Kehidupan seorang gadis cantik bernama Calista Angela berubah setelah kepergian Ibunya dia tahun yang lalu karena sebuah kecelakaan.
Ayahnya menikah dengan Ibu dari sahabatnya, dan semenjak itu, Calista selalu hidup menderita dan sang Ayah tidak lagi menyayanginya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Encha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Kekhawatiran Abian
Sudah sampai setengah hari Abian mencari keberadaan Calista. Bahkan panggilannya tidak diangkat, semua pesannya bahkan sampai saat ini belum dibaca. Sedangkan Calista, hari ini dia tidak ada di kampus.
"Gimana Bi, Udah ada jawaban dari Calista?"Kata Bela yang juga terlihat khawatir.
"Belum Bel, pesannya juga belum dia baca. Astaga Caca Lo dimana sih."
Bela terdiam menatap bagaimana Abian yang terlihat panik dan penasaran. Mereka sudah mendengar soal Perusahaan keluarga Calista dan mereka khawatir dengannya.
"Gue harus kerumahnya Bel, gue gak bisa cuma diem nunggu balasan dia."
"Gue ikut." Balas Bela mengambil tasnya dan menghampiri Abian yang mengangguk.
Sebenarnya bukan hanya Calista yang tidak kuliah, Talita pun sama. Namun, mereka hanya mengkhawatirkan Calista.
Bagas sedikit bernafas lega setelah tau Leon membantunya. Walaupun hanya 10% saja namun dia bisa sedikit membantunya.
Bagas baru saja sampai dirumahnya, tubuhnya lelah, kepalanya berat. Dia tidak tidur semalam dan hari ini dia harus mencari cara untuk menyelamatkan Perusahaannya.
"Kamu sudah pulang Mas?" Silvia berucap sembari menghampiri suaminya.
"Aku lelah, aku akan istirahat dulu."
"Oya bagaimana dengan Perusahaan. Aku gak mau ya Mas hidup susah lagi. Talita baru saja hidup enak aku gak mau dia kembali hidup seperti dulu."
Bagas menghela napasnya dan berbalik menatap istri keduanya.
"Kamu tenang saja, Leon sudah membantu. Setidaknya masih ada waktu untuk aku menyelamatkan Perusahaan."
"Ini pasti karena anak kamu."
"Apa maksud kamu Silvia."
Silvia berjalan menghampiri Bagas dan berdiri tepat didepannya. "Sekarang dimana dia? Dia bahkan tidak pulang hingga saat ini. Padahal tau kalau kondisi sedang seperti ini."
Bagas baru teringat dengan Calista. Setelah pertengkarannya tadi pagi dia belum melihatnya.
Tok,,
Tok,,
Tok,,
Silvia menoleh dan berjalan menuju pintu utama, Abian juga Bela berdiri disana.
"Permisi Tante."
"Kalian siapa?"
"Kami teman-teman Calista Tante, Calista ada dirumah?" Bela berusaha ramah walaupun aslinya dia sangat tau bagaimana sifat asli wanita didepannya ini.
"Calista? Bukannya dia pergi kuliah" Kata Bagas mendekat dan menatap mereka.
"Maaf Om hari ini Calista tidak ke kampus, itu kenapa saya datang ke sini karena telp juga pesan saya tidak ada balasan."
"Dia tidak ke kampus?" Ulang Bagas bingung. Bukannya pagi tadi Calista bersiap.
"Benar Om."
"Siapa Ma - Abian" Talita tersenyum melihat jika Abian di rumahnya.
Abian menoleh dan mengangguk.
"Kamu pasti mau jenguk aku kan karena aku gak masuk kuliah?"
"Terus dimana Calista." Kata Bagas membuat semua menatapnya.
"Makanya kami ke sini karena kami khawatir." Bela menjawab dengan melirik sinis Talita.
"Tidak kuliah, bukannya tadi pagi dia pamit buat kuliah. Benar-benar anak itu susah diatur."
"Maaf Maksud Tante?" Bela tidak terima dengan ucapan Silvia. Dia sangat tau apa yang sebenarnya terjadi.
"Dia anak yang pembangkangan, bahkan dia baru saja bertengkar dengan kami. Dan sekarang kalian datang bilang kalau anak itu tidak kuliah?"
"Baik Tante, kamu permisi. Kami akan mencari Calista ketempat lain." Bela menarik tangan Abian dan pergi dari sana. Lama berada disana hanya membuatnya emosi.
"Lo lihat gimana nyokap tirinya, bahkan dia tetap menjelekkan Calista dan Lo lihat wajah Om Bagas. Kenapa bisa dia seperti tidak peduli." Bela benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Astaga Ca, Lo dimana sekarang." Gumam Abian melajukan mobilnya. Mereka akan terus mencari keberadaan Calista.
********
Hari semakin gelap. Calista masih terlihat betah berada disebuah tempat dimana Leon mengajaknya. Didepannya terlihat sebuah danau yang indah, sebuah perahu yang sedang berlayar juga beberapa angsa berenang di tepian.
