"Apa yang kamu bicarakan Lin Yi? A-aku sudah kotor sejak kecil haha, dan kamu, dan kalian kenapa masih tertarik pada perempuan sepertiku? Sepertinya kalian kurang berbaur ya, diluar sana masih banyak loh gadis yang lebih dariku dari segi fisik dan mental, so, kerjasama kita bertiga harus profesional ya!" Sebenarnya Safma hanya mengatakan apa yang ada dalam pikirannya, walaupun Safma sendiri tidak terlalu paham dengan maksud dari kalimatnya secara mendalam. Tidak ada airmata dari wajah Safma, wajahnya benar-benar pintar menyembunyikan emosinya.
"Safma!" Sudah habis kesabaran Lin Yi, kemudian menarik tangan Safma pelan juga tiba-tiba namun dapat membuat gadis itu terhuyung karena tidak seimbang. "Jangan bicarakan hal itu lagi, hatiku sangat sakit mendengarnya. Kamu terlalu berharga untukku, Please biarkan aku terus mencintaimu!" Lirih Lin Yi dibarengi air mata yang mulai berjatuhan tanpa seijinnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sazzzy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sindiran Lin Yi
Tidak Safma sangka, mereka bertiga akan makan satu meja. Agak konyol jika mengingat kejadian seperti tadi. Ternyata River juga tak menolak gratisan ya, disisi lain dengan tukang loyal.
Lin Yi juga lumayan baik orangnya, dia dengan rela hati membiarkan River ikut makan bersama.
Dan untuk Safma, walaupun mungil begitu, perutnya seperti kantong Doraemon yang bisa saja diisi oleh makanan yang banyak.
Tapi badannya masih saja kecil, jika gendutan yang terlihat hanya di area wajah yang makin tembam dan area yang sialnya disukai pria.
Mereka bertiga makan dengan hikmat, tidak ada yang bersuara, tidak ada yang ingin membuka suara lebih dulu, hanya diam menikmati makanan.
"Kenapa aku bisa terjebak diantara mereka" batin Safma jengkel dengan sesekali melirik dua orang didepannya.
"Niatku makan hanya berdua bersama Safma harus gagal untuk percobaan pertama kali, menyebalkan sekali." Batin Lin Yi jengkel.
"Haha, aku beruntung hari ini," puas River dalam hati.
Setelah selesai menikmati acara makan bersama, Lin Yi, River dan Safma jalan bertiga menyusuri jalanan yang cukup ramai muda dan mudi. Untuk sepedanya, sudah dikembalikan beberapa waktu yang lalu.
Disisi lain, seorang Lin Yi yang biasanya tak peduli membuka obrolan kini tengah sibuk memikirkan topik apa yang akan ia bahas dengan Safma, ya tentu saja gadis menggemaskan itu, untuk temannya, dengan senang hati Lin Yi mengabaikannya.
Berdehem Lin Yi melirik Safma dengan ekor matanya, "Kapan kamu akan pulang ke negaramu?" Dengan raut wajah penasaran.
"Minggu depan." Tahu Safma.
"Benar, Minggu depan, aku juga akan ikut dengannya." Tambah River.
"Ck, kenapa dia?" Batin Lin Yi kesal.
"Lin Yi, terimakasih untuk traktirannya tadi," Safma tersenyum.
Senyum tak bisa Lin Yi sembunyikan dari wajahnya, "Sama-sama, lain kali sebelum kamu pulang, aku bisa mentraktir dirimu kapan saja." Antusias Lin Yi bergejolak.
"Apa kamu tidak sibuk bekerja?" Tiba-tiba saja pertanyaan terdengar dari mulut River.
Kenapa dengan anak itu, pikir Safma tak mengerti. Kemudian duduk di bangku panjang disebelah mereka. Disusul kedua pemuda itu di samping kanan dan kirinya. Padahal Safma tadi ingat mengambil tempat duduk di pinggir deh, kenapa jadi ditengah.
"Aku bisa mengatur jadwalnya, aku kan pewaris." Balas Lin Yi dengan nada tak suka.
Ah iya, Lin Yi penyebabnya, entah sengaja atau sadar tidaknya si Lin Yi ini seperti akan duduk di pangkuannya, tentu saja Safma bergeser, jika tidak ya wassalam jadi Safma geprek.
Tubuh Safma sedikit doyong ke arah River, "Tiba-tiba saja aku berpikir ... Sepertinya si Lin Yi ini anak orang kaya, kenapa kamu tidak bertanya lowongan kerja di perusahaan dia saja? Lumayan kan gajinya bisa saja dua kali lipat dari pekerjaanmu sekarang?" Tawarnya menaik turun kan alisnya.
Tapi naas, dengan tegas River menggelengkan kepalanya, "Keputusanku sudah bulat, aku akan ikut bersamamu."
Safma berdecak, "Okay."
Tubuh River condong ke depan lalu menyampingkan tubuhnya untuk menghadap kearah Lin Yi. "Enak ya jadi pewaris, dapat uang dengan mudahnya, tidak seperti kami berdua ini yang harus mulai dengan niat dan tekad."
"Menurutku gak juga, justru pewaris juga memiliki beban berat karena harus memenuhi ekspektasi semua orang yang mengharapkan dia pantas tidaknya. Yah walaupun ada enaknya sih dengan tidak kekurangan uang dan support sistem yang memadai," opini Safma mengutarakan.
