***
Thantana sangat terkejut. Ketika tiba tiba sembilan batu yang berada di telapak tangan kanannya, satu persatu menerobos masuk ke dalam tubuhnya. Melalui lengannya, seperti cahaya menembus kaca dan terhenti ketika sudah berada di dalam tubuh Thantana.
Proses ini sungguh sangat menyakitkan baginya. Hingga, sambil menahan rasa sakit yang luar biasa, Thantana mengibas ibaskan lengan kanannya, sembari tangan satunya lagi mencoba menarik sisa sisa batu yang mesih melekat pada telapak tangannya itu. Namun, semakin ia menariknya, rasa sakit itu semakin menjadi jadi. Dan di titik batu ke sembilan yang menerobos masuk, pada akhirnya Thantana jatuh tak sadarkan diri kembali...?
**kita lanjut dari bab satu yuk...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunardy Pemalang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEJUTAN TAK DI SANGKA SANGKA
Setelah kejadian pertarungan di alun alun kota Bhasnagar dan Thantana mendapat undangan dari kakek Ghanes untuk datang ke sekte cahaya atau Jyotisangha. Thantana tidak langsung memenuhi undangan tersebut. Melainkan ia mencari dulu Kaiya serta Radif yang sebelumnya ia tinggalkan.
Radif beserta Kaiya ternyata berada tidak jauh dari alun alun dan menyaksikan apa yang di lakukan Thantana. Mereka berdua tidak menyangka jika Thantana akan melakukan hal senekat dan sebahaya itu.
"Dasar anak gila?" kata Radif pada saat itu, ketika melihat Thantana menerjang kedalam arena pertarungan.
Sedang Kaiya, sebagai gadis desa yang polos lebih terkejut lagi, sampai sampai ia berteriak melihat apa yang di lakukan oleh Thantana. Ia berfikir saat itu Thantana akan mati, sehingga ia berteriak histeris memanggil nama Thantana. Bagaimanapun Thantana adalah orang yang telah menyelamatkan dirinya dan ia tidak ingin melihat Thantana mati.
Namun, keterkejutan mereka berubah lebih terkejut lagi. Ketika menyaksikan Thantana bisa memblokir dua kekuatan dari tetua sekte paling terkenal di kota itu. Kaiya sampai sampai terbengong dan tak bisa berkata kata, sedang Radif malah bergumam. "Manusia apa Thantana ini?"
Selang beberapa saat kemudian, Thantana datang menghampiri Radif dan Kaiya, dan harus mendapat beberapa pukulan dari Kaiya di dada Thantana.
"Kamu ingin mati, hah...? Kalau ingin mati jangan di depan aku?" kata Kaiya, sembari terus memukul dada Thantana, hingga akhirnya kecapean sendiri dan ambruk dalam pelukan Thantana.
"Kaiya... hai... Aku tidak apa apa kan...?" jawab Thantana, sembari mengusap rambut gadis desa nan lugu itu, yang kini sekarang dalam pelukannya dan menangis.
Melihat dua sejoli itu, Radif hanya diam sembari tersenyum. Dia tau bagaimana perasaan khawatir yang ada di diri Kaiya. Dan ia juga tau jika ada perasaan suka di diri Kaiya terhadap Thantana, sahabatnya itu.
Beberapa saat kemudian, setelah Kaiya sudah merasa tenang. Thantana mengajak mereka berdua untuk datang menemui kakek Ghanes. Kemudian mereka bertiga bersama sama berangkat menuju sekte cahaya atau Jyotisangha yang letaknya tidak terlalu jauh dari alun alun kota Bhasnagar.
Sesampainya di depan gerbang sekte cahaya, Thantana serta Radif dan Kaiya di sambut oleh pandangan pandangan kurang suka dari murid murid sekte cahaya yang sebelumnya sudah melihat Thantana di alun alun. Di antara mereka bahkan ada yang mengolok olok Thantana dengan berbisik ke temannya.
"Bocah ingusan gayanya sok jadi pahlawan! Dia pikir cuma dia yang hebat apa?" kata suara tersebut, yang terdengar juga oleh Radif dan Kaiya.
Namun sebelum Radif dan Kaiya bereaksi, Thantana sudah terlebih dahulu memberi isyarat agar jangan membalas kata kata provokasi itu.
Selang tidak lama kemudian, datang seorang tua dengan baju dan celana putih putih, dengan rambut hitam panjang yang di biarkan terurai, mendatangi Thantana. Orang tua ini adalah guru besar kelas satu di sekte tersebut.
"Anak muda, ada maksud apa kalian bertiga datang kemari?" ucap orang tua itu, setelah cukup dekat dengan Thantana.
"maaf kakek... Kami datang kesini atas undangan dari kakek Ghanes?" jawab Thantana dengan sikap yang sopan terhadap kakek di hadapannya itu.
"Kamu yakin anak muda?" kata kakek berbaju putih itu, yang sepertinya belum tau akan kejadian di alun alun sebelumnya.
"Iya kek...Saya memang di suruh datang kesini oleh kakek Ghanes?" jawab Thantana lagi, dan membuat orang berbaju putih itu mengerutkan dahinya, seakan tak percaya.
Namun baru saja kakek ini hendak bicara lagi, tiba tiba terdengar sebuah suara yang memanggil Thantana.
"Kemarilah anak muda?"
