NovelToon NovelToon
Dihina Camer, Dirajakan Kekasih

Dihina Camer, Dirajakan Kekasih

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Beda Usia
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Ganendra pernah hampir menikah. Hubungannya dengan Rania kandas bukan karena cinta yang pudar, tapi karena ia dihina dan ditolak mentah-mentah oleh calon mertuanya yang menganggapnya tak pantas karena hanya pegawai toko dengan gaji pas-pasan. Harga dirinya diinjak, cintanya ditertawakan, dan ia ditinggalkan tanpa penjelasan. Luka itu masih membekas sampai takdir mempertemukannya kembali dengan Rania masa lalunya tetapi dia yang sudah menjalin hubungan dengan Livia dibuat dilema.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 8

Bu Siti menghela napas panjang, lalu duduk di tepi ranjang anaknya. Tangan tuanya yang mulai keriput mengelus pelan rambut Ganendra yang kini lebih tipis karena sebulan terbaring.

Tatapannya lembut, tapi ada perih yang tak bisa disembunyikan dari sorot matanya.

"Nak, hidup ini kadang nggak adil. Kadang Tuhan biarkan kita jatuh dulu supaya nanti waktu kita bangkit, kita nggak cuma kuat tapi juga paham cara bertahan. Kamu bukan anak yang lemah, Ganen. Ibu percaya kamu bisa bangkit lagi. Bukan hari ini mungkin tapi pasti ada waktunya."

Ganendra tak berkata apa-apa. Ia hanya menunduk menahan napas menahan rasa. Rasa hancur, marah dan malu.

Bu Siti mengelus pipinya pelan, lalu berdiri dan berkata lirih, "Ibu ke dapur dulu, ya. Bikin teh hangat."

Pintu kamar menutup perlahan. Hening.

Dan di tengah kesunyian itulah, Ganendra tak sanggup lagi menahan.

Tangisnya pecah, pelan, tapi menusuk.

Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, menenggelamkan diri dalam isakan tertahan.

"Kenapa hidupku begini, Bu...?" bisiknya, lirih, penuh sesal. Hatinya remuk bukan hanya karena kehilangan pekerjaan, tapi karena ia merasa kehilangan arah.

Ia bukan anak muda biasa. Ia punya mimpi punya rencana. Tapi semuanya seakan runtuh sejak hari itu hari ketika ia nekat datang ke undangan pernikahan sang mantan, berharap bisa mengucap selamat, padahal hatinya belum sembuh.

Dan kini, bukan hanya cinta yang hilang. Tapi juga pekerjaan dan harga diri serta harapan.

Pagi itu, matahari belum tinggi, tapi rumah kecil di sudut gang sudah terasa hangat. Bu Siti duduk di ruang tengah dengan mesin jahit tua yang berdenting pelan, tangan tuanya lincah menjahit pesanan tetangga. Tak jauh darinya, terdengar suara lemari dibuka dan ditutup tergesa.

Ia menoleh. Ganendra berdiri di ambang pintu kamar, mengenakan kemeja putih yang sudah disetrika rapi. Rambutnya disisir ke belakang, wajahnya tampak lebih segar meski masih terlihat pucat.

"Ganen, kamu mau ke mana, Nak?"

Ganendra menunduk sejenak, lalu berkata lirih, "Aku cuma mau datang sebentar, Bu. Nggak akan lama. Aku mau kasih selamat."

Bu Siti menghentikan gerakan jarinya. Jarum jahit itu terhenti di tengah lajur benang. Sorot matanya berubah, dari tenang menjadi cemas.

"Itu pesta nikahan Rania, ya?" tanyanya pelan, tapi dalam.

Ganendra tak menjawab. Diamnya adalah pengakuan.

Bu Siti menghela napas, berdiri perlahan. Tangannya yang kurus menggenggam lengan anaknya.

"Nak, buat apa kamu datang ke sana? Kamu pikir hatimu udah cukup kuat untuk lihat dia gandengan tangan sama laki-laki lain? Dandan cantik, senyum-senyum tapi bukan buat kamu lagi? Bu takut, kamu malah makin hancur."

Ganendra menatap ibunya, rahangnya mengeras. "Aku cuma mau lihat dia bahagia, Bu. Biar aku bisa selesai."

Air mata Bu Siti menetes begitu saja.

