Mengkisahkan Miko yang terjebak lingkaran setan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Romi Bangun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MASIH
Penjudi sering berkata mereka belajar dari kekalahan.
Padahal yang benar, mereka hanya belajar mencari alasan baru.
Termasuk aku.
“Cuma sebentar,” katanya.
"Cuma coba-coba," pikirnya.
Seolah waktu bisa dimatikan sesuka hati. Kami lupa bahwa kehancuran jarang datang dengan teriakan.
Kehancuran datang sambil berbisik, saat rasa aman mulai terasa wajar.
Karena yang paling berbahaya bukan saat segalanya runtuh, melainkan ketika semuanya terlihat terkendali.
Di sanalah kewaspadaan mati perlahan, dan keyakinan palsu tumbuh subur.
Penjudi tidak hidup dari kemenangan, melainkan hidup dari kemungkinan.
Dari satu persen harapan yang terasa lebih nyata daripada sembilan puluh sembilan persen kehancuran.
Dan ketika kami kembali melangkah ke titik yang sama, kami tidak menyebutnya jatuh.
Kami menyebutnya mencoba lagi.
-
Seminggu berlalu setelah hari terakhirku bekerja. Kini statusku secara resmi berubah menjadi pengacara.
Pengangguran banyak rencana.
Aku terbangun di siang hari. Waktu yang bahkan sekedar mengirim email saja tidak pantas.
Sebenarnya aku sudah komitmen berkali-kali untuk bangun pagi.
Tujuannya agar bisa lebih awal datang ke BKK, Yayasan, atau mungkin untuk sekedar mengirim email.
Ternyata sulit. Padahal saat masih bekerja, bangun pagi itu sudah seperti jadwal paten.
Bahkan ketika aku tidur dua jam saja, aku tetap bisa bangun pagi tanpa terlambat.
Mungkin karena suasananya berbeda.
-
Waktu sudah sore, aku berjalan pulang dari warteg setelah makan. Di tengah jalan aku bertemu dengan Dani.
Aku dan dia kenal karena sesama perantau.
"Mik? Udah abis?" sapa Dani.
"Yoi Dan, udah seminggu gue gak kerja." jawabku santai.
Basa-basi singkat, kemudian lanjut pulang.
Sesampainya di kos aku kembali berbaring di kasur. Sambil melihat langit-langit kosan dan sesekali berguling kanan kiri.
"Bosen banget..." batinku.
Tapi walau bosan, rasanya cukup nyaman.
Saat menyalakan ponsel aku mendapati ada pesan. Dari teman, kekasih, dan grup WA yang tidak jelas isinya.
"Kayaknya ada yang kurang deh..." batinku.
"Ohhh iya, hutang gue udah lunas ya."
Aku baru teringat. Hutang pinjol ku sudah lunas. Walaupun ada satu aplikasi yang gagal bayar, setidaknya pesan ancaman sudah sirna.
Wajahku tersenyum. Dalam posisi nyaman, perut kenyang.
"Ternyata hidup gue masih beneran aman..." ucapku sambil pindah posisi tiduran.
Tak banyak yang ku lakukan. Sekedar scroll sosmed. Apply lamaran kerja dari website dan mengirim email walau sudah telat.
"Seenggaknya ada usaha.." gumamku.
Namun senyum ku tak bertahan lama. Aku tetap merasa bosan dan pastinya... hampa.
Hari-hari tanpa bekerja. Tak ada lagi kejar produksi. Tak ada celotehan dari atasan. Tak ada nongkrong bareng.
Sepi... tapi semakin semangat untukku segera mencari kerja.
"Tau-tau udah malem aja.."
Langit mulai gelap. Cahaya matahari senja berubah menjadi petang. Aku pun beranjak menyalakan lampu, kemudian berbaring lagi.
Seminggu yang sama sekali tak produktif.
Bahkan pinggangku saja terasa lelah walau cuma tiduran. Aneh.
Lanjut scroll, teringat beberapa planning atau rencana yang pernah ku buat dulu.
Beli sparepart modifikasi motor. Baju baru bergambar anime kesukaan. Komik atau manga yang hanya tersedia versi buku fisik.
Ya, rencana yang gagal. Karena judi.
"Kalau dulu gak nurutin ego, pasti udah ke beli semua tuh barang." dari posisi berbaring aku terduduk.
Masih memegang ponsel, tapi kini beralih ke aplikasi shoping. Aku mencari harga sparepart yang dulu ingin ku beli.
