Setelah berhasil kabur dari Ayah angkatnya, Iyuna Marge memutuskan untuk bersekolah di sekolah elite school of all things Dengan Bantuan Pak kepala yayasan. Ia dengan sengaja mengatur nilainya menjadi 50 lalu mendapat kelas F. Di kelas F ia berusaha untuk tidak terlihat mencolok, ia bertemu dengan Eid dan mencoba untuk memerasnya. Begitu juga beberapa siswa lainnya yang memiliki masa lalu kelam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggara The Blukutuk³, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dasar pengacau!
"Apa ini? Oh benar, aku sedang sakit yah? Sudah lama aku tidak merasakan ini" Monolog Iyuna, ia kemudian berusaha bangkit, jemarinya mencengkeram dinding dingin untuk menopang tubuhnya yang masih lemas. Keringat tipis mengalir di pelipisnya saat ia memaksakan diri berdiri.
Ia tersenyum kecil, bibir pucatnya melengkung tipis. "Ayow" Ucapnya ke Rakha, menyibakkan rambutnya yang sedikit berantakan dengan jari-jari lentiknya.
Rakha bingung, alisnya berkerut dalam dan matanya bergerak gelisah. "Loh, kau ngga papa?" Tanyanya, tangannya terulur ragu-ragu, siap menangkap Iyuna jika gadis itu terhuyung.
"E—enh" Iyuna berusaha bangkit, kakinya masih gemetar saat menyeimbangkan tubuhnya. "Tidak apa apa" — "Apa kau tidak ada teknik lain yah? Selain mendorong orang?" Tanya Iyuna, nadanya heran dan matanya menyipit, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk dagu dengan gerakan berpikir.
Wajah Rakha memerah sejenak, semburat merah menjalar hingga ke telinganya. "E—eh? I—itu" Ucapnya, tangannya menggaruk tengkuk dengan canggung, kakinya menendang-nendang lantai dengan gerakan gugup.
"Biar kutebak, kau pasti belajar dari Arga kan?" Tanya Iyuna curiga, ekspresinya datar kembali, matanya memindai wajah Rakha dengan teliti mencari konfirmasi.
"E—eh? I—iya" Jawab Rakha gugup, bahunya merosot mengakui, pandangannya beralih ke lantai menghindari tatapan menyelidik Iyuna.
"Yah, Orang ini sebenarnya polos sih. Kelihatan sekali" Monolog Iyuna, melirik ke Rakha dari sudut matanya, jemarinya merapikan lipatan dress yang kusut akibat insiden barusan.
Iyuna menghela napas panjang, dadanya naik turun perlahan. "Pokoknya, jangan lakukan itu lagi. Mengerti?" Ucap Iyuna, nadanya tegas dengan ekspresi datar, jari telunjuknya teracung tepat di depan hidung Rakha.
Rakha menunduk sesal, bibirnya merengut seperti anak kecil yang baru dimarahi. "I—iya deh, maaf" Ucapnya, bahunya semakin merosot, tangannya memainkan ujung kemejanya dengan gugup.
Iyuna kemudian berjalan keluar dari kamar mandi, langkahnya sengaja diperkuat meski tubuhnya masih terasa lemas. Sepatu hak rendahnya mengetuk-ngetuk lantai koridor dengan irama konstan, diikuti oleh Rakha yang masih bingung dan penasaran dengan keadaan Iyuna, dan siapa yang menelpon Iyuna barusan. Kakinya melangkah cepat berusaha menyejajarkan langkah dengan Iyuna, sesekali melirik gadis itu dengan tatapan khawatir. Namun, ia berusaha untuk tak menanyakannya, menggigit bibir bawahnya menahan berbagai pertanyaan yang menggantung di ujung lidahnya, agar Iyuna tak marah.
Di sisi lain, Eid dan Sherin sedang berada di bangunan yang sama. Jika Iyuna dan Rakha berada di lantai 2, maka Sherin dan Eid berada di lantai pertama. Yah, mereka baru masuk, langkah mereka terhenti di depan pintu kaca otomatis yang bergeser terbuka, angin dingin dari pendingin ruangan menyambut kedatangan mereka.
"Hei Eid, ayo makan dulu. Aku belum sarapan tadi!" Ajak Sherin, sembari menarik narik tangan Eid dengan gerakan antusias, jemarinya melingkar erat di pergelangan tangan pemuda itu. Tangan lainnya menunjuk ke restoran yang ada di hadapannya, jari telunjuknya mengarah tepat ke papan menu yang terpampang menggoda.
"Tu—tunggu, bukankah kita akan makan dengan Iyuna dan Rakha-Senpai?" Tanya Eid, langkahnya terhenti karena Sherin, kakinya tertanam kuat di lantai marmer yang mengkilap, menolak tarikan Sherin.
Sherin melirik ke arah lain, bola matanya berputar nakal menghindari tatapan Eid. "Yah kan, kita bisa makan lagi nanti. Aku ingin kita berdua bersenang senang dulu..." Ucapnya, sembari memainkan jarinya, kuku-kuku jarinya yang dipoles cat bening saling beradu dalam gerakan gelisah.
Eid menghela napas sejenak, bahunya turun dalam gerakan menyerah. "Baiklah baiklah, ayo" Ucap Eid pasrah, tangannya terangkat dalam gestur menyerah yang dramatis.
"Hore! Ayo!" Respon Sherin, matanya berbinar cerah, kemudian berlari dan menggandeng tangan Eid ke restoran yang ada di pandangan Sherin. Langkahnya ringan seolah menari di atas lantai, rambut panjangnya berayun mengikuti setiap gerakannya.
"Dia berbeda sekali dari biasanya" Monolog Eid melirik Sherin, sembari tersenyum kecil, matanya melembut memperhatikan gadis di sampingnya.
