#ruang ajaib
Cinta antara dunia tidak terpisahkan.
Ketika Xiao Kim tersedot melalui mesin cucinya ke era Dinasti kuno, ia bertemu dengan Jenderal Xian yang terluka, 'Dewa Perang' yang kejam.
Dengan berbekal sebotol antibiotik dan cermin yang menunjukkan masa depan, yang tidak sengaja dia bawa ditangannya saat itu, gadis laundry ini menjadi mata rahasia sang jenderal.
Namun, intrik di istana jauh lebih mematikan daripada medan perang. Mampukah seorang gadis dari masa depan melawan ambisi permaisuri dan bangsawan untuk mengamankan kekasihnya dan seluruh kekaisaran, sebelum Mesin Cuci Ajaib itu menariknya kembali untuk selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Gerbang Ibukota.
"Aku adalah penyelamatmu, Tuan Jenderal Xian,” ujar Kim. Xian menarik napas panjang, ekspresinya melunak, menjauhkan persona Dewa Perang yang dingin dan terisolasi.
“Sebutlah engkau dengan gelarmu yang baru, Tugas Suci dari langit,” balas Xian, kepalanya bersandar sejenak di punggung Kim. Tubuhnya kini sepenuhnya ringan, seolah kekuatan racun telah terkuras habis. “Tubuh ini, yang seharusnya tumbang dan tiada, kini memiliki ikatan budi yang teramat agung kepadamu. Saya wajib melaksanakan komando balasku yang mutlak kepadamu.”
Kim bergerak mundur selangkah, melepaskan dirinya. Kehangatan di dadanya berganti dengan kebutuhan pragmatis. “Maka, silakan Tuan meluluskan diriku. Engkau wajib memberikan komando kepadamu, agar aku segera keluar dari Kediaman ini. Saya sudah berjanji, Jenderal harus mendapatkan istirahat yang sesungguhnya.” Ia meraba cermin saku ajaib di saku, waspada jika ada musuh baru — kebiasaan di kediaman kuno ini.
Jenderal Xian berdiri, tinggi badannya menjulang dengan autoritas Dewa Perang yang kembali normal. Hanya balutan perban tipis dari kain modern yang menandakan dia pernah berada di ambang maut. Dia merangkul lengan Kim, gerakan yang memancarkan kepemilikan. Kim tersentak.
“Komando itu adalah komando final yang wajib Anda dengarkan,” jelas Xian. “Tepat pada sore hari ini. Seluruh prajurit harus segera berkemas. Kami akan bergerak kembali ke Ibukota Kerajaan Kedamaian Naga Langit.”
Kim mengerutkan dahinya, matanya menunjukkan ketidakmengertian. “Engkau baru saja pulih, Jendral. Perjalanan sejauh ratusan mil harus menunggu! Anda harus menunggu setidaknya tiga hari lagi. Tubuh Tuan niscaya masih belum menerima efek total dari pil-pil level A itu.”
“Itu adalah keputusan politik, bukan kesehatan semata, Gadis Laundry,” kata Xian, suaranya kini dingin. Dia menariknya lebih dekat. “Saya memiliki musuh politik yang jauh lebih jahat dibandingkan musuh di medan perang. Mereka mengira saya telah mati atau terluka parah. Keterlambatan kedatangan adalah hadiah bagi para tikus politik busuk, terutamanya Perdana Menteri Yong.”
“Lalu, bagaimana peran saya?” Kim menuntut. “Saya hanya seorang petugas laundry yang secara kebetulan diselamatkan Tuan di medan perang. Tidak ada ruang bagiku di dalam kemegahan Ibukota. Silakan engkau berbohong mengenai kepulihan yang ajaib itu, tetapi jangan libatkan saya. Saya niscaya hanya membawa bencana sosial kepadamu.”
Xian menghela napas, melepaskan tangan Kim. Jari-jari besarnya meraih dagu Kim dan memaksanya menengadah, matanya penuh keinginan untuk mempertahankan yang mutlak. “Engkau adalah pelindung baru saya yang terhormat. Seluruh prajuritku menyaksikan keberanianmu. Mereka mengetahui kemutlakan caramu untuk menyelamatkan hidupku. Sekarang, peran Anda telah berubah. Engkau wajib menjadi seorang tabib dan konsultan bagi diriku. Anda harus berjalan kembali bersamaku. Bukan sebagai tawanan perang, tetapi sebagai kekasih baru dari Dewa Perang Kerajaan.”
