NovelToon NovelToon
I Want You

I Want You

Status: tamat
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Romantis / Office Romance / Cintapertama / Tamat
Popularitas:19k
Nilai: 5
Nama Author: Mapple_Aurora

Pengkhianatan yang dilakukan oleh tunangan dan kakak kandungnya membuat Rada mengambil keputusan untuk meninggalkan New York dan kembali ke Indonesia.

Pernikahan yang gagal membuat Rada menutup hati dan tidak ingin jatuh cinta lagi, tapi pertemuan dengan Gavin membuatnya belajar arti cinta sejati.

Saat Gavin menginginkan sesuatu, tidak ada yang bisa menolaknya termasuk keinginan untuk menikahi Rada. Ia tahu hati Rada sudah beku, tetapi Gavin punya segala cara untuk menarik wanita itu ke sisinya.



Cerita ini murni ide penulis, kesamaan nama tokoh dan tempat hanyalah karangan penulis dan tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 8

Sinar matahari menembus tirai putih tipis, menorehkan garis-garis hangat di atas seprai. Rada mengerjap pelan. Kepalanya berat, mulutnya kering, dan rasa logam pahit masih menempel di lidah. Ia menggeliat pelan, lalu mendapati sesuatu yang aneh, ruangan ini bukan miliknya.

Dinding abu-abu, rak buku rapi, aroma kopi dan kayu... semuanya asing. Dengan cepat ia bangun, memegangi kepala yang berdenyut.

“Apa… ini bukan kamarku?” gumamnya pelan.

Ia menatap sekeliling, lalu matanya tertumbuk pada kemeja pria tergantung di kursi, jam tangan di meja, dan jaket hitam di sandaran sofa kecil di sudut. Panik mulai merayap pelan di dadanya.

Langkah-langkah terdengar dari luar kamar.

Pintu sedikit terbuka, dan sosok pria tinggi dengan rambut hitam acak teratur muncul sambil memegang dua cangkir kopi.

Gavin.

Ia mengenakan kaus hitam polos dan celana santai abu, namun auranya tetap sama, tenang, terkendali, seperti seseorang yang selalu berpikir dua langkah lebih jauh.

Mata mereka bertemu.

Beberapa detik terasa panjang dan kikuk. Rada spontan menarik selimut, meski sadar ia masih mengenakan gaun semalam.

“Kamu!” serunya setengah berbisik, setengah menahan marah. “Aku di mana ini? Kenapa aku bisa di sini?”

Gavin menatapnya datar sejenak, lalu menjawab dengan nada tenang.

“Apartemenku. Kamu mabuk semalam. Aku tidak tahu kode apartemenmu, jadi aku membawamu ke sini.”

Ia meletakkan satu cangkir kopi di meja samping tempat tidur. Uap hangat naik dari permukaannya.

"Minum. Itu akan membantu kepalamu.”

Rada menatapnya tidak percaya. “Kamu… membawaku? Kamu siapa, sebenarnya? Kita bahkan baru kenal kemarin!”

Gavin menunduk sebentar, lalu menatapnya lagi.

"Aku sudah bilang kan, namaku Gavin. Pemilik unit yang kamu sewa. Pria yang kemarin makanannya berserakan karenamu." Nada bicaranya datar, tapi ada sedikit gurat senyum kecil di ujung bibirnya, hampir tak terlihat.

Rada memejamkan mata sebentar, mengingat insiden menyebalkan itu. Ya, Gavin pria yang Rada tabrak secara tidak sengaja yang menyebabkan makanannya berserakan, tapi kan Rada sudah menggantinya.

“Ck…” Rada berdecak, menatapnya sinis. “Jadi aku pingsan, lalu dibawa ke rumah pria yang bahkan belum kukenal dengan baik. Hebat.”

Gavin menatapnya lama, lalu berkata dengan nada tenang, tapi ada nada tajam di baliknya.

"Aku tidak punya niat aneh padamu, Rada. Aku hanya tidak mau melihatmu jatuh di tempat yang tidak aman. Lagipula aku juga sudah mengingatkan agar tidak pergi ke klub malam, kamu saja yang keras kepala."

