NovelToon NovelToon
Adara'S Daily

Adara'S Daily

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Dosen / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Alunara Jingga

Tentang keseharian seorang gadis biasa dan teman-temannya. Tentang luka.
Tentang penantian panjang, asa dan rahasia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alunara Jingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Namanya Reyhan

Setelah memutus panggilan semalam, aku memang tak langsung tertidur. Entah mengapa, mataku sulit terpejam. Kilasan beberapa memori silam datang menghantam ketenanganku. Ingin berbincang dengan seseorang, tapi entah siapa. Lagipula sudah terlampau malam. Dengan setengah mengantuk, disinilah aku, diruang tunggu di terminal 3 domestik dengan tujuan Malang. Beruntung, panggilan untuk memasuki gate segera terdengar, akhirnya bisa tidur batinku.

Satu jam tigapuluh lima menit, akhirnya pesawat tiba di bandara Abdulrahman Saleh Malang. Antre bagasi yang lumayan lama, ku lihat, ada seseorang yang tak asing, namun entah siapa. Aku memutuskan untuk mengacuhkan dan fokus pada deretan tas, koper dan sejenisnya agar tak terlewat. Namun sepertinya ia mendekatiku.

"Ara? Kamu Ara bukan? Maaf nih kalo salah." Ia menyapaku, sementara aku mengeryitkan dahi, berpikir keras siapa lelaki tinggi didepanku ini. Aku menyerah dan menggelengkan kepala.

"Ini aku, Rey. Reyhan Alfian, teman sebangkumu dulu waktu SD," ucapnya lagi, tentu saja mengembalikan memoriku.

"Aaahh, Rey? Ini kamu? Kok tinggi?? Kok cakep?? Tadi satu pesawat kok ngga nyapa?"

"Aku nggak yakin itu kamu, sekarang kan pake kacamata, tapi tahi lalat di pipi sama dagumu itu yang bikin aku beraniin diri nyapa. Ternyata bener kamu, kamu mau kemana?"

"Ke sini aja, Rey. Kamu?"

"Ke Meru Betiri, Ra. Mau ada penelitian, proyek kerjasama. Di sana populasinya masih lengkap. Kamu ada kegiatan apa? Kalo free, yoklah ikutan!"

"Eh? aku emang mau kesana sih, Rey. Hayuklah. Tapi aku berangkat sama temenku, paling ini udah ditunggu didepan sana. Kamu mau bareng aja apa langsung go? Ada yang nunggu?"

"Ahh, aku janjian sama tim di Stasiun Malang pagi ini. Kamu berangkat kapan?"

"Ntar sore, nunggu Adit dateng. Biar lengkap semua personilnya. Yaudah, ntar ketemu di sana yaa ...."

"Yaudah, bagi kontaklah, Ra. Sini nomernya." Rey mengeluarkan handphone nya, aku menyebutkan nomor ponselku, dan teringat belum mengaktifkannya sedari turun pesawat tadi.

"Kamu belum nemu barangmu, Ra?"

Aku menepuk dahiku, keasyikan ngobrol, mungkin daypack ku terlewat, dan harus menunggu lagi. "Kelewat kayanya. Kamu kalo mau duluan, sok atuh, ntar disambung lagi ngobrolnya," ujarku.

"Ok, see you, Ara ...."

Aku segera mengaktifkan perangkat komunikasiku, aku yakin akan banyak pesan, tentunya dari para penggemarku di Lombok sana. Dan benar saja, baru menyala saja, notifikasi langsung ramai, ku hiraukan, aku berfokus pada ransel besarku yang sebentar lagi tiba di hadapanku, dan hap! Aku dapat. Ku tolak panggilan masuk dari Dwi, bersegera mencari kontak Vita. Memastikan ia datang menjemput sesuai janjinya,

"Halo, Vit? Kamu dimana? Jadi jemput kaga?"

"Iya, Ra? Kamu dimana? Udah nyampe?"

