Setelah sepuluh tahun berumah tangga, akhirnya Sri Lestari, atau biasa di panggil Tari, bisa pisah juga dari rumah orang tuanya.
Sekarang, dia memilih membangun rumah sendiri, yang tak jauh dari rumah kedua orang tuanya
Namun, siapa sangka, keputusan Tari pisah rumah, malah membuat masalah lain. Dia menjadi bahan olok-olokan dari tetangganya.
Tetangga yang dulunya dikenal baik, ternyata malah menjadikannya samsak untuk bahan gosip.
Yuk, ikuti kisah Khalisa serta tetangganya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gara-gara Mesin Cuci
Masih dalam keadaan jengkel, Rohani kembali ke rumahnya. Karena Sari tidak bisa di ajak kompromi.
Yang ada, Sari malah menyuruhnya untuk melakukan pendekatan dengan Andin. Apalagi, mengingat gadis itu yang tidak lagi mempunyai kedua orang tua.
Masih dalam keadaan misuh-misuh Rohani membuka tudung saji yang telah di siapkan oleh Andin. Matanya berbinar, kala melihat ayam kecap yang di buat oleh Andin.
Rohani mengakui, keberadaan Andin banyak membantunya. Dia bahkan rela bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan untuknya.
Tak hanya itu, Andin juga mau mencuci semua baju kotornya. Bahkan dia tidak mempermasalahkan setiap ucapan kasar yang keluar dari mulutnya.
Tapi itu bukan berarti Andin layak jadi menantu idamannya. Bahkan jika harus memilih, dia lebih memilih Tari untuk menjadi mantunya, dari pada Andin.
"Kamu beli banyak sekali," cetus Rohani kala melihat plastik yang di tenteng Andin.
"Iya, karena bang Amar mengirimkan aku banyak uang, kasihan kan, kalo gak dihabisi," sahut Andin duduk lesehan di tikar.
Rohani melihat Andin membukakan beberapa steel baju daster. Hatinya berbunga-bunga menduga jika mantunya tidak akan melupakannya.
"Cantik-cantik kan mak?" tanya Andin.
Total, dia membeli lima pasang baju daster. Dan satu set gamis.
"Untuk emak, yang mana?" tanya Rohani tersenyum.
"Mak, beli sendiri lah, bukannya abang bilang emak juga mendapatkan jatah yang sama?" Andin merangkul semua baju-bajunya.
"Eh-eh ,,, kok gitu," Rohani hendak merebut salah satu daster yang menggoda matanya.
Akan tetapi, Andin menepis kasar tangan mertuanya.
"Mak punya uang sendiri, bahkan uang nafkah yang diberikan bang Amar, sama seperti yang mak terima. Jadi, kalo mak mau, mak bisa beli sendiri. Lagipula, mau dibawa kemana sih, mak nyimpan-nyimpan uang kayak gitu," papar Andin memicingkan matanya. "Atau mak mau, kalo mak mati nanti, aku akan foya-foya dan memakai semua uang serta emas emak?" sambung Andin.
"Kalo itu terjadi, maka aku akan gentayang dan menghatuimu," ancam Rohani.
"Gak takut sih mak, kan secara mak udah mati, jadi setan! Jadi, aku lantunkan ayat-ayat suci, dan mak langsung mati untuk kedua kalinya," kekeh Andin.
Kemudian Andin tertawa terbahak-bahak.
Rohani sendiri hanya bisa diam dengan wajah merah padam. Karena lagi-lagi dia kalah debat dengan menantunya.
...***************...
Hari ini, saat Rohani datang ke rumah Sari untuk sekedar ngobrol. Sebuah becak terlihat berhenti tepat, di depan rumah Tari.
Jiwa penasarannya meronta-ronta. Dia berjalan ke arah becak, yang terlihat sedang menurunkan sebuah mesin cuci.
"Punya siapa pak?" tanya Rohani seraya memegangi kotak mesin cuci yang sudah di turunkan.
"Punya Tari, benarkan ini rumahnya?"
"Anak jaman sekarang memang berbeda ya pak. Padahal masih muda, tapi gak mau mengeluarkan tenaga untuk mencuci," cibir Rohani.
Padahal jauh di lubuk hatinya, dia sedikit iri dengan Tari. Dan dia berjanji akan membeli mesin cuci yang jauh lebih mahal di bandingkan Tari.
"Model begini, berapa?" tanya Rohani berbisik.
"Kurang tahu bu, karena saya hanya di tugaskan sebagai pengantar," sahut lelaki itu datar.