Leon terus menatap wajah gadisnya, gadis yang dia sayang, gadis yang selalu dia cintai.
"Senang?" Ungkap Leon memejamkan matanya dan bersandar.
Calista terdiam, menatap wajah laki-laki disampingnya. Bagaimana jika dia tidak bertemu dengannya, saat ini. Apa yang akan terjadi, bagaimana dengannya. Entahlah.. Calista tidak bisa memikirkan semua itu.
"Aku sangat senang."
Leon membuka matanya dan menatap Calista yang tersenyum menatap danau.
Apapun akan aku lakukan untuk membuat kamu bahagia, membuat senyuman itu terus ada di wajah cantik kamu Calista.
Leon melepas jasnya dan memakainya di bahu Calista, Calista menoleh dan tersenyum.
"Terimakasih Leon, aku banyak berhutang sama kamu."
"Aku tidak pernah menganggap ini hutang."
Calista tersenyum dan mengangguk. "Karena kamu memang tidak membutuhkan apapun, semua sudah kamu punya."
Kamu salah Calista, saya belum mendapatkan kamu. Batin Leon menatap gadisnya.
"Oya boleh aku tanya sesuatu?" Ucap Calista menatap Leon yang mengangguk sebagai jawaban.
"Aku masih bingung dengan semua ini, kita ketemu saat di Cafe, kamu tolong aku di halte dan kemarin di taman. Itu seperti tidak kebetulan. Dan kamu, begitu baik dengan aku. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
Leon terdiam. Anda kamu tau kita pernah bertemu sebelumnya.
Flashback.
5 Tahun lalu terlihat seorang perempuan dengan seragam SMP sedang meringis kesakitan karena luka di lututnya. Dialah Calista yang masih berumur 14 tahun. Saat itu entah bagaimana Calista duduk di tepi jalan.
Leon yang dulu masih berusia 20 tahun, dia sedang bersama Zidan dalam sebuah mobil yang melaju kencang dijalan yang sama dengan posisi Calista.
"Stop.!" Titah Leon membuat Zidan bingung.
Leon membuka pintu mobil dan berjalan keluar, Zidan yang melihatnya pun segera mengikuti.
"Kaki kamu kenapa?"
Calista mendongak dan melihat laki-laki berdiri di depannya.
"Kaki aku sakit Om.."
Leon sempat mengernyit saat gadis itu malah memanggilnya dengan sebutan Om.
"Om.? Saya-
"Lututnya terluka Tuan." Potong Zidan saat melihat lutut gadis itu luka dan berdarah.
Dengan sigap Leon membopong dan membawanya ke dalam mobil.
"Eh Om mau bawa aku kemana? Om mau culik aku?" Calista terus berontak namun Leon tidak mendengarnya.
"Ke Rumah sakit cepat." Ucap Leon menatap Zidan.
"Baik Tuan."
Calista mengerjab, dia menatap wajah laki-laki itu dari dekat. Karena Leon masih menggendongnya.
"Om,,"
"Diam, jangan panggil saya Om."
Zidan fokus dengan jalanan hingga mereka sampai disebuah Rumah sakit. Leon masih membopong tubuh Calista dan masuk ke dalam Rumah sakit.
"Tuan Leon-
"Cepat bantu anak ini."
beberapa dokter juga suster langsung berlari mendekat saat tau siapa yang datang. Mereka langsung melakukan tindakan namun Calista menggeleng dan menatap Leon.
"Aku gak mau masuk, aku takut." Ucap Calista menangis dan terus memegang tangan Leon.
"Adik kecil ada suster juga dokter, kami akan mengobati lutut kamu supaya tidak infeksi." Tutur dokter dengan begitu ramah.
"Engga Mau,, Om aku gak mau."
"Hanya sebentar dan tidak akan sakit."
"Tapi Om temenin."
Leon menatap wajah Calista, entah mengapa dia merasa begitu dekat dengannya. Melihat wajahnya, matanya yang begitu indah membuatnya mengangguk.
"Aw.. Perih pelan-pelan." Teriak Calista saat suster membersihkan lukanya dengan alkohol.
"Ini sudah pelan, sebentar lagi ya."
"Gak mau ini sakit.."
Leon yang melihatnya lantas mendekat dan memeluk gadis kecil itu. Pelukan Leon membuat Calista lebih tenang walaupun tangan gadis itu sesekali mencakar dan meremasnya.
"Nah sudah selesai,"
Calista menoleh, lututnya sudah bersih dan telah di perban. Ganti perban setiap dua hari sekali ya, dan lukanya jangan dulu kena air.
"Iya Dokter."
"Saya permisi."
Calista melepaskan tangannya dan memegang pelan perbannya.
"Dimana rumah kamu?"
"Om mau anterin aku pulang juga?"
Leon mengangguk membuat Calista tersenyum. Dan senyuman itu. Senyuman yang membuat hati Leon berubah. Senyuman yang begitu cantik.
"Ayo saya antar kamu pulang." Leon kembali membopong tubuh Calista dan keluar rumah sakit.
karya ka encha emang best bgd