Rumah tangga yang baru dibina satu tahun dan belum diberi momongan itu, tampak adem dan damai. Namun, ketika mantan istri dari suaminya tiba-tiba hadir dan menitipkan anaknya, masalah itu mulai timbul.
Mampukah Nala mempertahankan rumah tangganya di tengah gempuran mantan istri dari suaminya? Apakah Fardana tetap setia atau justru goyah dan terpikat oleh mantan istrinya?
Ikuti kisahnya yuk.
IG deyulia2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Perdebatan
"Papaaa. Raina mau sama Papa," teriak Raina dari luar kamar, membuat suasana tegang di dalam kamar justru semakin bertambah panas.
"Sebentar, Sayang," teriak Dana terlihat bingung. Di luar anaknya memanggil, sementara di dalam kamar kemarahan Nala belum bisa dia dinginkan.
"Tolong, demi anakku, aku mohon kamu redam marah kamu, ya. Aku mohon, Sayang. Aku tidak mau anakku mendengar kita bertengkar seperti ini,” bujuk Dana berharap Nala mengerti.
"Pergilah, urus anak kamu, Mas. Jangan pernah pedulikan aku lagi. Lagipula sebelum Raina hadir dan tinggal di sini, aku tidak pernah kamu utamain. Aku ingin jalan-jalan saja, Mas Dana banyak alasan, masih sibuk di kantor atau belum ada waktu senggang."
"Lalu, kini setelah anak Mas Dana datang dan menyertakan mamanya, Mas Dana terlihat senang dan bahagia. Tanpa memberitahu aku, Mas Dana jalan bertiga, seakan menganggap aku tidak ada," protes Nala mencurahkan semua isi hatinya sambil terisak.
"Ya ampun kamu ini, kamu tidak paham apa yang aku jelaskan tadi. Aku begini hanya demi anakku. Raina kamu tahu sendiri dia menangis jika permintaannya tidak aku penuhi. Semua demi Raina. Tolong kamu mengerti. Dan aku mohon, jangan berkata dengan terlalu keras, nanti Raina mendengar," jelas Dana lagi seraya meremas rambutnya dengan kasar.
"Mas Dana tidak usah takut dengan Raina jika dia mendengar pertengkaran kita, toh dengan sendirinya Raina akan sengaja menguping di depan pintu."
"Sudahlah, tidak usah berburuk sangka seperti itu. Kamu itu seperti tidak sayang dengan anakku, mentang-mentang Raina hanya anak sambung," balas Dana.
Nala terhenyak dengan tuduhan Dana, lalu ia bangkit dan menghampiri Dana. "Seperti tidak sayang? Aku sudah berusaha menyayangi dia dari pertama kedatangan Raina ke rumah ini, tapi Mas lihat sendiri sikap Raina seperti apa. Raina seakan tidak ingin aku dekat-dekat dengan Mas Dana. Raina sepertinya sengaja ingin mendekatkan Mas Dana dengan mamanya. Apakah Mas Dana tidak sadar dengan sikap Raina selama di sini? Atau Mas Dana sengaja ingin berdekat-dekatan dengan mantan istri?" ungkap Nala tidak terima saat dirinya dituduh yang tidak-tidak oleh Dana.
Dana tertegun, dia tergugu dengan ucapan Nala barusan. Dana melihat tidak ada kebohongan di mata sang istri. Tapi, dia saat ini jujur sangat serba salah. Antara permintaan Raina dan tuntutan istri.
"Tidak, Nala. Kamu jangan berpikir terlalu berlebihan begitu. Raina itu hanya ingin kebersamaan bersama kedua orang tuanya saja, tidak lebih. Dia tidak sejauh apa yang kamu pikirkan. Jadi, mulai sekarang jangan berpikir yang tidak-tidak."
"Baiklah kalau itu memang yang Mas Dana rasakan tentang sikap Raina. Tapi, tolong pikirkan keinginan aku," balas Nala.
"Apa yang kamu inginkan?"
"Yang aku inginkan, kalaupun Raina mengajak mamanya pergi, Mas Dana harus kasih tahu dan ajak aku juga dong. Aku ini istrimu. Kalau memang Mas Dana tidak menganggap aku, lebih baik lepaskan saja aku, biar kamu bebas ke sana kemari dengan mantan istrimu," cetus Nala seraya beringsut dan menjauh dari Dana.
"Astaghfirullah, jangan bicara seperti itu Nala. Aku tidak pernah ada pikiran seperti itu. Jangan sembarangan bicara, kamu istriku dan sampai kapanpun istriku," tegas Dana seraya bergegas keluar untuk menemui Raina yang masih memanggil.
Setelah Dana keluar dari kamar, Nala menuntaskan tangisannya. Ia melepas sesak di dalam dadanya sampai sesak itu tidak terasa lagi.
Malam menjelang, sejak sore tadi Nala sama sekali tidak keluar dari kamar. Tiba-tiba Dana masuk kamar dan bermaksud mengajak Nala makan malam, karena sejak sore Nala tidak turun ke bawah. Tapi Nala menolak. Nala membiarkan dirinya kelaparan, karena rasa sakit hati atas sikap Dana yang dianggapnya kurang tegas terhadap Raina dan Devana.