"Udah, roman-roman sih ini kamu masih dirumah ya?! Dasar mak lampir!"

"Hahahaa... Iya, Ra. Aku lho ga liat jam. Kamu mau dijemput apa langsung kesini sendiri? Nanggung ini lho, aku lagi bikinin sarapan."

"Ya udah deh, ntar aku kesitu sendiri, rumahmu masih belum pindah kan? Ini mau cari taksi langsung."

"Iya, masih tetep. Udah sering kemari, gausah dijemput juga tau daerah sini kok."

"Gigimu kering! Yang janji siapa pula?! Aku udah bilang gausah jemput, malah rusuh sendiri. Pas nyampe ujung-ujungnya disuruh dateng sendiri. Berasa jelangkung aku tuh. Yaudah aku berangkat nih."

Aku menyudahi panggilanku dan menyebutkan alamat ke supir taksi di depanku. Ku buka aplikasi pesan hijauku, sudah puluhan notif, ku buka dari paling bawah, Mas Azis, ku kirimkan pesan bahwa aku sudah berada di Malang, ku yakin saat ini ia tengah berada di ruang operasi. Lalu Mbak Neni dan terakhir Mas Dwi. Ku baca dan aku menyemburkan tawa.

Firdaus Dwi

Bangun Ay, siap² gih

Jangan lupa sarapan

Mandi juga, biar orang di deket kamu nyaman, eh tapi gausah deh.

Kamu kalo dandan jangan cantik², ntar sainganku malah nambah!

Kamu ga aktifin hp pasti, take care, Bae. Safe Flight, Ay

Tapi belum berangkat ya, gapapa deh, kan do'a ya

Jangan ganjen disana, buka sekalian kacamatanya, biar muka orang pada ngeblur, jadi aman dunia persilatan.

Eh, jangan deh, ntar nabrak. Kalo yg nabrak cakep ntar malah ada saingan.

Ay, dicariin Emr, kasi tau gak nih?

Aku bilang kamu ke Malang, Ay, ke anak anak. Ga papa ya, kasian mereka pada ga tenang. Kamu buka aja blokiran mereka

Aya...

Adara Eka Mentari

Kapan kita sah?

Ay, gue kangen lhooo

Lagi ngumpul gini tapi gada kamu tuh beda ya ternyata, kaya ada yang ilang. Auto play lagu ipang nih, ada yang hilang.

Ay, lagi apa?

Masih nge fly lu yak?!

Belom nyampe, Ay?

Ay, kapan pulang?

Ay, aku susul yak

Tapi besok anak² udah mulai UAS, ya nasibbb ....

Abis ini jangan kemana mana tanpa aku ya, Ay. Pokoknya kamu pulang kalo perlu langsung ke KUA, gue kekepin lu!

Kok belom aktif juga?

Heh, kamu lagi apa sampe ngereject telpon Mas?!

Telponan sama siapa sih? Aku kalo cemburu serem loh

Yaudah, aku ngambek aja nih

Gausah nelpon lagi, aku mau nyari bini ke dua!

Astaga, ini si Dwi kerasukan setan apa? Random banget, ku telpon, tak juga diterima. Bah, sudah tua masih ngambekan. Ku tekan dial sekali lagi, tujuh kali deringan tak juga di jawab. Ya sudahlah, mungkin beneran lagi keluar nyari bini pikirku. Tak perlu waktu lama, aku sampai di rumah Vita, karena memang tak jauh dari lanud.

"Araaaa... itu pipi kok makin berkembang? Dikasi baking powder berapa kilo? Tapi badan lu segini aja, bagi tips diet please!"

"Dasar lidah tak bertulang! Bukannya nyambut pake karpet merah malah nanya tips diet! Gue kutuk jadi langsing, mau?!"

"Mau bangetlah ... Kutuk daku, Ibu Perib.... Ahahahaa, karpetnya lagi di jemur, Ra. Noh." tunjuknya ke arah jemuran multifungsi, aku tertawa pelan.

