Super nyesek.
Jevander Park menyudahi hubungan percintaannya dengan Roze Moza setelah mengetahui background keluarga Roze yang tidak jelas, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kekasinya merupakan putri dari seorang germo alias mucikari kelas kakap.
"Aku tidak bisa memilihmu, karena setelah ini aku akan menikahi sahabat baikku."
Dunia terasa berhenti. Roze lagi-lagi kehilangan seseorang yang ia cintai dengan tulus. Ayah yang tidak menginginkannya, ibu yang tega meninggalkannya dan hidup bahagia dengan anak tiri dan suami baru, sekarang giliran kekasih yang sudah ia percayai selama ini, pun melakukan hal yang sama. Salahkah jika Roze marah besar dan membakar semua kenangan?
Kelahiran tiga bayi kembar ternyata mampu mengubah banyak hal. Kehidupan Roze kini penuh warna. Tapi siapa sangka, Ezralia Moze, anak perempuan Roze memiliki dendam membara terhadap ayah yang bahkan tidak mengenalnya.
Sedangkan Daniel Moza, ia bahkan tidak peduli siapa ayahnya. Tapi berbeda dengan Darriel
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reetha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ayahmu Sehebat Itu?
"Waw! Bocah, bicaramu pelan tapi pasti! Siapa yang tidak menyukai bundamu, dia wanita hebat, cantik dan dia pasti baik."
Jungki bermaksud memuji kakaknya itu ingin melihat dan mendengar bagaimana tanggapan anak kecil itu.
Tak disangka, Daniel tersenyum miring dengan muka malas. Mempercayai paman baru ini sama saja dengan membuang waktu. Daniel yakin bahwa paman ini jelas menyukai bundanya.
"Anak bunda bukan hanya aku dan Ezra. Bunda punya satu anak lagi yang hanya sakit-sakitan sepanjang hidupnya. Sudah beberapa paman sepertimu yang mendekati bunda, tapi mereka melangkah mundur saat mengetahui beratnya beban yang bunda tanggung.
Ada yang mundur saat mengetahui bunda punya tiga anak, ada yang mundur karena tidak siap menghadapi kelakuan buruk kak Ezra, ada pula yang memilih meninggalkan bunda setelah melihat keadaan Darriel.
Bunda sudah sangat sering ditinggalkan. Jadi asal Paman tahu, bundaku tidak akan pernah membuka hati lagi pada siapapun atau lelaki manapun. Bunda mengatakan, hanya akan ada aku, Ezra dan Darriel dalam hidupnya. Jangan buang waktu berharga paman untuk mendekati bunda.
Satu lagi, aku adalah Daniel Moza. Sebagai anak laki-laki tertua, aku tidak membutuhkan kehadiran seorang ayah. Paman ingat itu dan pergilah. Jangan lagi berkeliaran disekitar kami."
Daniel berdiri dan pergi bersama bola basket miliknya. Ia sendiri merasa lelah jika terlalu banyak berkata-kata.
Menggemaskan. Kakak memiliki anak yang sangat hebat. Kenapa anak sekecil dia bisa berkata-kata persis orang dewasa?
Jungki menatap kepergian keponakannya. Matanya terasa menghangat. Hatinya merasa sesak. Rasanya ingin ia culik anak itu dan mengajaknya bermain sepuasnya.
Dia sangat berbeda dengan Ezra. Ezra sangat merindukan ayahnya, sementara dia tidak sama sekali. Anak pintar.
Jungki sudah cukup tahu kepribadian dua keponakan kembarnya. Ia menggeleng dengan bibir tersenyum memikirkan betapa serunya ketika mereka berdebat. Ezra yang mudah tersulut kemarahan, Daniel yang bersikap tenang.
Sore datang.
Darriel sedang menikmati hangatnya udara sore hari di taman rumah sakit. Sebenarnya dia bisa saja berjalan kaki namun perawat sangat rajin mendorongnya dengan kursi roda.
"Sus, stop disini saja dulu, suster bisa kembali bekerja." titahnya pada perempuan muda yang menemaninya.
"benarkah aku boleh pergi? Apa kau bisa bekerja sama?"
Darriel mengangguk paham seperti biasa dengan senyum popsoden khasnya.
Tugh!
Tab yang ia pegang tak sengaja terjatuh. Belum sampai tangannya menggapai benda itu, tangan kecil seseorang mendahuluinya.
Layar Tab yang menyala membuat mata anak perempuan itu ketika membulat, melihat gambar yang ada disana.
''Kau mengenal daddy-ku?" tanya gadis kecil seusianya itu.
"daddy-mu?" Darriel bingung apa maksud anak perempuan didepannya.
"Oh, siapa namamu? Daniel?" tanya anak itu lagi.
"Bukan, aku Dariel."
Siapa dia? Dia mengenal kak Daniel?
"Kebetulan sekali, kau mirip dengan anak laki-laki yang baru aku tahu namanya." sambung anak gadis itu.
Darriel hanya mengembangkan senyum. Mungkin dia teman sekolah kakak.
"Ini Tab milikmu." menyerahkan tab tersebut pada Darriel. "Tapi ... kenapa ada foto daddy-ku di ponselmu?"
"Daddy-mu?" Darriel segera memeriksa layar ponselnya. "Dia daddy-mu?" Senyum Darriel menghilang. Darriel tak begitu bodoh dan ia tahu bahwa daddy sama dengan ayah. "Aku kebetulan membaca berita bisnis hari ini dan kebetulan ada berita tentang daddy-mu." Darriel mencoba kembali tersenyum walau hanya senyuman kecil.