"Sayang, makan, ya. Makan malam sudah Bi Marni siapkan. Sejak sore kamu belum turun, dan sekarang waktunya makan malam. Kamu harus makan. Ayo," paksanya seraya menarik pelan tangan Nala. Tapi Nala berkeras dan menahan tangannya dengan kuat.
"Aku minta maaf atas kejadian tadi siang. Dan aku minta maaf dengan baso tahu itu, aku tahu kamu belikan buat aku dan Raina. Makasih banyak, ya. Sekarang lebih baik kita turun dan makan malam," bujuk Dana.
Nala tetap tidak menghiraukan bujukan Dana, sampai Dana menyerah dan pergi turun makan, untuk menemani Raina makan.
Besoknya, Nala sudah kembali rapi. Ia akan ke toko karena harus menemui para distributor kecantikan yang sudah ia hubungi untuk mengantar barang pesanannya.
"Sayang, kamu mau ke toko lagi?" sapa Dana memasuki kamar dan menjumpai Nala sudah rapi dan cantik.
"Iya." Nala menjawab dengan pendek.
"Kamu masih marah dengan masalah kemarin? Aku minta maaf, masalah ini tidak akan lama. Kamu bersabar, ya, sampai Raina habis masa liburannya. Keadaan ini akan kembali seperti semula. Aku tidak ingin menyia-nyiakan waktuku bersama anakku selama liburan."
"Aku tidak masalah Mas, Raina mau di sini selamanya, asal dia bersikap baik padaku. Mau dia bawa mamanya kemari, asal bisa menghargai aku sebagai ibu tirinya. Tapi, kalau Raina seperti itu terus sikapnya, lama-lama aku yang pergi dari rumah ini. Mungkin ini yang kamu mau."
"Nala, jangan katakan itu lagi. Aku tidak mau kita harus berakhir pisah gara-gara masalah sepele seperti ini," sergah Dana kurang suka.
"Bukan masalah sepele lagi, Mas, jika Raina sudah memperlihatkan sikap tidak bersahabat denganku. Harusnya Mas Dana bisa memberitahu Raina supaya bersikap yang bersahabat dengan aku ibu sambungnya. Toh aku juga bukan ibu tiri yang jahat seperti di dongeng-dongeng. Atau jangan-jangan Raina bersikap seperti itu, karena dipengaruhi Mbak Devana? Harusnya Mas Dana bisa bertindak tegas dan jangan membiarkan Mbak Devana mempengaruhi pikiran Raina," tegas Nala lagi.
"Kamu jangan berlebihan, Sayang. Kamu itu sedang cemburu sama Devana. Mana mungkin Devana memberikan pengaruh buruk pada anaknya sendiri," sangkal Dana.
"Aku tidak cemburu, tapi aku hanya bersikap sesuai porsi aku sebagai istri sah kamu. Pokoknya kamu harus tegas, jika tidak, maka aku yang akan pergi dari hidup kamu. Dan, perlu Mas ingat, sudah banyak kok seorang ibu yang memberi pengaruh buruk pada anaknya. Harusnya Mas Dana bisa memahami ketakutan aku," ujar Nala sembari berlalu dari kamar tanpa menoleh lagi pada suaminya.
Dana menatap kepergian istrinya dengan nanar. Sudah hampir dua kali Nala berkata keras mengenai perpisahan. Yang sama sekali tidak ada dalam benak Dana sedikitpun.
Nala segera keluar rumah dengan dada yang sesak. Sebenarnya dia tidak menduga akan bicara seberani itu. Nala mencintai Dana, tapi ia tidak mau mantan istrinya Dana selalu datang dan bersikap sok dekat.
Motor Nala pun melaju meninggalkan halaman rumah. Sepanjang jalan ke toko, Nala masih sempat menangis.
Sementara itu, setelah Nala pergi Dana masih terduduk di ranjang dengan tangan meremas rambut. Ia serba salah dengan situasi seperti ini. Sementara ia selama menemani Raina jalan-jalan, tidak pernah terpikir kalau ia merasa happy dengan keberadaan Devana diantara mereka.
"Aku mencintai kamu Nala. Sampai kapanpun kamu adalah cinta terakhir dan selamanya dalam hidupku."
Dana pun pagi itu tetap ke kantor, meskipun suasana hatinya sedang tidak bahagia. Sampai Dana pulang kembali ke rumah, ternyata Nala belum pulang ke rumah. Dana baru sadar, mentang-mentang Nala hanya sibuk di toko, sampai ia jarang sekali mengabari Nala atau menghubungi Nala. Mungkin hal itulah yang membuat Nala bagaikan istri yang tidak dianggap.
kuncinya dana harus tegas dan mertua g ikut campur
bener2 mertua jahat bisa2nya GK bisa bedain mana wanita terhormat dan wanita bar2.