Kim menahan napas, rasa panas menjalari lehernya. Pengakuan ini melanggar seluruh hierarki Dinasti kuno yang ia yakini — yang hanya akan membawa kematian atau bencana yang lebih besar dari racun. “Engkau wajib menghentikan itu. Anda akan menghancurkan reputasi baikmu! Bagaimana seluruh prajurit harus menundukkan kepalanya kepada seorang gadis asing yang mereka ketahui dengan julukan ‘Penyihir Kain Kotor’!” Dia berusaha menahan getaran di suaranya; perjuangan melawan bangsawan kini berada di depan mata.
Tepat saat itu, pintu terbuka keras. Letnan He melangkah masuk, memejamkan mata di ambang pintu tenda yang terang sebelum membuka matanya yang penuh cemas. Matanya terkejut melihat Jenderal Xian berdiri tegak, memegang lengan seorang gadis asing.
“Komandan!” kata Letnan He, suaranya formal dengan campuran hormat, syok, dan ketidaksetujuan. Dia berdiri di ambang pintu, menangkis prajuritnya agar tetap di luar. “Anda pulih! Saya tidak percaya kekuatan obat sihir dari Nona asing ini! Ini sungguh mustahil! Tetapi sekarang Anda telah siap kembali, hal yang sungguh tidak logis adalah keputusaanmu untuk membawanya kembali ke Ibukota Kerajaan!”
“Mengapa kau menganggap bahwa keputusanku untuk membawanya bersamaku ke Rumah Peninggalanku di Ibukota sebagai hal yang teramat tidak logis, Letnan He,” tuntut Xian, alisnya terangkat menunjukkan rasa tidak sabar terhadap loyalitas yang membingungkan. Jelas dia sudah bertekad kuat.
Letnan He memejamkan mata, rasa hormat militernya diadu dengan logika politik yang dingin. Dia maju selangkah. “Komandan. Saya memohon kepada Anda untuk meninggalkan semua pikiran absurd ini. Kita harus mempertahankan hierarki. Nona Xiao Kim adalah penyembuh ulung, tetapi posisinya terlalu lemah! Ibukota saat ini penuh hukum tidak tertulis.”
“Perdana Menteri Yong adalah musuh utamamu. Bahkan setelah konspirasi busuk itu gagal total. Yong memiliki anak gadis tunggal, yaitu Putri Yong Lan! Putri Yong Lan adalah gadis cantik yang sedang mengejar seluruh hati Tuan! Yong telah mendapatkan legitimasi suksesi dan seluruh bangsawan besar telah melihatnya sebagai pengantin masa depan Tuan Dewa Perang! Jika engkau datang dengan seorang gadis tanpa garis darah bangsawan, seluruh Ibukota niscaya akan menghujatmu, Tuan! Mereka niscaya akan menuding dirimu sebagai orang asing yang telah tersesat dari jalurnya yang suci!” Letnan He mendesis. Kim melihat ketakutan dan kegelisahan yang sama pada wajah He — rasa takut yang beraroma dingin dan kering, menyelimuti mereka.
Kim melepaskan dirinya dari Xian, menyadari kebenaran mutlak dari perkataan Letnan He. Ini bukan intrik kotor dan lucu di medan perang yang sepi, melainkan permainan status yang sangat tajam dan mematikan. Ancaman politik yang diutarakan He jauh lebih kejam dari racun ganas itu sendiri. Perdana Menteri Yong tidak akan hanya meracuni Jenderal — dia akan menghancurkan sang penyelamat dengan gosip busuk dan makar legalitas yang kotor.
“Aku sudah menyadari resikonya, Letnan He. Silakan engkau beranjak dari hadapan kami sekarang,” ujar Kim, jantungnya sakit. Ia mulai menerima konsekuensi politik dari keputusannya untuk tetap berada di sisi Jenderal Dewa Perang yang sombong.
Xian menghela napas, kembali merangkul Kim dengan kelembutan yang tak pernah ia miliki. Sentuhannya kini berbeda dari ancaman di masa lalu — penuh kasih sayang dan keposesifan. “Saya wajib memutuskannya sendiri, He. Tugas utama saya adalah memastikan nyawa Kim aman di dalam kediamanku yang paling terpencil. Kami tidak dapat menyia-nyiakan keberanian yang telah dia tampilkan bagiku.”
“Keamanan? Mengapa keamanan itu harus bersembunyi dari Ibukota, di belakang dinding kayu itu?” He menuntut, ekspresinya melunak menjadi keputusasaan murni. “Tuan tidak sadar, Nona Kim akan menjadi pion politik. Mereka akan menuduhmu pemimpin kudeta selanjutnya!”
