Syahila dinyatakan koma semenjak kecelakaan yang menimpanya.
Sementara Athar, suami Syahila dipaksa menikah lagi oleh ibunya dengan seorang wanita pilihan sang ibu.
Berbagai cara dilakukan oleh Hilda, mamanya Athar, agar sang putra kembali memiliki istri yang bisa merawat dan melayani putranya.
Thifa, wanita berusia dua puluh tahun yang dijodohkan dengan Athar adalah seorang pengajar di sebuah pesantren. Karena baktinya pada orang tua, ia pun menerima pinangan Hilda. Tanpa mengetahui kenyataan bahwa istri pertama Athar masih hidup.
Di tengah perjalanan pernikahan Athar dan Thifa, Syahila siuman dari komanya.
Bagaimana dengan kelanjutan kisah mereka?
Siapakah yang akan dipilih Athar untuk tetap menjadi istrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Inka Aruna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 8
🎀🎀🎀
Flashback on
Kala itu, sebuah kabar duka sampai di telinga Athar yang baru saja melangsungkan pernikahan dirinya dengan Syahila. Sang ayah meninggal dunia. Namun, dirinya ditahan untuk tetap tinggal di kediaman sang istri. Dengan alasan masih banyak tamu dari keluarga pihak perempuan.
Berat hati Athar, ia tak bisa berbuat apa-apa. Karena itu semua sudah menjadi keputusannya. Rasa bersalah seketika muncul. Sayang, semuanya sudah terlambat. Ia kehilangan sosok pria penyabar dan penyayang, yang selama ini mendukungnya untuk menjadi seorang CEO di sebuah perusahaan eksport-import. Padahal sang ayah menginginkannya menjadi seorang ustadz.
Ayahnya hanya ingin Athar sukses dunia akhirat. Meskipun menjadi ustadz tak bisa ia paksakan pada sang anak. Baginya kebahagiaan Athar tetap yang utama.
Hari ketiga sepeninggal sang ayah, Athar dan Syahila kembali ke kota. Rumah kediaman Athar.
Athar berdiri di depan rumah bercat putih yang tampak sepi. Ia sudah siap kalau nanti saat bertemu dengan mamanya pasti akan dimarahi. Ia mengangkat kepalanya, menahan agar air matanya tak tumpah saat itu.
Tangan kanannya menggandeng erat sang istri yang baru saja dinikahinya. Mereka melangkah masuk melewati halaman yang luas. Karena kebetulan pagar rumah itu terbuka.
Athar memberanikan diri mengetuk pintu kayu rumahnya. Tak lama pintu terbuka. Seorang wanita yang menjadi assisten rumah tangganya terkejut melihat kedatangan anak majikannya itu.
"Mas Athar?" tanyanya tak percaya.
"Iya, Bi. Mama mana?"
"Ada di kamar."
Athar masuk, melangkah perlahan menuju kamar mamanya. Tangan Syahila tak lepas dari tangan suaminya.
Kamar itu pintunya terbuka, Athar bisa melihat wanita paruh baya yang ia sayangi sedang duduk di ranjang sambil memeluk bingkai foto. Matanya sembab, bahunya terguncang.
Athar yang berada di tengah pintu perlahan masuk mendekati mamanya. Melepas tangan sang istri.
"Assalamualaikum, Mah," sapanya lirih.
"Waalaikumsalam. Ngapain kamu ke sini?" tanya Hilda sang mama tanpa menoleh sedikitpun.
Athar bersimpuh di kaki mamanya, menangis sejadi-jadinya. Menyesali semuanya.
"Maafkan aku, Mah. Aku baru bisa datang sekarang. Aku minta maaf, Mah." Suara Athar bergetar di sela isak tangisnya.
"Terlambat, Athar. Ayahmu sudah tiada. Mamah udah nggak punya siapa-siapa lagi. Sakit hati kami Athar." Hilda membuang muka, terlebih melihat menantunya itu berdiri mematung di tengah pintu. Tanpa rasa sedih ataupun iba. Raut wajahnya biasa saja.
"Mah, maafkan aku." Lagi, Athar mencium kaki mamanya.
"Mah, semua sudah takdirnya, Papah meninggal bukan karena salah Athar," ucap wanita berambut panjang yang sejak tadi berdiri.