Sesampainya di restoran, mereka berdua duduk berseberangan, kursi berderit pelan saat mereka menariknya. Pelayan datang menanyakan pesanan mereka, pulpen dan notepad tergenggam siap di tangannya. Lalu pergi setelah konfirmasi, sepatu pantofelnya melangkah menjauh dengan suara tap-tap halus.
Sherin menopang dagunya dengan tangan, sikunya bertumpu pada meja, jemarinya mengetuk-ngetuk pipinya dengan ritme acak. "Hei Eid, setelah SMA nanti. Kamu mau ngapain?" Tanya Sherin, tersenyum jahil ke Eid, bibirnya melengkung nakal.
Eid berpikir sejenak, jarinya mengetuk-ngetuk meja dengan gerakan berpikir, menghindari tatapan intens Sherin, matanya memindai ruangan restoran yang ramai. "I—itu, mungkin kuliah?" Jawab Eid gugup, bahunya terangkat sedikit dalam gerakan tidak yakin.
"Kuliah? Keren! Aku juga ingin! Kau mau kuliah dimana?" Tanya Sherin penasaran, matanya berbinar menatap Eid, tubuhnya condong ke depan mendekat, hampir setengah berdiri dari kursinya.
Wajah Eid merona sejenak, semburat merah menjalar hingga ke telinga. "I—itu, aku belum menentukannya sih" Jawab Eid ragu, tangannya memainkan serbet makan di meja, meremasnya gugup dalam genggamannya.
"Owh, begitu yah. Kurasa kita bisa kuliah bersama nanti!" Ucap Sherin bersemangat, tangannya menepuk meja dengan antusias, gelas-gelas kosong bergetar pelan karena gerakannya.
"I—itu ba—bagus" Ucap Eid gugup, tatapannya tertunduk ke meja, jemarinya meremas-remas ujung kemejanya di bawah meja.
Tak lama kemudian, pelayan datang membawakan makanan yang mereka pesan, nampan berisi piring-piring tersusun rapi di tangannya. Aroma lezat menguar memenuhi udara di sekitar mereka, menggelitik hidung mereka dengan godaan santapan hangat.
Sherin menyendok omurice yang ia pesan, kuning telur mengkilat tertimpa cahaya lampu restoran, lalu menawarkannya ke Eid, uap hangat masih mengepul dari makanan itu. "Buka mulutmu, AAA" Ucap Sherin, membuka mulutnya mengisyaratkan Eid, sendok teracung di udara mengarah ke mulut pemuda itu.
Eid tersentak, wajahnya merona semakin merah seperti tomat matang. "Tu—tunggu, Sherin!" Elaknya, matanya bergerak gelisah, kepalanya berputar ke kanan dan kiri memastikan tidak ada yang memperhatikan mereka.
Sherin memiringkan kepalanya, helai rambutnya jatuh lembut membingkai wajahnya, tersenyum jahil. "Kenapa? Sudahlah, AAA" Ucapnya, lalu mendekatkan sesendok makanannya ke mulut Eid, jemarinya yang memegang sendok bergerak mantap tanpa ragu.
Eid melirik ke arah lain dengan wajah merona, bahunya menegang gugup. "AAA" Ia membuka mulut akhirnya, matanya terpejam menahan malu.
"Awm~ Awm~ Awm~" Kunyah Eid, pipinya menggembung saat mengunyah. "Mm.., ini enak" Gumam Eid, jari-jarinya menyentuh bibirnya dengan gerakan malu.
Sherin meletakkan sendoknya, logam beradu dengan porselen menimbulkan dentingan halus. "Sekarang, giliranmu. Eid" Godanya, senyum Jahil menghiasi wajahnya, alisnya terangkat nakal.
Eid menelan ludah, jakun di lehernya bergerak naik turun, lalu menyendok sesendok makanannya dengan tangan gemetar, lalu mengarahkannya ke mulut Sherin yang antusias, sendok bergetar sedikit di tangannya. "AAA" Gumam Eid malu malu, matanya menolak bertemu pandang dengan Sherin.
"AAA" Sherin membuka mulut, bersiap menerima suapan Eid, matanya terpejam menanti dengan antusias, tubuhnya condong ke depan.
"Tak kusangka—"
"—Kalian sudah ada di sini" Terdengar suara Iyuna di samping mereka, datar dan dingin seperti es. Berdiri juga Rakha di samping Iyuna sedang membawa tas belanjaan, jari-jarinya mencengkeram kantong kertas dengan erat, siku tangannya sedikit menekuk karena berat barang.
"Kalian meninggalkan kami?" Ucap Rakha, alisnya terangkat tinggi, matanya menyipit penuh tuduhan.
Eid dan Sherin sontak kaget, bahu mereka menegang kaku. "Hwaa" Sendok yang dipegang Eid sontak terlempar ke atas, berputar di udara dan jatuh dengan dentingan nyaring di atas meja, menumpahkan sedikit makanan.
"Ka—ka—kam—Enggak kok! Kami cuman jajan dulu doang. Ku—kukira kalian tadi nggak jadi datang" Ucap Sherin panik, tangannya bergerak-gerak liar di udara, jari-jarinya tersebar dalam gestur defensif.
Iyuna menghela napas sejenak, bahunya turun perlahan, jemarinya memijat pelipisnya yang berdenyut. "Yayaya, mumpung disini. Sekalian sarapan saja deh" Gumam Iyuna, menarik kursi di samping mereka dengan decitan pelan di lantai.
"Tch, dasar pengacau" Monolog Sherin, bibirnya mengerucut kesal, jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja dengan tidak sabar, tatapannya tajam menusuk ke arah Iyuna yang tampak tidak peduli.