“Kami akan menghadapi kudeta itu! Jangan mencoba bernegosiasi lagi, He,” Xian mengakhiri perdebatan, nada suaranya menguasai dan menenangkan He yang gemetar. “Nona Xiao Kim adalah aset taktis, ia wajib menjadi konsultan pribadiku! Engkau tidak mengetahui kekuatannya dalam membaca peta dan prediksi perburuan. Hanya dialah satu-satunya yang mampu memberiku jawaban yang utuh.”
Letnan He tunduk. “Aku patuh pada seluruh titahmu, Komandan Xian. Apabila Ibukota sudah siap dengan fitnah. Anda harus bertanggung jawab.” Dia menunjuk pintu, menunjukkan seluruh prajurit yang telah siap dengan segala rute evakuasi. “Mari Tuan, siap untuk perjalanan panjang!”
Jenderal Xian berbalik ke Kim, tangannya yang hangat menyentuh lengan. “Perjalanan kita kini dimulai. Ibukota sedang memanggil Dewa Perangnya. Engkau akan bersamaku, Xiao Kim. Bukan lagi hanya di medan perang yang penuh kekacauan dan panah kotor, tetapi di Istana, tempat seluruh pertarungan politik terjadi di belakang tirai sutra yang teramat indah.” Matanya menunjukkan janji kepemilikan.
“Saya merindukan Mesin M19 dan bilik laundry-ku,” Kim mengaku, suaranya tipis dan hampir lenyap. Perjalanan panjang ini akan menghabiskan semua kekuatan antibotiknya. Dia khawatir, tetapi sadar bahwa cintanya pada Jenderal ini lebih agung dibandingkan kenyamanan dan gaji bersih.
Xian membawa Kim ke keretanya — kereta besar berlapis kayu mahal dengan bantal beludru sutra. Mereka menyamar sebagai pemimpin militer, membawa seluruh tentara dalam keadaan siaga penuh. Kereta bergerak cepat ke Ibukota Kerajaan.
Kim kini berada di samping Xian yang berpakaian zirah lengkap, sang Jenderal agung tampak bangga dengan pakaian perangnya. Ibukota tampak jauh lebih besar dari yang ia saksikan di malam-malam awal — ini adalah Dinasti Naga Langit, di zaman penuh kekejaman dan keindahan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pintu Gerbang Kota yang tinggi, kokoh, dan menjulang ada di depan mata. Bentuknya melengkung, mengundang bayangan ribuan cerita, peperangan, dan intrik masa lalu yang tak pernah ia saksikan. Arsitekturnya mengagumkan. Xian memegang tangan Kim, mengamati ketenangan yang tampak pada wajahnya.
“Kota itu adalah warisan hidup. Ibukota telah lama berdiri di sini. Mengapa Anda gemetar,” tanya Xian, suaranya jauh lebih lunak dibandingkan ketika memerintahkan prajurit.
“Saya gemetar bukan karena takut akan gerbang. Tetapi Ibukota adalah medan perang terbesar. Jauh lebih brutal daripada serangan panah dan kapak. Ibukota menuntut kepatuhan yang sangat mutlak kepada seluruh aturan tidak tertulis mereka, dan saya melanggar seluruh aturan itu. Jikalau Yong mengetahui aku adalah penantangmu. Aku akan tewas dibantai. Tanpa perlu pedang atau racun. Hanya melalui keangkuhan dan arogansi kotor,” ujar Kim, menguatkan dirinya. Ia mengamati gerbang yang dipenuhi sejarah, yang memunculkan keangkeran.
“Aku sudah mengatakan kepadamu. Engkau berada di sisi saya, dan tidak ada satu pun orang di Istana itu, termasuk Yong dan Putri Yong Lan, yang akan berani menentang diriku secara langsung! Kau wajib menyadarinya. Anda adalah Dewi. Aku telah berjanji,” balas Xian, tatapannya membara menembus jiwa Kim.
Kim meraih cermin saku ajaib yang terselip di sakunya, ingin melihat Ibukota sekali lagi melalui mata sihir. Bayangan di cermin, yang muncul sangat cepat, hanya menunjukkan darah dan sutra — kontras visual yang teramat jahat, jauh lebih suram daripada medan perang. Dia sadar, intrik Ibukota jauh lebih kejam.