Type Velg Racing Alumunium CNC, harga promo: Rp 1.599.999
"Njir, malah ketemu harga promo," ucapku.
Aku pun membuka mobile banking dan memeriksa saldo. Masih tersisa empat juta sembilan ratus.
"Kalau gue beli, buat pegangan makin tipis ntar.." berpikir sejenak.
"....gak usah lah." tegas ku.
Tapi diantara rencana gagal dan rasa ingin punya, muncul satu bisikan kecil.
Tumbuh perlahan, pasti, nyata, namun mematikan.
"Kalau cuma main seratus bisa kali ya..."
"Nanti kalau menang buat beli velg, kalau kalah yaudah sih cuma seratus"
Remeh.
Sampai kusadari itu bukanlah bisikan. Namun hasrat terpendam dari diriku sendiri. Aku yang berbisik, aku pula yang menentukan.
Nantinya, aku pula yang menyesal. Pikirku.
"Ah, jangan seratus lah. Lima puluh aja udah aman banget..."
-
-
-
Deposit Rp50.000 via QRIS telah berhasil
"Apa itu kalah. Cuma lima puluh itu bukan kalah,"
".... tapi cek ombak."
Aku kembali kepada situs itu tanpa upacara. Tidak ada ledakan perasaan, tidak ada rasa bersalah.
Hanya perasaan seperti membuka pintu lama yang engselnya berderit pelan karena terlalu sering dilalui.
Simbol-simbol itu menyambut seperti kenalan lama.
Huruf-huruf China berwarna emas, naga yang tersenyum tanpa mata, koin yang berkilau palsu.
Dan tentunya, simbol SCATTER unik yang dulu selalu ku tunggu.
Merah menyala di mana-mana, warna keberuntungan, kata mereka.
Bagiku, merah itu lebih mirip peringatan yang sudah terlalu sering ku abaikan.
Musik mulai mengalun. Nada ceria yang dibuat berulang, seakan ingin menipu waktu.
Suara yang terlalu riang untuk ruangan tanpa jendela. Dan terlalu hidup untuk sesuatu yang sebenarnya mematikan.
Jariku bergerak sebelum pikiranku sempat memberi izin.
Spin.
Sekali lagi.
Dan lagi.
Setiap putaran seperti detak jantung buatan. Rasanya cepat dan teratur. Tak peduli apakah aku masih bernapas atau tidak.
Di titik tertentu, aku tidak lagi melihat angka. Saldo bukan lagi uang. Mereka berubah menjadi waktu.
Berapa lama aku bisa bertahan di sini sebelum sadar, dan berapa lama lagi sebelum aku lupa.
Aku duduk diam, menatap layar yang terus bergerak.
Tidak berharap menang.
Tidak takut kalah.
Hanya tenggelam.
Seperti seseorang yang berhenti melawan arus, bukan karena lelah… tapi karena airnya terasa hangat.
Aku terlalu sadar sebenarnya bahwa slot bukan tempat aku mencari uang.
Dia adalah tempat untuk aku menghilang sementara, tanpa harus menjelaskan apa pun kepada dunia.
Saldo naik turun tanpa tujuan yang jelas.
Naik tiga ratus, turun ke tiga puluh.
Naik lagi ke dua ratus, turun lagi ke lima puluh.
"Balik modal.." gumamku.
Waktu seakan berhenti, memberiku panggung megah setelah rehat sebentar.
Pasang bet dua ribu, spin sepuluh kali.
Naik bet empat ribu, spin manual lima kali.
Tak perlu diajari, aku sudah begitu paham ritme. Setidaknya itulah yang ku pikirkan saat ini.
Pemikiran sesaat yang membuatku lupa bahwa aku juga berkali-kali ditipu.
Naik bet sepuluh ribu, cukup besar. Saldo masih tersisa seratus tiga puluh ribu.
Spin.
Spin.
Dan spin.
Setengah jam tanpa terasa telah berlalu. Hasilnya tentu saja kosong.
Meski begitu, hatiku biasa saja. Tidak kurang tidak lebih. Terlalu biasa untuk seorang yang pernah jatuh ke dasar jurang.
"Yaudah sih, cuma lima puluh."
"...berarti emang belum rezekinya buat beli velg baru.."
Dan seperti biasa, kebohongan itu terdengar masuk akal, selama aku yang mengucapkannya.