"Nak... kadang caranya menyembuhkan hati bukan dengan datang ke luka itu. Tapi menjauh, lalu biarin waktu yang obatin."

Ganendra mengalihkan pandangan. Ada getir di matanya yang menahan tangis.

"Aku nggak bisa tenang sebelum lihat dia satu kali lagi. Setelah itu aku janji, aku bakal mulai hidupku lagi."

Bu Siti terdiam. Hatinya ingin melarang, tapi ia tahu kadang luka itu memang harus dihadapi, bukan dihindari.

Akhirnya ia melepas genggaman tangannya, perlahan. "Kalau memang kamu yakin, pergi. Tapi janji sama Ibu pulang sebagai laki-laki yang lebih kuat."

Ganendra menunduk, mencium tangan ibunya penuh hormat.

Lalu ia melangkah pergi, dengan dada berdegup tak karuan menuju pesta yang bisa menjadi penutup luka atau justru memperdalamnya.

Tenda putih dengan hiasan bunga melati tergantung di langit-langit itu tampak megah. Musik lembut dari organ tunggal mengalun, bercampur dengan suara riuh tamu yang saling bersalaman dan berfoto.

Rania tampak anggun dengan kebaya berwarna gading, rambutnya disanggul rapi, senyumnya manis tapi bukan lagi untuk Ganendra.

Di antara kerumunan tamu, Ganendra berdiri kaku. Tubuhnya masih lemah, tapi ia paksakan langkah. Napasnya terasa berat, seolah setiap langkah mendekat ke pelaminan adalah siksaan yang menyesakkan dada.

Dan saat mata mereka bertemu Rania terpaku. Senyumnya seketika hilang, wajahnya mendadak tegang. Matanya membelalak, menatap Ganendra seperti hantu masa lalu yang datang tak diundang.

Namun sebelum Ganendra sempat menyapa, sebuah suara berat memotong keributan kecil di sekitar mereka.

"Heh! Kamu ngapain ke sini?!"

Pak Darto, ayah Rania, melangkah cepat dengan wajah merah padam.

"Sudah nggak punya malu ya?! Anak gagal pengangguran masih berani datang ke pesta anak saya?!"

Semua mata kini tertuju pada Ganendra. Beberapa tamu bergumam. Rania terlihat panik pengantin pria di sampingnya bingung.

"Pak... cukup," bisik Rania, tapi diabaikan.

Bu Erna, ibunya, ikut menyusul sambil mendengus.

"Anak kayak kamu tuh nggak usah datang bawa-bawa sial ke acara orang! Sudah kecelakaan, nggak kerja, hidup pun nggak jelas! Apa kamu pikir Rania masih peduli?!"

Ganendra menggigit bibir, menahan harga diri yang tercabik. Tapi ia tetap berdiri tegak, meski lututnya nyaris gemetar.

"Saya... cuma mau ngucapin selamat," ucapnya pelan.

"Selamat?" Bu Erna tertawa mengejek. "Sudahlah Pergi! Jangan bikin malu di sini. Cermin diri kamu dulu!"

Beberapa tamu mulai menyuruhnya menjauh. Ada yang menyindir, ada yang menahan tawa.

POV Rania..

Aku tak pernah membayangkan wajah itu akan muncul di hari pernikahanku.

Ganendra pria yang dulu begitu aku cintai, kini berdiri di ujung tenda dengan tubuh kurus dan mata sayu.

Sekujur tubuhnya seperti menyimpan bekas luka yang belum pulih. Dan saat mata kami bertemu dadaku seperti ditarik ke masa lalu yang aku pendam dalam-dalam.

Apa yang dia lakukan di sini? Kenapa datang? Aku seharusnya bahagia. Tapi melihat dia berdiri di sana, diam, sendiri, seperti tersesat di tempat yang bukan miliknya hatiku sakit dan sangat.

"Ganendra..." bisikku dalam hati, menahan air mata yang tak boleh jatuh hari ini.

Tapi sebelum aku bisa bicara, Papa datang lebih dulu. Dengan nada tinggi dan hinaan yang mengiris. Mama menyusul, mengusirnya seperti mengusir pengemis.

Aku ingin melangkah, ingin menghentikan semuanya. Tapi kaki ini berat. Aku berdiri di pelaminan, seperti boneka yang dipaksa tersenyum. Sedangkan dia pergi dengan diam yang lebih menyakitkan daripada amarah.