"Beli di toko mana?"
"Toko eletronik setia kawan,"
Begitu mendapatkan informasi yang dia mau, Rohani buru-buru pulang ke rumah. Dia akan mengajak Andin untuk membeli mesin cuci yang sama. Atau bila perlu, yang lebih mahal dari pada milik Tari.
"Besok aja lah, mak," tolak Andin, begitu Rohani menyampaikan maksudnya.
"Kamu gak lihat, Tari udah beli mesin cuci?"
"Tahu mak, kan tadi belinya. Sekalian beli daster-daster ku," ungkap Andin sambil main ponsel.
"Memang berapa?" tanya Rohani penasaran.
"Sekitar dua jutaan gitu,"
"Ya udah, antar mak sekarang, mak juga mau beli mesin cuci. Masak, kita yang kaya gak ada mesin cuci,"
Dan karena tidak mau berdebat dengan mertuanya. Andin pun menuruti keinginan Rohani untuk beli mesin cuci.
"Gini kan enak, kita gak kalah-kalah amat sama keluarga mereka," cetus Rohani kala mereka dalam perjalanan pulang.
"Memang hidup ini lomba ya mak? Kenapa kita harus ada istilah menang kalah?" tanya Andin sembari mengendarai sepeda motornya.
"Kamu mana ngerti, kalo kita gak beli mesin cuci, nanti orang-orang akan membandingkan kita," sahut Rohani dengan ketus.
"Jadi, emak takut orang-orang ngomongin kita?" lagi Andin bertanya.
Rohani hanya memutar mata malas. Enggan menanggapi pertanyaan Andin.
Tak berselang lama setelah Andin dan Rohani tiba di rumahnya. Sebuah becak yang membawakan mesin cuci juga berhenti di rumahnya.
Rohani langsung keluar dan menengok ke arah rumah Tari. Berharap Tari keluar dan menanyakan apa yang di bawakan becek itu, atau paling tidak, Tari bisa melihat sendiri dan menyimpulkannya sendiri.
Akan tetapi, yang diharapkan tidak juga keluar. Baik Tari maupun Sari, mereka tidak penasaran dengan apa yang dibelinya.
"Pasti mereka tak menduga, aku mampu menyaingi mereka," kekehnya menyemangati dirinya.
"Boleh juga punya mertua irian," batin Andin, bahagia.
Andin menghubungi Amar dan mengatakan jika ia dan emak baru saja beli mesin cuci.
Dan dari seberang sana, Amar mengatakan jika ia sudah berulang kali menyuruh emaknya untuk membeli mesin cuci. Namun, selalu saja menolak dengan alasan mesin cuci tidak lah, membuat baju mereka bersih.
Dan sekarang dia merasa heran, kenapa emaknya mau membeli mesin tersebut secara tiba-tiba.
"Kamu yang sabar ya, emak memang begitu," pinta Amar seberang sana, kala Andin memberitahukan alasan dibalik itu semua. "Atau kamu mau pindah kesini aja?"
"Gak usah, aku tinggal disini aja ... Kasihan juga emak kan? Lagipula, emak hanya iri sama tetangga, bukan sama aku menantunya," bela Andin.
Karena menurutnya, Rohani masih setengah baik. Dan dia juga tidak terlalu mempermasalahkan akan hal itu.
"Andin, kenapa di kamar melulu sih?" Rohani mendorong kasar pintu kamar Andin.
"Lagi ngobrol sama anak emak, katanya rindu," Andin memperlihatkan ponselnya, dimana dia sedang melakukan panggilan video dengan suaminya.
"Sini," Rohani merampas ponsel dari tangan Andin.
"Kirimkan emak uang tiga juta, tadi emak beliin istrmu mesin cuci, karena setiap hari dia ngeluh capek, cuciin baju emak," perintah Rohani berbohong.
"Eh, aku gak minta loh mak, bukannya emak beli mesin cuci karena mbak Tari?" tanya Andin, dan Rohani langsung menginjak kakinya.
"Kirim dua juta bang, karena mesin cuci hanya harga sejuta sembilan ratus," teriak Andin.
Rohani memelototinya, dia langsung mematikan panggilan itu.
"Kenapa kamu ikut campur hah? Dia anakku, uangnya juga uangku," hardik Rohani membanting ponsel milik Andin.
Andin menatap ponselnya dengan nanar. Dia mengambil ponsel yang sudah mati total itu.
"Rasakan, itu akibatnya kamu terlalu ikut campur," hardik Rohani.
"Hore ponsel baru," ucap Andin membuat Rohani melongo.