Suasana hening beberapa detik. Rada menatap wajahnya, dingin, tapi tulus. Ada sesuatu di sorot mata itu, sesuatu yang seperti... khawatir.

Namun rasa malu dan defensifnya lebih kuat. Rada mengambil cangkir itu, menyesap pelan tanpa menatapnya.

“Aku tidak minta kau menolongku.”

Gavin tidak menjawab, ia menatap Rada sedatar mungkin. Dalam hati, ia berbisik. “Aku tahu. Tapi aku tetap melakukannya.”

Ia berbalik, berjalan ke luar kamar, meninggalkannya dengan secangkir kopi dan detak jantung yang entah kenapa terasa sedikit lebih cepat.

Rada meletakkan cangkir di meja dengan sedikit suara berdebum. Dadanya masih terasa panas, bukan karena kopi, tapi karena caranya Gavin berbicara tadi, tenang tapi memancing emosi. Ia menarik napas pendek, lalu bangkit dari tempat tidur.

"Hei! Aku belum selesai bicara!”

Langkahnya terburu, tapi kepalanya masih berputar karena sisa alkohol. Ruangan bergoyang sedikit, membuatnya kehilangan keseimbangan tepat saat Gavin baru saja hendak menutup pintu kamar.

Refleks, tubuhnya oleng ke depan.

Dalam sepersekian detik, Gavin berbalik cepat dan menangkapnya sebelum ia sempat jatuh.

Rada meringis, kedua tangannya refleks mencengkeram kaos hitam pria itu.

“Aku bilang aku belum —”

Namun kata-katanya terhenti. Ia baru sadar betapa dekat wajah mereka. Nafas mereka nyaris bertemu. Gavin menatapnya dengan ekspresi khawatir, tapi suaranya tetap tenang.

"Kamu seharusnya tidak berdiri kalau belum kuat.”

"Kamu seharusnya tidak… menyebalkan,” balas Rada cepat, tapi suaranya lemah, hampir seperti bisikan.

Sebelum Gavin sempat menjawab, suara pintu depan terbuka.

"Gavi? Nak, Mama bawa makanan kesukaanmu, kamu—”

Suara lembut itu terputus saat seorang wanita paruh baya elegan berdiri di ambang pintu ruang tengah, Lauren Agler, Ibu Gavin. Matanya membulat, menatap pemandangan di depannya, putranya memeluk seorang gadis asing di depan pintu kamar.

Keheningan menelan ruangan.

Gavin melepaskan Rada perlahan, berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang meski pipinya terlihat sedikit memanas.

“Mama…”

“Oh?” Lauren menaikkan alis, senyum kecil terbentuk di wajahnya. “Ma… maaf, sepertinya Mama datang di waktu yang… salah, ya?”

“Bukan begitu,” potong Gavin cepat. “Dia ini… tetanggaku. Dia sedang tidak enak badan semalam, jadi aku hanya membantu.”

Nada suaranya terdengar canggung, bahkan untuk ukuran Gavin yang biasanya dingin. Ibunya melangkah mendekat, menatap bergantian antara Rada dan Gavin, kemudian menahan tawa kecil.

“Tetangga, ya? Lucu sekali, selama ini Mama pikir kamu bahkan tidak suka bersosialisasi dengan para wanita, apalagi menolong seorang gadis cantik.”

Gavin menghela napas pelan. Rada menunduk malu, sial sekali dirinya sejak pindah ke Black Orchid. Dari banyaknya waktu, kenapa ibu Gavin harus datang disaat posisi mereka sedang ambigu? Rada kesulitan untuk menjelaskan, jadi ia hanya bisa menunduk.

“Mama…”

Rada yang masih berdiri dengan wajah sedikit memerah buru-buru membantu menjelaskan,

"I-iya Tante, saya benar-benar cuma… kebetulan saja. Saya tinggal di unit sebelah. Saya tidak bermaksud merepotkan Gavin… eh, maksud saya Tuan Gavin.”

Gavin mengerenyitkan kening, tidak suka saat Rada memanggilnya Tuan.

Lauran tersenyum hangat, tapi matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.