Suara tersebut jelas di kenali oleh kakek berbaju putih ini adalah suara dari kakek Ghanes. Oleh karena itu, tanpa banyak bertanya lagi kakek ini mengajak Thantana serta Radif dan Kaiya menuju ke gedung utama sekte, tempat kakek Ghanes tinggal.
Sesampainya di depan gedung utama, kakek berbaju putih tersebut kembali ke gedung kelas satu, dan membiarkan Thantana serta Radif dan Kaiya dalam kebingungan.
Tapi kebingungan itu tidak berlangsung lama. Sebab, baru saja kakek tua itu pergi, kembali terdengar suara dari kakek Ghanes yang menyuruh mereka bertiga untuk memasuki gedung. Sekarang kebingungan mereka beralih kepada..?
"Bagaimana kakek Ghanes itu bisa mengetahui kita di sini?" bisik Radif terhadap Thantana dan Kaiya. Namun Thantana dan Kaiya hanya diam saja dan terus melangkah mengikuti petunjuk dari suara kakek Ghanes itu.
Tidak lama kemudian, mereka bertiga sampai di sebuah ruangan yang cukup besar di gedung itu. Sepertinya ruangan itu adalah tempat pertemuan bagi para tamu yang datang ke sekte cahaya tersebut.
"Duduklah anak anak muda?"
Kembali terdengar suara kakek Ghanes itu menyuruh mereka bertiga untuk duduk menunggu di ruangan itu. Dan sejurus kemudian, dari arah dalam ruangan tersebut datang kakek Ghanes dengan di temani dua orang kakek yang terlihat lebih muda dari Kakek Ghanes. Lalu menghampiri Thantana serta Radif dan Kaiya.
"Langsung saja kepada intinya... Apa yang ingin kamu sampaikan anak muda?" kata kakek Ghanes, setelah sudah duduk di kursi di hadapan Thantana serta Radif dan Kaiya.
"Nama saya Thantana, dan ini Radif serta Kaiya, teman saya kek?" jawab Thantana, memperkenalkan dirinya serta Radif dan Kaiya.
"Hemmmm...?" ucap kakek Ghanes singkat, atas perkataan Thantana.
Kemudian, dengan tidak banyak basa basi Thantana menceritakan tentang apa yang Ia lihat dan ia tau yang bakal terjadi di wilayah kerajaan Agraanila dan sekitarnya. Thantana juga menceritakan tentang tugas yang di berikan oleh kekuatan batu Navavarna, untuk mengumpulkan orang orang dengan kekuatan batu Navavarna tersebut, seperti kekuatan yang Kakek Ghanes miliki.
Mendengar cerita dari Thantana, kakek Ghanes beserta dua kakek yang berada di samping kanan kirinya, sangat terkejut. Raut wajah Kakek Ghanes sampai sedikit berubah ada ketegangan di wajahnya.
"Ternyata firasatku selama ini benar adanya?" gumam kakek Ghanes itu beberapa saat kemudian.
"Aku tidak menyangka ini akan terjadi di usiaku yang sudah setua ini dan tidak mempunyai keturunan, huammm... ?" ucapnya lagi melanjutkan.
"Anak muda...Siapa tadi nama kamu?" tanya kakek Ghanes terhadap Thantana.
"Thantana kek?" jawab Thantana, dengan cepat.
"Dan anak gadis di samping kamu itu siapa?" kata Kakek Ghanes, sembari melihat ke arah Kaiya.
Kaiya yang merasa di tanya, kemudian menjawab. "Saya Kaiya kakek?"
"Apa kamu termasuk yang mempunyai kekuatan Navavarna itu?" lanjut Kakek Ghanes bertanya pada Kaiya.
"Tidak kek? Saya hanya anak kampung yang kebetulan di selamatkan oleh kak Thantana. Dan saya tidak mempunyai kekuatan apa apa?" jawab Kaiya sembari menunduk karena merasa malu.
"Hemmm...jadi begitu ya...? Baiklah... Aku sudah memutuskan, aku akan mewariskankan kekuatan batu Navavarna putih milikku terhadapmu gadis manis?"
Mendengar penuturan dari kakek Ghanes, sontak saja semua orang yang berada di dalam ruangan itu terbelalak, dan terkejut bukan main, termasuk dua kakek yang berada di samping kanan kiri kakek Ghanes yang sedari tadi hanya diam mendengarkan. "Apa...?" ucap dua kakek tersebut hampir bersamaan.
Kaiya sendiri, sampai melongo dan terdiam seperti patung batu mendengar penuturan dari kakek Ghanes itu. Ia sungguh tidak menyangka, pertanyaan pertanyaan dari kakek tua itu terhadapnya, berujung pada keputusannya yang sangat mengejutkan ini. Semenjak dari kecil, Kaiya ingin sekali mempunyai kekuatan agar tidak selalu di perlakukan tidak adil oleh orang orang di sekitarnya, tapi kesempatan itu mustahil ia dapatkan, karena dirinya yang lemah. Tapi sekarang, saat ini, apakah ini nyata? Apakah kakek Ghanes sedang tidak bercanda? "Aahhhhh...aku pasti sedang bermimpi?" pikir Kaiya dalam batinnya, dan mencoba mencubit lengannya sendiri. "Aduhhh...?" ucap Kaiya.
*****Bersambung*****