Kedua mata Hilda menatap murka. "Hey, siapa kamu? Beraninya ikut campur. Memang semua bukan salah anak saya, semua sudah takdir. Tapi semua gara-gara kamu!" Hilda berdiri menunjuk ke arah Syahila.
Wanita itu langsung tertunduk. Ia merasa kesal, karena mertuanya sejak tadi tak menganggap keberadaannya.
"Athar, bawa perempuan itu pergi. Mama nggak sudi melihat dia di sini!" titahnya pada sang anak.
"Tapi, Mah. Dia sudah menjadi menantu Mamah."
"Mamah nggak pernah merasa menjadi mertuanya, sampai kapanpun Mamah nggak akan pernah mengakui dia sebagai menantu."
"Mah, jangan begitu, Mah. Aku mencintai Syahila. Sama seperti aku mencintai Mamah." Tangis Athar kembali pecah. Ia terus memohon agar mamanya mau merestui pernikahannya.
"Tapi dia nggak benar-benar mencintai kamu dan keluargamu, Athar," ujar Hilda.
Syahila mendelik, ia tertohok dengan ucapan mertuanya barusan. Seakan wanita paruh baya itu tahu kalau niatnya menikah dengan Athar memang hanya karena harta saja.
Keluarga Syahila bukan dari keluarga mampu, ia rela menjadi tulang punggung untuk keluarganya. Pergi ke kota dengan berbagai pekerjaan ia geluti. Sampai akhirnya ia bertemu dengan Athar di sebuah kampus.
Syahila bekerja sambil kuliah. Sosoknya yang mandiri membuat Athar kagum. Baginya sosok Syahila itu sempurna, selain cantik, pintar, ia juga bisa mencari uang sendiri tanpa bergantung dengan siapapun.
🎀🎀🎀
Malamnya. Semua berkumpul hendak makan malam. Hilda sibuk di dapur membantu menyiapkan makanan. Sementara Athar dan Syahila duduk manis di ruang makan.
"Sayang, kamu bantu Mamah gih di dapur!" pinta Athar seraya berbisik.
"Duh, Sayang. Ngapain aku harus bantu-bantu. Kan udah ada Bibi. Percuma dong kamu bayar pembantu kalau ujung-ujungnya dikerjain sendiri," jawab Syahila santai sambil bermain ponsel.
Athar hanya diam tak menanggapi. Sampai mereka selesai makan malam. Tak ada obrolan apapun di ruang makan. Bahkan Hilda enggan untuk menegur menantunya.
Hilda langsung masuk kamar setelah makan malam. Athar mengejar mamanya.
"Mah, sampai kapan Mamah akan seperti ini terus sama istri aku?" tanya Athar.
Hilda duduk di meja kerja kamarnya. Meraih sebuah bingkai berisi foto dirinya dan sang suami.
"Kamu lihat ini! Orang yang selalu menemani Mamah sudah nggak ada. Karena perempuan itu. Kamu pikir saja sendiri. Sampai kapan Mamah akan seperti ini sama dia."
"Astaghfirullah, Mah. Syahila itu baik, Mah. Nggak seperti yang Mamah kira."
"Terserah kamu, Athar. Tinggalkan Mamah sendiri."
Athar hanya bisa menunduk. Ia berjalan keluar kamar mamanya dengan gontai. Menghampiri sang istri yang duduk di ruang keluarga.
"Sayang, sini deh!" panggil Syahila manja.
Athar duduk di sebelah istrinya. Menyandarkan tubuhnya di sofa.
"Besok aku dapet job nih. Ada pemotretan di Puncak. Lumayan loh. Bisa sekalian bulan madu gratis kan?" ucapnya riang. Memperlihatkan sebuah pesan pada suaminya.
Syahila adalah seorang model, sudah hampir empat tahun ia berkecimpung di dunia modeling. Sebenarnya banyak tawaran main sinetron stripping, selalu ia tolak. Karena saat itu ia masih sibuk kuliah.
"Sayang, kamu kok diem aja sih?" tanya Syahila sambil menyandarkan kepalanya di bahu Athar.
"Iya, terserah kamu aja."
"Ya udah, kamu bisa cuti kan?"
"Bisa diatur."
🎀🎀🎀
Pagi itu Athar dan Syahila berkemas hendak pergi ke Puncak. Sesuai jadwal yang diberikan untuk pemotretan.
"Astaghfirullah, Athar!" teriak Hilda saat melihat keduanya keluar kamar.