Ah, sudah lama rasanya tidak tertawa lepas. Disini, aku bebas berekspresi tanpa harus memikirkan hal lainnya. Ditempat ini, Malang, selalu berhasil mendinginkan setiap emosi dan hawa panas dalam diriku. Tak sabar rasanya menyibukkan diri ditengah dekapan angin dan rimbunnya dedaunan. Sungguh pilihan yang amat tepat, Ara.

"Jadi perginya jam berapa, Vit?" tanyaku sembari menghempaskan badan di sofa ruang tamu.

"Sore, sekitaran jam setengah lima. Adit dateng jam tiga. Kumpul di sana aja biar sekalian berangkat," jawabnya sembari menyodorkan gelas berisi wedang jahe hangat, masih ingat juga dia kesukaanku.

"Baiklah... Udah packing? Stok cemilan cemana, Vit? Abis ini ke Indoapril depan yak, aku belom nyetok."

"Beres, bos. Aku udah packing, sarapan dulu baru ke depan, aku juga belom nyetok, lumayan lama juga kita di hutan. Kamu yang bayar yaa." Dia menyeringai, aku mencebik.

"Iyee, sans, tadi dah dikirimin tambahan buat beli jajan kata Mas Azis."

"Si Mas Dwi apa kabar? Ngga nambahin jajan juga?"

Aku melotot. "Yekaliiii, aku siapanya dia sampe dikasi uang jajan? Berasa jadi sugar baby ga tuh, ahahaha ...."

"Yehh, kali-kali dinafkahin sedari dini. Syarat jadi sugar baby Mas Dwi apa ya, Ra? Aku jadi pengen daftar, udah mah muka sedep banget dipandangin, cerdas, mapan, tajir tujuh turunan, kok ya masih jomblo bae," ujar Vita, aku tertawa, dan kebetulan saat ini tengah membuka aplikasi kamera, ku rekam sekalian dan ku kirimkan ke Mas Dwi.

Firdaus Dwi

Nih, ada yang daftar jadi sugar baby kamu, Mas. Ga perlu susah nyari bini ke dua, nih yang pertama aja udah menyerahkan diri.

Terkirim, centang dua abu-abu. Aku segera menyambut tawaran Vita untuk sarapan. Aku memang lapar, karena sedari pagi belum sempat sarapan. Tak lama, handphone ku berdering dari arah ruang tamu, Vita bilang,

"Ra, Firdaus Dwi video call nih!"

"Angkat dulu, Vit. Aku kalo ngomong sama dia pas sarapan gini malah ga abis-abis ntar, kalo ga di jawab malah ngambek pula," jawabku dan terus mengunyah. Tak ada jawaban, entahlah, mungkin lagi ngobrol. Saat suapan terakhirku, Vita datang.

"Ini lho mas, si Ara. Udah selese sarapannya," ujarnya seraya menyerahkan handphone-ku.

"Udah dapet?" tanyaku singkat.

"Apanya?" ia balas bertanya.

"Katanya mau nyari istri, udah dapet? Kalo belom nih, temenku juga jomlo. Mau daftar jadi sugar baby katanya." Aku terbahak.

"Hah? Tampang daku macem sugar daddy ya?"

"Aya ga ngomong, Mas. Vita noh!"

"Yeuu, aku heran aja sih, kenapa bisa jomlo, padahal surplus gitu," ucap Vita, aku tertawa semakin keras.

"Surplus beras, Vit? Jodohnya masih belum keliatan hilalnya. Mungkin masih jadi yayangnya orang," jawabku asal.

"Kamu diem-diem ada yayang, Ay? Jahat bener," sambar Mas Dwi.

"Heh Jenal, ga ada ya aku ngomong gitu!" tukasku.

"Udahlah, sama-sama jomlo dilarang cekcok," lerai Vita. "Tapi nih ya, aku mau kenalin Ara sama temenku, mungkin aja jodoh. Kalo jodoh bisa tinggal disini juga. Gimana?" lanjutnya lagi.

