D3?”

“kekurangan dana non,” ucapnya sambil tersenyum kepada Oline.

“Saya orang susah non, dari kecil Cuma hidup sama abang saya. Orang tua saya bercerai dan saya sama abang ikut ibu, ibu meninggal setelah diagnosa penyakit kanker stadium empat sama dokter, sedangkan ayah saya tidak ingat kalau punya anak karena dia sudah menikah lagi dan punya anak sama istri yang sekarang, jadi saya sama abang saya kerja banting tulang untuk makan sehari-sehari. Untungnya saya masih bisa melanjutkan sekolah karena kebaikan hati tuan Bara yang mau menyekolahkan saya di sekolah non sekarang ini, setelah lulus saya ke kota untuk meneruskan kuliah sambil mencari pekerjaan, tetapi nasib tidak berpihak sama saya, saya di phk karena sebuah fitnah. Sebenarnya abang saya mau membiayai saya non, tetapi saya menolak karena saya tidak enak sendiri, soalnya abang saya sudah menikah dan dia harus menafkahi istrinya,” ceritanya kepada Oline.

Oline tersentuh mendengar cerita dia.

“ternyata aku masih beruntung mempunyai paman dan ayah yang selalu menjagaku” ucap Oline dalam hati.

Oline menatap iba kepada lelaki di depannya ini, dia tak menyangka ternyata cerita hidup satya lebih tragis darinya.

Untungnya selama dia tinggal bersama bara keinginannya untuk membunuh sudah tidak seperti dulu lagi. Kini Oline mampu menahan tanpa harus melukai dirinya sendiri seperti dulu lagi, meski tak jarang dia harus jatuh sakit karena menahan hasrat yang selalu ia pendam sendiri. Sebenarnya bisa saja ia melampiaskan itu kepada hewan atau sejenisnya tetapi ia memilih untuk tidak melakukannya karena jika ia sampai melakukan itu, Oline takut hasrat itu akan semakin muncul secara nyata dan Oline tak mampu menahannya.

Oline sangat menyayangi orang-orang di sekitarnya, mungkin karena itulah pendiriannya sangat teguh, dia tidak ingin menyakiti siapapun dan tak ingin membuat siapapun kecewa. Bara juga selalu mengerti keadaan Oline dan dia mendukung sepenuhnya keputusan sang keponakan, baginya meski Oline memilih tidak seperti dirinya, Oline tetaplah keponakan tersayangnya. Bara paham, apapun yang dilakukan Oline pastilah itu yang terbaik, dan sudah Oline pikirkan dengan matang pula.

Oline termenung di kamarnya, ia memikirkan semua yang terjadi dalam hidupnya selama ini. Pernah terbesit dalam hatinya untuk menjadi yang apa dikatakan pikirannya, tetapi hatinya menolak keras, Oline bahkan hampir gila karena pikiran dan hatinya tak sejalan, mentalnya terguncang dengan semua keadaan yang terjadi di tambah kala itu ia difitnah sebagai pembunuh dari teman satu kelasnya yaitu Zola, tentu saja dia semakin terpuruk. Jiwanya hancur bahkan baginya mati adalah jalan satu-satunya yang bisa diambil. Tetapi Tuhan masih menyayanginya dengan mempertemukan Oline dan pamannya Bara, itu adalah keajaiban yang sangat berarti bagi dirinya.

“Andai waktu itu paman tidak datang, mungkin aku akan menjadi hantu gentayangan di rumahku sendiri karena tidak mungkin orang-orang masuk ke rumahku dan menemukan mayatku yang tergantung di sana,” sesalnya.

Waktu itu dia yakin, keputusan yang dia ambil mungkin akan berpengaruh bagi masa depannya nanti, dan itu benar. Sekarang Oline sangat bersyukur karena dia sudah jauh dari orang-orang yang selalu menghina dan memandang rendah dirinya.

Semua sudah berakhir, dia berharap tidak ada lagi orang-orang yang datang dan mengacaukan kehidupannya yang sekarang, kehidupan yang jauh dari semua fitnah dan tuduhan, kehidupan baru, dan Oline yang baru.

“Tetapi siapa yang mengurus rumahku di sana? Katanya kalau rumah tidak berpenghuni, nanti bisa dihuni mahkluk gaib dan sebangsanya. Hiii ... ya Tuhan jangan sampai rumahku di huni sama mbak Kunti,” racaunya.

“Lebih baik nanti akan kutanyakan saja kepada paman, siapa tau dia sudah menyuruh orang buat bersih-bersih rumah.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!