"Ada apa, Mah?" tanya Athar bingung.
"Kalian mau ke mana? Itu pakaiannya nggak ada yang lebih minim lagi? Pakai baju kok kaya telanjang!" Mata Hilda melotot ke arah Syahila yang memakai dres di atas lutut tanpa lengan.
"Ya, maklum lah, Mah. Ini kan pekerjaannya Syahila. Aku harus dukung."
"Athar, kalau kamu mengaku suaminya. Ajari dia cara berpakaian yang baik. Kalau dia muslim. Astaghfirullah. Kamu mau ngajak anak saya ke neraka ya?" tanya Hilda geram.
"Duh, Mamah. Emang pakaian seperti Mamah menjamin masuk surga? Enggak kan? Ngapain Mamah harus repot-repot mikirin aku dan Mas Athar. Yang penting aku nggak pernah jahat sama orang, nggak pernah berbuat kriminal. Iya kan?" Syahila berusaha membela diri dengan tangan menggayut manja di lengan suaminya.
Hilda menahan sesak di dadanya. Berkali-kali ia beristighfar dalam hati. Menyesal karena tak bisa mencegah anaknya untuk tak menikah dengan wanita itu.
Hilda hanya menggeleng. Ia lalu beranjak ke dapur. Membiarkan anak dan menantunya itu pergi.
Flashback off
🎀🎀🎀
Ceklek.
Pintu ruangan terbuka. Athar melihat sang istri yang berbaring lemah itu tersenyum menyambut kedatangannya.
"Sayang, kamu udah sadar?" tanya Athar dengan mata berbinar.
Syahila mengangguk lirih, tiba-tiba buliran air bening membasahi pipinya. Athar yang melihat langsung mengusapnya dengan lembut.
"Mas, maafkan aku," ujarnya lirih. Isak tangisnya semakin terdengar keras.
"Untuk apa?"
"Semuanya."
"Maksud kamu?" tanya Athar bingung.
"Aku, aku mau minta maaf sama Mamah kamu, aku mau bertaubat. Aku mau berubah seperti yang Mamah kamu inginkan. Menjadi wanita muslimah."
Athar tersenyum bahagia mendengar ucapan sang istri barusan. Meskipun dengan terbata.
"Alhamdulillah."
"Mas, mau kan bantu aku?"
"Insya Allah. Aku pasti akan bantu kamu." Athar menggenggam erat tangan sang istri dan menciumnya.
"Aku takut, api itu sangat panas, menjilati tubuh aku, Mas," ucap Syahila lirih.
Athar mengernyit. "Api? Api apa?"
"Aku nggak tau, yang pasti kobaran api itu terus mengejar aku."
Athar terdiam, meresapi setiap perkataan yang keluar dari bibir istrinya. Mungkinkah Syahila diperlihatkan keadaan setelah meninggal. Wallahualam. Baginya yang terpenting saat ini adalah. Sang istri sudah ingin bertaubat dan meminta maaf pada mamanya.
"Mas, mana Mamah?"
"Aku nggak bilang kalau mau ke sini."
"Mamah pasti kesel kalau lihat aku masih hidup."
Wajah Syahila terlihat sedih.
"Kamu yang kuat dan sabar ya." Athar berusaha menguatkan.
"Aku mau pulang, Mas. Aku nggak betah di sini. Aku udah sehat kok."
Tiba-tiba seorang dokter masuk dan menyalami Athar. Mengajaknya duduk membicarakan kondisi Syahila.
"Pak Athar, saya sangat terkejut dengan perkembangan Bu Syahila. Kegigihannya untuk bertahan sangat luar biasa. Semangat hidupnya yang tinggi membuat dia cepat sadar. Bahkan saya sampai tidak menyangka sama sekali. Seluruh fungsi tubuhnya kembali normal. Hanya saja memang kakinya yang lumpuh butuh waktu untuk pulih," ujar sang dokter.
"Jadi kapan istri saya bisa pulang, Dok?" tanya Athar antusias.
"Besok sudah boleh pulang."
"Alhamdulillah, terima kasih, Dok."
"Ya sama-sama."
Athar bahagia, akhirnya doa dan harapannya selama ini terkabul. Sang istri dapat kembali ke rumah dengan keadaan sehat. Ditambah keinginan Syahila untuk menjadi wanita muslimah yang seutuhnya membuatnya semakin tak sabar ingin segera pulang. Wajah sumringah itu ia bawa keluar ruangan.