Jadi ... dia adalah putrinya ayah... Darriel teringat akan kakak kembarnya, Ezra. Darriel bisa menebak jika Ezra bertemu dengan anak ini, maka perang saudara akan terjadi.
"Ya, benar sekali. Daddyku adalah orang yang sangat hebat dan keren. Oia, namaku, Nana." anak perempuan itu memperkenalkan dirinya dan terus menceritakan kehebatan sang ayah.
"Jadi ayahmu sehebat itu?"
"Iya, bagaimana dengan ayahmu?" Nana terlihat ingin tahu. Nana yang biasanya sangat pendiam dan susah untuk bergaul, dengan Darriel sangat berbeda. ternyata Nana punya kemampuan berbicara yang baik.
Tentu saja Nana sangat senang karena Darriel ternyata sering membaca berita bisnis tentang ayah tercintanya, Jevander park. Semua tentang ayahnya, Nana sangat suka.
Dari tempat yang agak jauh seorang wanita paruh baya sedang memantau interaksi sang cucu, Nana, dengan seorang anak laki-laki.
Akhirnya Nana menemukan orang yang tepat untuk bisa berbincang. si nenek tak berhenti tersenyum senang.
"Aku tidak pernah punya ayah." jawab Darriel kemudian.
Nana terdiam.
"Nana!..." Sang nenek mendekat.
"Darriel, ini nenekku. Mommy-nya daddy." singkat anak perempuan itu perkenalkan sang nenek pada Darriel.
Kata Bu Guru, orang tua dari ayah dan ibu kita adalah kakek dan nenek.
Jadi ... wanita ini nenekku?
Darriel sibuk membatin. Ia bingung harus senang atau tidak. Selama ini, bunda tidak pernah memperkenalkan salah satu dari kakek atau nenek yang mereka miliki.
"Hai Darriel, terima kasih sudah mau berbincang dengan cucu nenek."
Darriel hanya mengangguk, ia pun tidak berani menyapa wanita yang adalah neneknya itu. Jantungnya yang memang tidak sehat kini berdebar tak karuan, sangat mengganggu.
Tidak bisa berlama-lama, nenek dan cucunya itu pergi setelah berbincang singkat dengan darriel. Darriel menatap kepergian keduanya sampai menghilang dari pandangan.
Sangat ingin Darriel mengatakan bahwa Jevander Park juga adalah ayahnya. Tapi ia tahan karena mengingat pesan bunda bahwa anak-anaknya tidak berhak atas ayah mereka. 'Ayah adalah milik keluarganya. Kita tidak bisa bersama ayah.' itulah yang bunda katakan.
Pernah suatu hari Darriel bertanya pada Roze, bagaimana rasanya punya ayah? Apa rasanya menyenangkan? Bunda hanya menjawab, sama seperti kalian, bunda tidak tahu rasanya punya ayah, karena bunda pun sama tidak memiliki ayah. Tapi Roze yang tidak mau anaknya bersedih kemudian mengatakan bahwa punya ayah atau tidak, itu sama saja. Bunda bisa terus tersenyum bahagia walau tidak punya ayah.
Tentu saja saat itu Roze sedang berbohong. Hanya saja, Roze sudah keluar dari zona membingungkan itu. Ia memutuskan untuk melepaskan harapan pada ayah dengan cara membenci. Membangun rasa benci yang masih menyiksanya hingga kini.
Tapi untuk ketiga anaknya, Roze tidak ingin anak-anaknya menjadi pembenci ayah seperti dirinya.
.
.
Sebuah ruangan di hotel A telah disulap penuh dengan dekorasi yang dipenuhi warna kuning, merah dan hitam. dalam satu jam ulang tahun Arven akan dimulai.
Arven sudah siap dengan penampilannya yang terlihat sangat keren menggemaskan. Rasanya sudah tidak sabar menunggu kedatangan teman-temannya.
Di dalam mobil, Roze berpesan pada dua anaknya untuk tidak membuat masalah ditempat acara. Keduanya kompak mengangguk paham.
"Terutama kamu, Ezra, jangan nakal, oke,"
Putrinya hanya menjawab 'hmmm' sebagai jawaban..
Daniel sungguh tidak bersemangat karena kakaknya ini tiba-tiba berubah pikiran. Sebelumnya sang kakak tidak ada niat untuk hadir, tapi nyatanya dia sangat ingin hadir, tidak peduli Arven suka atau tidak.
Karna tempat acara diselenggarakan di lantai dasar, kedua anak itu tidak butuh ibu mereka untuk menemani. Terlebih Daniel tahu jika pria yang bernama Jevan Park itu pasti akan berada disana juga dan bunda pasti akan tidak nyaman bertemu mantan.
"Daniel!" suara Arven memanggil saat Daniel dan Ezra keluar dari mobil. Meski kurang menyukai kehadiran Ezra, Arven tetap memasang wajah bahagianya.
"Katamu, kakakmu tidak ikut hadir? Tapi mengapa dia disini?" berbisik pada Danniel.
"Dia berubah pikiran." jawab Danniel seraya mengangkat bahu.
Arven bahkan tidak menyapa Ezra. Tapi tidak mengapa, Ezra hadir disini juga bukan karena ingin mengucapkan selamat. Ia punya motif terselubung.
[Paman, apa yang harus kulakukan agar ayah melihatku?]
Ezra mengirim pesan kepada paman Jungki.
[Ciptakan kekacauan kecil] balas sang paman, singkat.
.
.
Untuk hari ini cukup ya... terima kasih sudah membaca guys!
Besok lagiiiiiii.
Yuk kirim semangat,