NovelToon NovelToon
Malam Yang Mengubah Takdir

Malam Yang Mengubah Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / CEO / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kehidupan di Kantor / Kaya Raya
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Tyger

Anya bermimpi untuk memiliki kehidupan yang sederhana dan damai. Namun, yang ada hanyalah kesengsaraan dalam hidupnya. Gadis cantik ini harus bekerja keras setiap hari untuk menghidupi ibu dan dirinya sendiri. Hingga suatu malam, Anya secara tidak sengaja menghabiskan malam di kamar hotel mewah, dengan seorang pria tampan yang tidak dikenalnya! Malam itu mengubah seluruh hidupnya... Aiden menawarkan Anya sebuah pernikahan, untuk alasan yang tidak diketahui oleh gadis itu. Namun Aiden juga berjanji untuk mewujudkan impian Anya: kekayaan dan kehidupan yang damai. Akankah Anya hidup tenang dan bahagia seperti mimpinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Tyger, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 - Pernikahan

Aiden merasa puas mendengar jawaban itu, meski ia tidak menunjukkannya secara terang-terangan. Ia hanya tersenyum tipis dan mengangguk pelan. Tangan yang berada di sisinya mengepal erat bukan karena marah, tapi karena ia berusaha menahan diri agar tidak memeluk wanita di depannya. Ia takut membuat Anya takut dan menjauh darinya.

Aiden segera berdiri, mengambil ponsel dari meja kerjanya yang besar. Ia meninggalkan Anya dalam kebingungan, sementara ia menelepon beberapa orang. Namun, matanya tak lepas sedikit pun dari sosok Anya yang masih duduk di sofa.

Setelah selesai, ia kembali menghampiri Anya dan berkata,

“Kita akan ke kantor catatan sipil sekarang untuk mengurus dokumen pernikahan.”

Eh? Sekarang? Kepala Anya langsung terasa pening. Semua ini terjadi terlalu cepat.

Bukankah ini terlalu mendadak?

“Sekarang?” tanyanya, kaget.

“Hmm. Sekarang.” jawab Aiden singkat. Tanpa menunggu reaksi, ia langsung melangkah keluar dari kantornya.

Anya buru-buru mengejar. Langkah Aiden terlalu panjang, hingga ia harus setengah berlari untuk menyusulnya.

Begitu keluar dari ruangan, Anya melihat Elise berdiri dari kursinya. Wanita itu tersenyum begitu melihat Aiden, tapi pria itu tidak memperdulikannya sama sekali.

Saat menyadari bahwa senyumnya diabaikan, Elise memutar pandangan ke arah Anya yang berjalan di belakang Aiden. Wajahnya langsung berubah menjadi jijik. Tatapannya seolah berkata, “Apa yang wanita seperti kamu lakukan di sini?”

Anya bisa membaca isi tatapan itu. Wanita itu jelas sedang menilainya dari atas sampai bawah, membandingkan diri mereka berdua dan merasa jauh lebih unggul. Lebih cantik. Lebih elegan. Lebih pantas mendampingi Aiden.

Tatapan itu membuat Anya sedikit kesal. Aku tidak sedang bersaing denganmu. Aku bahkan tidak mencintai Aiden...

“Elise, batalkan semua rapat dan pertemuan hari ini,” perintah Aiden tanpa menoleh.

Ucapan itu membuat Elise membelalak. Sepanjang ia bekerja di perusahaan ini, Aiden tidak pernah pulang lebih awal. Pria itu dikenal sebagai workaholic, selalu bekerja hingga larut malam. Elise bahkan rela menemaninya, berharap suatu hari Aiden akan meliriknya.

Apalagi, Aiden selama ini tidak pernah terlihat dekat dengan wanita mana pun. Ia bahkan tidak punya pacar. Itulah yang membuat Elise semakin yakin bahwa ia punya peluang. Ia adalah wanita terdekat dengan Aiden.

Ia tahu dirinya cantik, cerdas, dan menarik. Banyak pria mengejarnya. Tapi anehnya, Aiden tak pernah tertarik meski ia memakai pakaian paling seksi. Sampai-sampai, Elise pernah berpikir Aiden mungkin tidak tertarik pada wanita.

Tapi sekarang… seorang wanita asing muncul tiba-tiba di ruang pribadi Aiden! Wanita yang biasa saja, tak menarik, bahkan tampak miskin!

Dan sekarang, Aiden membatalkan semua jadwal demi wanita itu?!

“Tapi Tuan, hari ini ada rapat penting.” Elise mencoba menahan Aiden pergi, bukan hanya karena rasa cemburu, tapi karena agenda hari ini sangat penting.