Thifa yang sejak tadi menunggu di kursi tunggu depan ruangan Syahila tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan sang suami yang langsung memeluknya erat.
"Mas, lepasin. Aku nggak bisa napas," ucap Thifa seraya mendorong dada bidang sang suami untuk menjauh.
"Sorry, saking senengnya gue. Besok Syahila boleh pulang," ucapnya riang tanpa memperdulikan perasaan wanita di hadapannya itu.
"Alhamdulillah," ucap Thifa lirih. Ia lalu berjalan ke arah koridor menuju lobi hendak pulang.
Athar mengejar. Dan berhasil meraih tangannya.
"Loe mau ke mana?"
"Pulang, Mas. Sudah malam. Aku juga udah nggak dibutuhkan lagi kan di sini? Istri kamu udah sadar."
"Kamu cemburu?" ledek Athar sambil tersenyum miring.
"Nggak lucu!" Thifa kembali melangkah.
Athar menarik lagi tangannya, lalu mendorong tubuh Thifa ke tembok. Menguncinya dengan kedua tangan. Mereka saling bersitatap. Sesaat lalu Thifa memilih menunduk.
"Jangan pergi, tetap di sini. Gue masih butuh loe," ujar Athar lirih.
Jantung Thifa berdebar hebat, saat Athar berusaha mendekatkan wajahnya ke hadapannya. Ia memejamkan mata. Embusan hangat napas suaminya terasa di depan wajah. Entah mengapa ia tak bisa melawan. Kedua tangannya terasa berat seakan tak bisa digerakkan untuk mendorong tubuh sang suami agar menjauh.
Cup.
Kecupan ringan dengan cepat mendarat di bibir mungilnya. Air mata Thifa justru tumpah saat ciuman pertamanya sudah diambil Athar di tempat umum, beruntung waktu sudah malam dam sepi. Sehingga tak ada yang melihat.
Thifa berlari menjauh seraya menggigit bibir bawahnya, sementara Athar tersenyum kecil. Bahkan ia tak mengejarnya. Ia tahu kalau istri keduanya itu tak akan pulang tanpa dirinya.
Diam-diam Athar mengikuti Thifa yang duduk di tepian mushola. Mengusap air matanya lalu berjalan ke arah toilet. Ia menatap dengan senyum. Seakan sudah berhasil mengunci wanita keduanya agar tidak pergi dengan sebuah ciuman yang tanpa ia sadari itu akan terjadi. Perasaan apa yang tengah menghinggapi Athar, sehingga ia merasa tak bisa jauh apalagi meninggalkan wanita berjilbab itu.
🎀🎀🎀
Tbc.
Luph u all. 😘😘😘
MASYARAKAT INDONESIA LBH MALU TRHADAP SSAMA MNUSIA, DRIPADA MALU KPD TUHAN..
MAKANYA BNYK ORTU YG SALAH LGKAH MNIKAHKN ANAK GADISNYA DLM KONDISI HAMIL HNY KRN AIB, DN CELAKANYA BNYK PENGHULU YG DIBOHONGI PIHAK ORTU KDUA MMPELAI, DN BNYK JUGA PNGHULU YG MASA BODOH, YG PTG DPT AMPLOP, PADAHAL TGGUNG JAWAB MRK SANGATLH BESAR DI HADAPN ALLAH, KLO PENGHULU YG SSUAI SYARIAT MRK AKN MNANYAKN KPD ORTU KDUA MMPELAI, APAKH MRK NIKAH MURNI, ATAU NIKAH MBA,, KLO PENGHULU YG TEGAS PEGANG SYARIAT ISLAM, MRK AKN MNOLAK MNIKAHKN PASANGAN YG BRZINAH DLU HINGGA HAMIL, SECARA DLM SYARIAT ISLAM, PELAKU ZINAH DI HUKUM RAZAM.
TTPI YG SSUNGGUHNYA MMG HARAM DINIKAHI, MSKI OLEH LAKI2 YG MNGHAMILINYA, SEANDAINYA ADA LAKI2 LUAR YG INGIN NIKAHI WANITA HAMIL TESEBUT JG TK BSA, TTP HRS NUNGGU BAYI ITU LAHIR, SETELH 40 HRI BRU BOLEH DINIKAHI