Lin Yi tersenyum manis, "Kamu benar, menjadi pewaris harus memenuhi ekspektasi semua orang dan lebih tepatnya tidak bisa menjadi diri sendiri seperti yang diinginkan."
"Benar juga." River setuju, "Aku bukan seorang pewaris, jadi bisa mencapai apapun yang ku mau dan impikan tanpa beban ekspektasi dibelakang ku. Apalagi aku broken home kan, jadi tidak ada yang peduli tentang hal itu."
Safma menghela nafas panjang, kemudian bersandar pada kursi, "Setiap orang memang memiliki plus dan minusnya, itu tergantung dari sudut pandang orang yang melihat kita seperti enak padahal perjalanan untuk mencapai sesuatu yang kita harapkan bisa sampai depresi sendiri. Yah begitulah hidup, orang yang hanya tahu hasilnya akan berkata 'enak ya jadi dia' tanpa tau rintangan apa saja yang dihadapi orang itu." Komentar Safma.
Tiba-tiba Lin Yi tersenyum simpul, "Gak salah aku suka kamu," ucap Lin Yi tanpa sadar namun detik berikutnya ia sadar tatkala dapat pandangan aneh dari dua orang disampingnya. "Maksudku, aku suka kata-katamu. Iya, um kurasa begitu, ya, kurasa kalian salah dengar tadi, ya kan?" Kikuk Lin Yi jadi gugup sendiri.
Terkekeh kecil, Safma bergumam ... "Biasanya ucapan pertama itu kejujuran."
Tak mengerti, River dan Lin Yi bengong dan, "Hah?" Ucap mereka berdua.
"Perasaan tidak ada yang tahu dan mengontrolnya, entah itu benci, cinta, suka, tertarik, dan yang lainnya. Dan yah, sebelum semakin dalam dan semakin jauh, dengan sangat sadar dan menyesal aku minta maaf akan hal itu. Aku harap kalian tidak memiliki perasaan apapun padaku, tidak lebih dari sekedar teman, aku tidak mau kalian akan tersakiti akan diriku. Sadarlah kalian akan banyak sekali gadis yang lebih dariku, mereka lebih pantas, sedangkan aku tidak pantas menerima itu dari kalian. Kalian terlalu sempurna." Jelas Safma. "Aku pamit pulang duluan." Lantas Safma pergi setelah mengatakan itu.
Diam
Mereka berdua sama-sama diam
Ya,
Kalian benar,
Mereka adalah River dan Lin Yi.
Mereka berdua masih mencerna kalimat yang Safma keluarkan.
Apa kira-kira dari perkataan Safma yang seolah insecure akan dirinya sendiri?
Kenapa gadis itu berkata demikian?
Apakah benar gadis itu tidak pantas untuk dicintai?
Tidak mungkin!
Lin Yi menoleh dengan wajah bak triplek, "Kamu juga tertarik pada gadis itu? Temanmu sendiri?"
"Apa yang salah? Toh aku baru berteman dengannya beberapa hari, dia penyelamat ku, bagaimana mungkin aku tidak tertarik padanya, apalagi dia sangat menggemaskan." Dingin River menatap langit cerah.
"Ya, dan belum saja ada confess sudah ditolak duluan oleh gadis itu. Apa yang membuat dirinya begitu rendah hati?" Lirih Lin Yi menunduk melihat sepatunya yang tampak napak tanah.
River menampilkan wajah seriusnya, "Belum lama aku mengenal dirinya, tapi yang aku pahami adalah, dia, si gadis tanpa gairah hidup telah menyelamatkan orang yang ingin mengakhiri hidupnya. Entah apa jalan takdir dari ini semua, yang aku sadari juga adalah aku merasa tak pantas untuknya. Karena dia terlalu rapuh untuk aku yang sudah setengah hancur, jikapun kami bersama maka bisa saja kehancuran terjadi pada kami berdua."
Menghela nafas berat, River melanjutkan ucapannya, "Gadis mungil yang baru berumur 21 tahun itu memiliki pemikiran dan pengalaman lebih dewasa dari usianya. Makanya aku yakin ikut dia ke Indonesia, karena dia tinggal seorang diri di rumah yang dia bangun. Aku khawatir akan dirinya."
Mendengar kalimat panjang dari River, Lin Yi menghela nafas panjang, "Jalan hidup apa yang pernah dia terima dan rasakan? Sampai berada di titik seperti zombie dengan balutan cendikiawan."
"Dia begitu naif." Celetuk River.
Tiba-tiba saja River melihat ponsel melayang didepannya, kemudian menoleh kearah Lin Yi seraya mengernyitkan keningnya.
"Kau mau memberikan aku ponsel? Tidak usah, aku sudah punya." Tolak River kemudian.
Namun terdengar suara decakan dari Lin Yi, "Ck, siapa yang mau memberi kamu ponsel? Beri aku nomor kamu dan nomor Safma. Dan jika kamu jadi ikut bersamanya, kirimkan padaku alamat gadis itu. Aku akan berkunjung diwaktu luang."
Menggaruk kepalanya yang tak gatal, River tersenyum canggung. "Baiklah."
Melihat itu semua membuat Lin Yi bergumam pelan, "Aku yang kini merasa khawatir dengan Safma karena dia telah memungut orang seperti pemuda di sampingku ini." Tetap saja Lin Yi mengharapkan yang terbaik untuk Safma.
"Aku akan melakukannya." River jujur.
"Tolong jaga Safma baik-baik!" Peringatan Lin Yi seakan tak terbantahkan dengan penuh penekanan.