Dan saat dia berbalik, hanya satu kalimat yang ia tinggalkan, "Semoga kamu bahagia Rania."

Aku ingin menjawab dan ingin bilang, "Maaf." Tapi suara itu tak pernah keluar.

Dan yang lebih menyiksa, aku tak tahu apakah aku benar-benar bahagia hari ini.

Ganendra menatap Rania sekali lagi. Wajah perempuan itu menyimpan banyak hal kebingungan, rasa bersalah, tapi juga jarak yang tak bisa dijembatani lagi.

"Semoga kamu bahagia, Rania."

Itu kata terakhir yang ia ucapkan sebelum berbalik.

Ia melangkah pergi, meninggalkan tawa sinis dan tatapan iba, sambil menahan air mata yang nyaris tumpah. Langkahnya gontai, tapi dalam hati ia berkata, "Ini terakhir kalinya aku menoleh ke masa lalu.”

Langkah Ganendra belum sepenuhnya meninggalkan tenda saat beberapa tamu lain ikut bersuara.

Mereka tidak mengenalnya dekat tapi hinaan selalu mudah dilontarkan, apalagi pada orang yang sudah jatuh.

"Itu Ganendra ya? Dulu katanya pacarnya Rania, sekarang cuma jadi tamu nggak diundang." Cibirnya seorang ibu-ibu.

"Iya, mukanya sih masih lumayan... tapi hidupnya? Hancur, kasihan banget." ejeknya seorang perempuan muda.

"Ganteng doang nggak cukup, Bang. Harus punya duit juga!" sindirnya yang lain.

Tawa mereka meledak tanpa empati. Ganendra hanya menunduk, menelan tiap kata seperti duri yang menghujam dada. Hatinya panas, wajahnya terasa terbakar, tapi ia tetap menahan diri.

Tidak ada yang bisa ia lakukan selain melangkah meski setiap langkah terasa seperti melintasi bara.

"Muka model, hidup level kuli," gumam seorang ibu-ibu sambil menatapnya dari ujung kepala sampai kaki.

"Makanya, jangan terlalu tinggi mimpi. Anak biasa kok mau nikahin anak orang punya," bisik seorang lelaki paruh baya sambil tertawa sinis.

Suara-suara itu bersatu jadi racun yang terus memukul mentalnya. Tapi Ganendra tetap berjalan keluar tenda, dengan napas berat dan mata berkaca-kaca. Di balik senyapnya wajah, dadanya sesak. Bukan hanya karena Rania tapi karena hari itu, ia benar-benar dihancurkan oleh dunia.

Dan di kejauhan, Rania masih menatap punggung pria itu yang makin jauh dengan tatapan rumit yang tak bisa ia jelaskan. Ada luka, ada sesal, tapi semuanya sudah terlambat.

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
sunshine wings
dan kamu emang udah layak dari pertemuan pertama insiden itu Livia .♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Wah aku yg salting.. asekkk.. 💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻
sunshine wings
hahaha.. energi ya mas.. powerbank.. 💪💪💪💪💪😍😍😍😍😍
sunshine wings
Kan.. 👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Good Ganendra.. 👍👍👍👍👍
sunshine wings
Yaa begitulah..Mantapkan hati.. 👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Memang ada pilihan lain tapi hati hanya punya satu ya mau gimana lagi ya kan..
sunshine wings
Sudahlaa Lintang nanti makan diri sendiri.. 🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️
sunshine wings
kerana Livia yg pertama ada selepas hati Ganendra hancur berkeping².. ♥️♥️♥️♥️♥️
Naila
lanjut
Purnama Pasedu
lintang jadi badai
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: duri dalam daging 🤭🤣
total 1 replies
sunshine wings
😘😘😘😘😘
sunshine wings
Yesss!!! 💪💪💪💪💪♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
🥰🥰🥰🥰🥰
sunshine wings
daaan calon suami juga.. 🥰🥰🥰🥰🥰
Purnama Pasedu
Livia,,,sekali kali ajak ibunya ganen sama ganen ke restoran
Purnama Pasedu: begitu ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: belum waktunya kak mereka belum resmi pacaran
total 2 replies
sunshine wings
Laa.. rupanya adek sepupu kirain adek sekandung.. buat malu aja.. sadar dri laa ɓiar sedikit.. 🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣
total 1 replies
Al Ghifari
lanjut seru banget
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kakak insyaallah besok 😘🙏🏻
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!