The Petals Bride

“Ahhh ... ahhh ... pelan Babby ... masih ngilu.”

Setelah bersih Ziyara langsung memeluk Evan dan menggigit kecil leher suaminya, ia melihat sambungan telepon yang masih tersambung kemudian ia mematikannya.

“Kenapa nakal banget, hm?”

“Gak nakal kok," jawab Ziyara.

Evan menggigit ujung hidung istri kecilnya dan mengajak Ziyara untuk berbaring.

“Babby."

“Iya, Dad."

“Babby mau punya anak berapa?" tanya Evan.

“Satu ini aja belum keluar, Dad, malah mikirin mau anak berapa."

“Gak ada salahnya kan, Sayang," ucap Evan.

“Pikirin dulu tentang perceraian Daddy sama buk Sabina, Babby gak mau jadi istri simpanan Daddy terus," balas Ziyara.

“Iya Sayang."

“Maaf kalau Babby egois dan jahat, Babby Sayang sama Daddy, cinta sama Daddy, Babby gak mau kalau Daddy sama buk Sabina terus. Daddy bisa-bisa cinta beneran sama buk Sabina."

“Daddy lebih cinta sama Babby, lebih Sayang sama Babby ... Babby jangan khawatir ya, Daddy akan segera urus perceraian Daddy," Jawab Evan.

“Makasih ya, Dad," ucap Ziyara sambil memeluk suaminya.

Evan membalas ucapan dan pelukan istrinya, ia elus lembut kepala Ziyara dengan Sayang.

────୨ৎ────

Sore harinya Evan pamit kepada Ziyara untuk pulang ke rumah yang ditempatinya dengan Sabina, Ziyara mau tak mau mengizinkan suaminya untuk pulang dan menyuruh Evan segera menyelesaikan urusannya dengan Sabina.

“Inget ya, Dad, gak boleh kepancing lagi sama buk Sabina," pinta Ziyara.

“Iya Sayang, gak akan kepancing lagi," jawab Evan sambil mengelus pipi mulus Ziyara.

“Ya udah Daddy pulang dulu ya Sayang," sambung Evan.

“Iya, Dad, hati hati ya, kalau udah sampai kabari."

“Iya, Sayang."

Evan berjalan menuju ke arah mobilnya lalu masuk ke dalam mobil dan langsung menjalankan mobilnya menuju rumahnya bersama Sabina.

────୨ৎ────

Selang beberapa puluh menit, Evan sampai ke rumahnya dengan kondisi rumah yang gelap gulita. Evan masuk dan menghidupkan lampu lalu naik ke lantai atas untuk menemui Sabina. Ia buka pintu kamarnya dan dengan kondisi yang sama seperti di bawah, gelap gulita.

“Sabina?" panggil Evan sambil menghidupkan kontak lampu.

Evan tak melihat keberadaan istri pertamanya itu tapi ia mendengar suara air dari dalam kamar mandi yang berada di dalam kamar mereka, beberapa detik kemudian terbuka lah pintu kamar mandi itu dibarengi dengan Sabina yang keluar dengan tanpa menggunakan handuk.

Evan langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain, namun Sabina mendekat dan memalingkan wajah Evan untuk menghadapnya.

“Apa-apaan kamu Sabina, pakai baju kamu sekarang," ucap Evan.

“Kenapa?" tanya Sabina.

Evan menepis tangan Sabina yang berada di wajahnya, ia ingin keluar dari dalam kamar itu namun lagi lagi Sabina memeluknya dari belakang.

“Siapa selingkuhan kamu, mas?" tanya Sabina yang sudah mengubah panggilannya.

“Apa maksud kamu?"

“Tadi siang aku nelpon kamu, ada yang angkat dan aku dengar suara perempuan desahin nama kamu."

“Siapa dia, mas? Selingkuhan kamu atau jalang kamu?" sambung Sabina.

“Jaga mulut kamu Sabina," bentak Evan.

Sabina semakin mengeratkan pelukannya pada Evan, ia menenggelamkan wajahnya di punggung lebar suaminya.

“Siapa dia, Mas?"

“Dia istri aku Sabina dan dia juga lagi mengandung anak aku," jawab Evan.

Pelukan erat di tubuh suaminya menjadi semakin erat, tangis Sabina pun pecah di punggung Evan. Evan membiarkan istri pertamanya itu menangis dan memeluk tubuhnya dengan erat. Setelah dirasa istrinya puas menangis, Evan pun membuka suara.

“Aku pengen ngomong Sabina."

“Ngomong aja," balas Sabina yang masih memeluk tubuh Evan dari belakang.

“Tapi lepas dulu, kamu juga pakai dulu baju kamu," ucap Evan.

“Gak."

“Sabina," panggil Evan lembut.

“Gak, mas."

“Aku mau ngobrol sama kamu, masa harus kayak gini."

“Ya udah, kalau gitu kita ngobrolnya di atas kasur aja, aku juga gak mau pake baju," ucap Sabina.

“Huh, Ya udah ayo."

Sabina melepaskan pelukannya dan menggenggam tangan Evan untuk berjalan ke kasur mereka. Sampai di kasur, Sabina mendorong Evan dan langsung menindih suaminya itu.

“Sabina, kamu apa-apaan sih?"

“Kata kamu mau ngobrol, ya udah apa yang mau kamu obrolin?" tanya Sabina dengan menidurkan kepalanya di, Dada Evan.

Evan menarik nafasnya dalam-dalam dan membuangnya perlahan.

“Aku mau cerai," ucap Evan.