Kim memejamkan matanya, menguatkan janji dirinya. Perdana Menteri Yong, Putri Yong Lan, Ibu Permaisuri — semuanya adalah entitas kuat yang siap menerkam, karena Xian adalah Dewa Perang paling kuat. Kini mereka punya kelemahan baru: kelemahan yang berwujud seorang gadis asing yang mudah diserang!
“Kami akan masuk sekarang. Engkau wajib berhati-hati, Jenderal,” Kim berkata, meraih pedang besar Xian yang bersandar di dinding kereta. Ia membiarkan dirinya terpapar aroma besi untuk menghilangkan rasa takut.
Xian membalikkan tangannya, memutar tubuhnya di atas sutra. Dia meraih seluruh telapak tangan Kim dengan tangan besarnya — genggaman kaku dan posesif. Tubuh mereka saling bersentuhan. Kim tahu: ia akan aman hanya di sisi Xian.
“Saya berjanji,” bisik Xian, memajukan wajahnya hingga hampir bersentuhan dengan dahi Kim, matanya mengunci mata Kim. Dia bisa merasakan setiap denyut urat nadi Xian. Keperkasaan Xian memancarkan kepercayaan yang absolut. “Saya telah kembali dari maut hanya untuk dirimu. Aku akan memusnahkan seluruh nyamuk busuk yang berusaha mengambil dirimu dari sisiku, Xiao Kim! Ini adalah sumpah. Engkau adalah penyelamatku. Engkau wajib menjadi kekasihku.”
Kim melihat kegelapan ibukota yang telah memanggil nama mereka. Xian menggenggam tangannya sangat erat — ia tidak bisa lari lagi. Ia memilih cinta, dan kini harus menerima risiko terbesarnya. Xian tidak boleh lengah sedikitpun.
“Jikalau Anda berjanji. Maka saya berjanji akan menjaga Tuan tetap aman dari seluruh penghinaan yang mutlak! Silakan kita melangkah, Dewa Perang Kerajaan Kedamaian Naga Langit. Kita akan hadapi Putri Yong Lan itu. Silakan ajak seluruh prajurit terbaikmu. Mereka harus percaya: Anda telah memilih seorang gadis dari seberang dimensi! Dan gadis itu adalah petugas laundry. Aku akan bersemayam di Kediaman Jenderal, dan tidak akan keluar.” Kim bersumpah.
Pintu kereta terbuka dengan jeritan yang aneh. Suara dengungan Ibukota memasuki tenda, udara berbau cuka dan kembang. Mereka telah sampai. Kim melepaskan genggaman Xian, tetapi Xian tidak melepaskan dia — memilih memegangnya erat-erat untuk menunjukkan kepemilikan yang mutlak.
Kim tersentak, tangannya disandera oleh Dewa Perang Kerajaan. Ia sudah berada di ambang keputusan. Konflik telah terjadi, dan pertarungan sengit di Ibu Kota akan segera berkecamuk! Ia harus menyiapkan dirinya. Karena Letnan He, kini melihat Xian menarik gadis laundry di hadapan pandangan semua prajurit, menjerit kecil di samping. Kim sadar, dirinya sudah berada di tengah medan perang baru: perang politik!
Kim mendongakkan kepalanya ke depan, memandangi gapura megah yang berukiran naga — Gerbang Kota Naga Langit. Ia kini harus berjalan berdampingan. Seluruh kehidupan modernnya kini berada di garis belakang, tertinggal. Kim menyadari, bahwa rasa cinta dan tanggung jawabnya kepada Jenderal Xian akan menarik dirinya lebih dalam. Xian harus menjadi satu-satunya pelindung Ibukota yang Kim rawat dengan teknologi paling brutal di Abad ke-21.
“Silakan masuk ke gerbang itu, Jenderal Xian,” Kim memohon. Xian hanya memeluknya dengan erat, kemudian membalikkan tangannya ke bahu Kim, menekan dia dalam pelukan intim. Ia tidak takut akan risiko, karena Kim berada di sisinya — harus menunjukkan kepemilikannya. Pria besar dan kokoh itu bergerak maju. Di hadapan gerbang utama, seluruh pandangan orang melihat Jenderal Xian datang, sembuh total dari kematian, dan ia datang bersama seorang gadis aneh!
Wajah Xian menyeringai puas, menikmati kecemasan dan kebingungan di mata prajurit. Jantung Kim berdebar — dia sudah di pusat krisis baru.
Xian telah membuat sebuah pengakuan agung dan tak terbantahkan: cinta sejatinya, bukan politik murahan, akan bersemi di Dinasti Naga Langit!