Langkah Aiden terhenti. Ia menoleh sedikit dan menatap Elise dengan tatapan sedingin es.

Mulutnya tak mengucapkan sepatah kata pun, tapi auranya sudah cukup membuat Elise gemetar.

Anya ikut merasakan hawa dingin itu. Tanpa sadar, bulu kuduknya berdiri. Pria ini... mengerikan!

Elise menunduk dan menutup mulutnya. Tubuhnya tampak sedikit gemetar.

Aiden kembali berjalan menuju lift pribadinya.

Anya berjalan di belakangnya, tapi sempat melirik Elise yang masih berdiri di tempat. Ia merasa kasihan pada wanita itu. Wajahnya jelas menunjukkan rasa takut.

Saat tatapan mereka bertemu, Elise langsung menatap Anya tajam. Penuh kebencian. Seolah menyalahkan Anya atas semua ini. Kalau tatapan bisa membunuh, mungkin Anya sudah mati sejak tadi.

Bahkan saat pintu lift hampir menutup, Elise masih menatapnya dengan pandangan membara.

Cemburu memang bisa membuat seseorang jadi mengerikan...

Begitu lift pribadi mereka tiba di lobi, Aiden dan Anya langsung melangkah keluar. Semua orang yang berada di lobi langsung menghentikan aktivitas mereka dan memberi hormat kepada Aiden.

Anya merasa sangat canggung saat menyadari semua orang menunduk hormat pada pria di sampingnya. Walaupun mereka sebenarnya tidak memperhatikan dirinya, tapi karena ia berjalan berdampingan dengan Aiden, maka secara tidak langsung ia ikut menjadi pusat perhatian.

Ketika matanya melirik ke meja resepsionis, ia menyadari bahwa wanita yang tadi menolaknya sudah tidak ada di sana. Anya tidak tahu bahwa resepsionis itu telah kehilangan pekerjaannya hanya karena berlaku kasar kepadanya.

Saat ia masih menatap ke arah meja resepsionis, seorang pria tiba-tiba melangkah cepat ke arah Aiden. Pria itu tampan, mengenakan kacamata minus yang justru membuatnya terlihat cerdas. Penampilannya sangat rapi dari ujung kepala hingga kaki, tidak ada sehelai rambut pun yang tampak keluar dari jalurnya. Tubuhnya tinggi, hampir menyamai Aiden. Kulitnya sedikit sawo matang, sangat mencerminkan darah Indonesia yang mengalir kental.

Pria itu langsung membungkuk hormat kepada Aiden. Tidak seperti yang lain, Aiden membalas hormatnya dengan menepuk pelan pundaknya, membuat pria itu berdiri tegak.

“Harris, kita pergi sekarang,” kata Aiden.

“Siap, Tuan.” jawab pria itu.

Mendengar nama itu, Anya langsung sadar pria ini adalah Harris, asisten pribadi dan tangan kanan kepercayaan Aiden.

Harris melirik ke arah Anya dan mengangguk singkat. Anya membalas anggukannya dan mengikuti Aiden menuju mobil.

Sebuah mobil hitam mewah berhenti tepat di depan lobi. Sebelum mereka sempat melangkah, seseorang keluar dari kursi pengemudi. Sosok itu adalah Abdi, sopir pribadi Aiden yang pagi tadi mencoba menjemput Anya.

Pria paruh baya itu segera membukakan pintu untuk Aiden dan Anya, sementara Harris berjalan menuju kursi penumpang depan.

Saat matanya bertemu dengan Anya, Abdi tersenyum ramah,

“Silakan, Tuan, Nona.”

Anya membalas senyum itu dengan hangat, “Terima kasih, Pak. Maaf soal tadi pagi.”

Abdi hanya mengangguk singkat. Ia tahu diri dan tak ingin membuat bosnya menunggu lebih lama. Ia segera kembali ke balik kemudi dan menyalakan mobil.

Begitu masuk, Anya tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya. Interior mobil itu sangat mewah. Meskipun dulu ayahnya memiliki beberapa mobil mahal di garasi, tidak ada satu pun yang semewah ini. Bahkan, di dalam mobil ini ada sekat layar yang memisahkan antara pengemudi dan penumpang belakang.

Ia duduk sangat tegak, takut menyentuh sesuatu yang bisa membuat barang di dalam mobil rusak. Jika ia merusak sesuatu, ia tak akan sanggup menggantinya.

Di tengah kekagumannya, matanya tanpa sadar tertuju pada Aiden. Pria itu tengah memejamkan mata, tampak lelah. Tapi bahkan dalam keadaan tertidur pun, wajah Aiden tetap terlihat tampan. Seolah-olah wajah itu dipahat oleh seniman terbaik.