Sabina tak bereaksi sedikitpun, ia asik dengan menduselkan wajahnya di, dada bidang suaminya.

“Sabina."

“Hm."

“Kamu dengar aku kan?," tanya Evan.

“Iya."

“Terus apa jawaban kamu?"

“Aku gak mau," ucap Sabina.

“Kenapa? Kamu udah tahu kalau aku selingkuh, bahkan menikah diam-diam di belakang kamu dan sekarang istri aku lagi hamil Sabina ... kamu juga tahu kalau aku gak pernah cinta sama kamu, aku gak mau terus terusan nyakitin kamu, kamu juga berhak bahagia, aku bakal lepasin kamu," ujar Evan panjang lebar.

“Bahagia aku sama kamu mas."

“Tapi aku gak bahagia sama kamu Sabina," ucap Evan.

“Aku gak peduli, aku gak mau pisah sama kamu."

“Sabina."

“Kamu bisa jadiin aku pemuas gairah kamu mas, tapi aku mohon jangan ceraikan aku," ujar Sabina.

“Ak—”

Belum sempat mengucapkan satu kata, bibir Evan dibungkam oleh cibiran kasar Sabina. Ia menggigit bibir suaminya dengan gemas, menarik dan memvacum lidah Evan dengan penuh gairah.

Setelah cibiran mereka terlepas, Evan mendorong tubuh Sabina dari atas tubuhnya ke kasur.

“Gila kamu," ucap Evan.

Evan ingin bangun dari berbaringnya, namun tombaknya digenggam kencang oleh Sabina dan mulutnya kembali di bungkam oleh mulut Sabina, semakin lama genggaman kencang pada tombaknya menjadi genggaman lembut, Sabina pun perlahan memasukkan tangannya ke dalam celana Evan, ia genggam tombak hangat suaminya yang mulai keras.

“Shhh ... stop Sabina."

“Sssttt, nikmati aja mas," ucap Sabina dengan tangan yang semakin lihai mengurut tombak suaminya.

“Ahhh ... ahhh ... berhenti."

Sabina menyumpalkan, dadanya ke dalam mulut Evan agar tidak berisik, ia tekan kepala suaminya itu agar lebih dalam memvacum dadanya yang besar itu.

“Mmhhh ... lebih kenceng Mas."

“Titid kamu udah ngacung banget Sayang, Nhh."

“Ahhh ... ahhh Sabinaa ... udahh aku gak mau lagi mainin kamu."

“Kenapa Sayang? Karna kamu udah ada istri yang lain? Iya? tanya Sabina.

“Nhh ... iyahhh."

“Sebagus apa sih service nya sampai sampai kamu gak mau mainin aku lagi mas?" tanya Sabina tak senang.

“Lebih bagus dari kamu pokoknya ... ahhh ... ahhh."

Tiba-tiba Sabina memasukkan tombak Evan ke dalam rahimnya, ia menggeber tombak suaminya dari atas.

“Ahhh ... ahhh ... ouuuuh ... ahhh ... ouuuuh ... ahhh gila kamu Sabina, stop ... kamu baru selesai kuret, gak boleh berhubungaaaaan!"

“Ohhhh, aku gak peduli mas, ahhh ... ahhh ... hhh ... ahhh ... Ahhh ... ahhh."

“Ahhh ... ahhh Sabinaa."

“Iya mas, kenapa Sayang? Enakk ... ahhh genjodan aku?"

“Ssshhh jangan salahin aku Sabina, kamu yang mancing aku," ucap Evan.

Evan bak kemasukan setan, ia melempar bajunya lalu mengangkat Sabina dan menelungkupkan Sabina di atas kasur, ia memasukkan kembali tombaknya ke rahim Sabina dari belakang, menghentak kuat-kuat agar tombaknya tenggelam di dalam rahim istri pertamanya itu. Ia capung tengkuk Sabina hingga ke leher putih Sabina. Brutu Sabina ia tampar sehingga menimbulkan bercak kemerahan bekas tangannya.

“Ahhh ... ahhh ... ahhh ... ahhh ... Ahhh ... ahhh mas terus mas, enak Sayang."

“Nghh me-Q nya kedut-kedut ... mmhhh."

“Ahhh ... ahhhh terus Mas, jangan berhenti."

“Ahhh ... ahhh ... ahhh ... ahhh ahhh ... ahhh Sabina, nakal banget kamu."

“Mau keluar Mas, cepetin Sayang ... Ahhh ... ahhh ... Ahhh ... ahhh keluar Mas ... keluar ... Ahhh ... ahhhhhh."

Evan memiringkan tubuh Sabina dan langsung menggebernya kembali, ia genggam kencang kencang Dada Sabina, ia pelintir kismis keras Sabina dan ia cubit-cubit kismis itu hingga Sabina berteriak keenakkan.

“Ahhh ... ahhh mas, isep Sayang."

"SLURP ... SLURP ... SLURP."

“Nhhhh enak banget Mas, gigit Mas. AAhhh ... ahhhh iya Mas, yang kenceng Mas ... Ahhh ... ahhh ... Ahhh ... ahhh ... ouuuhh ... ahhh."

Tangan Evan turun menuju kacang imut Sabina, ia mainkan kacang imut itu sambil menggeber rahim Sabina dengan kencang.

“Ngahhhh ... jangan Mas ... ampun ... Ahhh ... ahhhhh."

“Enak dimainin gini? Hm?"

“Mmmhhh ... Ahhh ... ahhh Ahhh ... ahhh ... ouuuhh ... ahhhh."