"Nggak boleh!" tegas Mas Dwi.

"Ngga ah, males," jawabku singkat.

"Ngga asik ah, kelamaan jomlo ya gini. Setuju aja sih."

"Kenapa harus? Jomlo aja aku bahagia kok," jawabku.

"Kan biar ada yang perhatiin, yang sayangin."

"Ngga perlu, ada doi kok." Tunjukku dengan dagu ke arah handphone.

"Kalo cuma perhatiin sama sayangin sih, masih ada aku, Vit," sambung Mas Dwi.

"Kan cuma temenan. Ga bisa diajak kesana kemari, ga bisa dikenalin jadi orang spesial," bantah Vita, memang, jika ia sedang berargumen, ia akan bertahan sampai akhir.

"Semua yang kamu sebutin udah dilakuin dia, jadi buat apa punya pacar?"

"Kecuali di nikahin" bantah Vita lagi.

"Bakal aku nikahin kok, bentar lagi. Alasanku jomlo sama kaya Aya, aku udah ada dia, kenapa harus pusing sama orang baru yang masuk di hidupku?! Mending sekalian aja, udah paham luar dalem ini. Pokoknya gausah dikenalin, sampe ku denger, ku seret kamu ke depan penghulu hari itu juga!" ancam Dwi padaku, aku cengengesan, Vita tertawa.

"Ngancem teross, padahal tadik katanya pergi nyari istri. Dapet?"

"Ngga, Ay. Becanda doang, tadi abis nganter Ian nyari celana. Ngapain nyari kalo kamu aja ga abis-abis."

"Hilih, gi ibis-ibis," cibirku.

"Berantem teros... Ayo, jadi gak ini ke indoapril? Keburu siang, panas."

"Jadi... Mas, Aya belanja dulu yak. Mau nyetok amunisi," pamitku.

"Duit masih ada? Ntar Mas kirimin buat belanja. Jangan sampe laper ya, jangan ngerepotin Vita juga!"

"Duitnya banyakan ya, Mas." Cengirku.

"Iye, cukuplah buat sebulan jajan. Bulan depan dikirimin lagi."

"Makasi jodoh orang...! Assalamualaikum." Aku memutuskan panggilan tanpa menunggu jawaban, tak akan ada habisnya jika diteruskan.

Aku dan Vita gegas ke indoapril, memilih yang akan kami bawa. Setelah selesai, kami langsung pulang.

"Sayang banget ya, ga bisa bawa es krim ke sana." Vita yang merupakan pencinta es krim memulai keluhan.

"Bisa, kamu bawa dah itu freezer, colokin ke lubang idung macan yang di sana," sahutku asal.

"Ngadi-ngadi emang ini anak manusia satu! Eh ngemeng-ngemeng nih, kamu kok B aja waktu Mas Dwi ngajakin nikah? Ga baper?"

"Kagak! Udah kebal. Dari dulu kan emang sering ngomong gitu. Ga cuma Mas Dwi, empat homo sapiens lainnya juga gitu. Kenyang aku tuh kalo sekedar diajakin nikah," jawabku.

"Serius? Tapi bukannya udah pada nikah?"

"Yekan duluuuu, kalo ngomong sekarang, ya yang ada aku tinggal nama doang kayanya. Dua udah laku, satunya lagi LDR, sisanya jomlo abadi."

"Hahaha... Makanya si Mas ditumbalin buat jadi jodoh lo? Karena mereka ga bisa nikahin lo kaya omongan mereka?"

"Ngga kepikiran kesana sih, tapi kayanya iya. Baru kusadari~~" Aku menjawab dengan nada, sedang Vita hanya terbahak.

1
Anjan
gitu dong, ngaku!
Anjan
Slice of life nya dapat banget, humornya juga dapet. Semangat, Kakak author!
Anjan
enteng kali si jule
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!