Ia akan menikah dengan pria setampan ini… Apakah ini mimpi?

Wajah menawan, kekayaan, kekuasaan... Apa yang tidak dimiliki pria ini? Siapa pun wanita pasti akan berlutut dan memohon untuk bisa menjadi istrinya. Tapi Aiden justru memilih Anya.

Harusnya Anya merasa seperti wanita paling beruntung di dunia. Tapi sayangnya... ia tidak mencintai pria ini.

Proses pencatatan pernikahan berlangsung sangat cepat. Anya memandangi buku nikah di tangannya dengan tatapan kosong. Ia seperti tak percaya.

Ia membuka halaman dalam dan melihat foto dirinya bersama Aiden yang sudah terpasang rapi. Otaknya belum mampu mencerna kenyataan ini.

Ia sudah menikah.

Dengan Aiden Atmajaya!

“Kita akan bereskan semua barang-barangmu di rumah,” ucap Aiden, membuyarkan lamunan Anya.

Anya menoleh, melihat Aiden mengatakan hal itu dengan mata terpejam santai.

“Ah… Tapi…” ucap Anya bingung. Ia belum siap menerima semua yang terjadi begitu cepat. Bukankah pernikahan ini hanya pernikahan kontrak? Haruskah ia tinggal bersama Aiden juga?

Pernikahan kontrak…

Mereka menikah hanya karena saling membutuhkan.

Harris awalnya tidak menyetujui pernikahan ini karena ia merasa Aiden dirugikan. Aiden harus menanggung seluruh biaya rumah sakit ibu Anya. Sementara Anya, apa yang bisa ia berikan sebagai balasan?

Akhirnya, Anya menyerahkan kebun bunga milik ibunya sebagai jaminan bahwa suatu hari ia akan melunasi semua utangnya. Setelah semuanya lunas, ia akan bebas.

Bagi Aiden, ini adalah keputusan yang memuaskan. Dengan kebun bunga sebagai jaminan, Anya akan tetap terikat padanya dan tidak bisa begitu saja kabur.

Aiden hanya melirik Anya sambil menaikkan sebelah alis.

Anya hanya bisa diam dan mengangguk patuh. Saat ini, yang bisa ia lakukan hanyalah mengikuti setiap kata Aiden. Ia punya hutang budi dan akan membayar semua yang telah Aiden lakukan sebaik mungkin.

Setelah tiba di rumahnya, Anya segera turun dan mulai mengemasi barang-barangnya. Ia dibantu oleh Harris dan Abdi, sementara Aiden menunggu di dalam mobil.

Anya masuk ke kamarnya dan mengeluarkan tas besar. Ia mulai memasukkan barang-barangnya, walau tidak banyak. Sebagian besar adalah barang-barang lama. Ia memang tidak punya uang untuk membeli barang baru.

Barang-barang milik ibunya ia rapikan dengan hati-hati. Ia ingin semuanya tetap tertata rapi—seperti saat ibunya masih sehat. Foto-foto kenangan dirinya bersama sang ibu memenuhi hampir seluruh rumah, menghadirkan kehangatan di rumah kecil itu. Foto-foto itu adalah harta yang paling berharga baginya.

Kali ini, ia pergi untuk waktu yang lama. Semua ini demi melunasi hutangnya.

Saat menutup pintu rumah, hatinya terasa berat. Ia bertanya dalam hati, akankah suatu hari nanti aku bisa kembali ke rumah ini bersama Ibu?

Rumah kecil dan sederhana ini menyimpan terlalu banyak kenangan. Ia sangat merindukan masa-masa itu…

Kenangan saat ia dan ibunya berjuang bangkit pasca perceraian.

Kenangan bahagia yang sederhana.

Kenangan pahit saat ibunya jatuh sakit, dan ia harus bertahan seorang diri…

Dan kenangan hari ini—yang masih basah oleh air mata dan perjuangan.

Hari ini, Anya menutup pintu rumahnya dengan perasaan takut… tapi juga sedikit bahagia.

Ia takut membayangkan masa depan yang belum pasti. Tapi di saat bersamaan, ia juga merasa lega… karena kini ia tidak sendirian lagi.

Mungkin ia belum mencintai Aiden. Tapi setidaknya, mulai hari ini… ia tak perlu menghadapi semuanya seorang diri.

Aiden akan menemaninya. Membantu memikul sebagian beban di pundaknya.

Sekarang, namanya bukan lagi Anya Tedjasukmana.

Melainkan...

Anya Atmajaya.

1
Syifa Aini
kalo bisa updetnya 3 atau 4 x dalam sehari. 🥰
Syifa Aini
alur ceritanya menarik, lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!