“Tuan Gavin? Wah, formal sekali. Jadi kamu yang menyewa unit itu, ya? Setahuku Gavi tidak pernah menyewakan unit yang satu itu," Lauren melirik anaknya sembari melemparkan senyum menggoda.

Gavin menatap ibunya, jelas ingin menenggelamkan diri ke lantai saat itu juga.

“Mama, cukup.”

Ibunya terkekeh pelan sambil menaruh kotak makanan di meja makan.

"Baiklah, baiklah. Mama tidak akan ganggu… meski Mama mulai mengerti sekarang kenapa kamu lebih betah tinggal di apartemen ini daripada rumah besar Agler.”

Rada menunduk, tidak tahu harus menjawab apa. Setelah ini, ia harus memperingatkan Gavin supaya tidak menyeretnya terlalu jauh. Gavin hanya berdiri diam, satu tangan di pinggang, wajahnya sudah tampak pasrah.

“Kalian lanjutkan saja, Mama mau siapkan piring. Oh ya, Rada, kamu tidak alergi makanan rumahan, kan?” Tanya Lauren, menepuk ringan bahu Gavin dan berlalu pergi ke dapur.

“T-tidak, Tante…” jawab Rada cepat, suaranya pelan tapi manis.

Gavin menatapnya sekilas. “Lain kali, kalau kamu mau marah padaku, pastikan kamu sudah cukup kuat untuk berjalan.”

Rada membalas dengan lirikan tajam, tapi ujung bibirnya sedikit terangkat tanpa sadar.

...✯✯✯...

1
Mundri Astuti
nah iya rada mending pindah demi jaga kewarasan dan kehamilan kamu, keluarga kamu sendiri ngga bisa berbuat apa"
Mundri Astuti
ortunya rada ma Nasya ngga peka pa gimana y, anaknya gila itu si Nasya malah dibiarin keliaran
Umi Kolifah
keluarganya naysa itu gimana udah nyoba bunuh rada tapi d biarin aja kan sekarang ganti nusuk , Thor q kok gregetan sama keluarga rada
Umi Kolifah
ayo Nil hukum naysa kalau ayahmu tidak bisa tegas, biar tau rasa👍👍👍
Umi Kolifah
kasih pelajaran buat naysa Thor JD kakak kok iri dan jahat sama rada, buat d hukum biar kapok
Mundri Astuti
ayo Gavin ikut usaha juga dong kaya rada, buang tuh bibit pelakor ke planet pluto
Mundri Astuti
anak pungut kali tu si Nasya, bener" duo uler bersatu, ortunya rada ngga sadar apa anaknya yg satu tingkahnya ngga bener
Momoy Himayah
karya kk bner² luar biasa
Momoy Himayah
gemes bnget sma si Nesya pen nampol ajh itu org. bukan nyh seneng sodara bahagia.. ini mah mlh sirik ajh.
Mundri Astuti
amit" si Nasya ngga tau malu y
Adit monmon
penyakit hati iri dengki TK kn bisa smbuh😡
Mundri Astuti
itu mah kamu sakit jiwa nasya
Nda
so sweet😍
selamat rada utk kehamilanya.
Mundri Astuti
dah tau si Lizzy kegatelan, kamu usah menghindar ke minimal, setiap kali dia mendekat, kan bukan pertama itu aja dia deketin kamu, kalo kamu sendiri fine" aja, tapi skrg kamu terikat dng pernikahan, ada hati istrimu yg mesti kamu jaga, coba klo istrimu di dekatin pria lain, dipeluk perasaan kamu gimana
Mundri Astuti
Gavin payahhhh ahhh ngga asyikk
Mundri Astuti
lah si Gavin ngga nyadar kamulah yg udah nyakitin, kan kamu tau dari awal rada habis dikecewakan luar biasa dan dikhianati, harusnya kamu bisa jaga sikap dan menghormati pernikahan, ngga sembarangan ketemu perempuan dan terima pelukan perempuan yg bukan istrimu
Fitriana Yusuf
ceritanya bagus,,, smangat berkarya💪💪
Lunaire astrum
💯
Lunaire astrum
Bagus juga. Nanti baca lagi, mau ke warung dulu
Ega
Suka sama karakter Gavin🥰🥰🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!