nre: Fantasi, Aksi, Sekte-Building, Antihero, Overpowered
Sinopsis:
Di benua Elvaria, kehormatan dan kesetiaan adalah dua mata uang paling berharga. Namun, bagi Kael Arvane, seorang jenderal muda yang pernah menyelamatkan kerajaannya dari kehancuran, keduanya hanyalah ilusi yang bisa dibakar oleh kekuasaan.
Dikhianati oleh rajanya sendiri dan difitnah sebagai pengkhianat, Kael diburu, disiksa, lalu dilempar ke lembah kematian yang dikenal sebagai "Jurang Sunyi"—tempat para monster, penjahat, dan kutukan abadi bermuara. Tapi justru di tempat itulah "Sistem Chaos Sovereign" bangkit dari sisa jiwanya yang penuh dendam.
Dengan sistem itu, Kael mampu menciptakan sekte dari nol: Sekte Chaos, sekte tanpa aturan moral, tanpa dogma suci—hanya kekuatan, kebebasan, dan ambisi pribadi. Ia mulai merekrut orang-orang yang dibuang oleh dunia: budak, pembunuh, monster setengah manusia, penyihir terkutuk, bahkan mantan bangsawan pengkhianat.
Dari mereka, ia membentuk Dua Belas Pilar Chaos
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon febri_yeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8: Takhta Tanpa Cahaya
Langit Kekaisaran masih merah. Cahaya bulan terhalang kabut Chaos yang menjalar seperti arteri neraka. Di dalam aula agung, tiang-tiang emas mulai retak, dan pilar kristal suci memancarkan cahaya kacau, seolah dewa-dewa tua kehilangan kendali atas rumahnya sendiri.
Velmureth tetap berdiri di panggung, meskipun aura Chaos menghantam keras. Di sekitarnya, pelindung cahaya membungkus tubuhnya, memantulkan semua tekanan. Tapi Kael tahu—itu bukan perlindungan abadi. Itu hanya penundaan. Dan ia benci segala bentuk penundaan.
“Jadi, begini cara kalian menyambut tamu?” suara Kael menggema, disertai gema gaib dari simbol Chaos yang terus melingkar di lantai.
Velmureth tersenyum, meski jubahnya mulai robek diterpa energi liar. “Kau sudah lebih kuat dari yang kuduga. Tapi kekuatanmu belum cukup menandingi prinsip dunia ini.”
Xalreth muncul di belakang Kael. Mata ketiganya terbuka, memancarkan cahaya ungu dari dimensi yang tak dikenal.
“Prinsip dunia? Dunia ini tidak punya prinsip lagi sejak kau dan para bajingan berkedok suci mengubah kebenaran menjadi dogma,” katanya sambil menatap langsung ke jiwa Velmureth.
“Sudah cukup,” ujar Reina pelan, namun tegas. Ia mencabut pedangnya yang menyala merah gelap. “Kita tidak datang ke sini untuk diskusi filsafat.”
“Betul,” Velka menyahut, tubuhnya berubah setengah api, setengah bayangan. “Kita datang untuk membakar sesuatu.”
Velmureth menarik tongkat dari balik jubahnya. Tongkat itu bukan sembarangan—batangnya terbuat dari tulang naga putih, dan di ujungnya bersinar cahaya murni yang memancarkan tekanan ilahi. Kael bisa merasakan seluruh aula bereaksi terhadapnya. Ruang seolah menolak keberadaannya.
“Tongkat Kaisar I—Relik cahaya pertama,” gumam Rasmus. “Benda itu bisa menstabilkan seluruh kerajaan dengan satu mantra.”
Kael tidak takut. Ia malah tersenyum. “Kau masih menyembunyikan banyak rahasia.”
Velmureth mengangkat tongkatnya tinggi.
“Demi Kekaisaran Luminor. Demi dunia yang beradab. Demi cahaya yang abadi—”
Sebelum ia selesai, Pilar Ke-9—Seiren, si pembisik roh—muncul tepat di sampingnya, menyusup dari bayangan langit-langit. Ia menyentuh tongkat itu dengan jari telanjangnya.
“Cahaya adalah bentuk lain dari kegelapan yang belum jujur.”
Ledakan gaib terjadi.
Tongkat itu retak.
Velmureth terpental, tapi masih berdiri. Matanya merah darah. “Kalian pikir kalian satu-satunya makhluk aneh yang menolak tatanan?”
Ia menjentikkan jari.
Langit di luar berubah lagi. Kali ini bukan merah. Tapi emas menyilaukan. Dan dari balik awan, muncul pasukan bersayap—Sepuluh Legiun Cahaya Kekaisaran.
Kael mendongak. Ia sudah menduga.
Rencana ini bukan hanya politik. Tapi perang skala global yang telah lama dipersiapkan.
Pasukan surgawi mulai turun. Tiga puluh ribu prajurit suci dengan sayap cahaya, membawa tombak langit dan baju zirah yang diciptakan dari hukum sihir sendiri.
Namun Kael tetap diam.
Ia melangkah perlahan menuju panggung.
“Jangan lakukan itu sendiri,” kata Reina dari belakang.
Kael menoleh. “Aku harus. Karena takhta ini, adalah milik orang tuaku yang mereka lenyapkan.”
Velka dan Xalreth menatap sesama.
Pilar-Pilar Chaos tahu.
Ini bukan lagi tentang Sekte.
Ini tentang warisan yang dirampas.
Tentang balas dendam terhadap sejarah yang dimutilasi oleh cahaya palsu.
Kael mengangkat tangannya.
Simbol Chaos mengembang, membentuk kubah hitam yang menyelimuti aula.
Dari balik dinding Chaos, terdengar suara ratapan, teriakan, dan nyanyian gaib. Itu bukan mantra, bukan kutukan. Tapi ingatan para korban yang dilupakan.
Para murid Sekte yang berada di luar aula mulai mendirikan formasi. Sepuluh ribu murid, berpakaian hitam dengan pola perak menyala di dada mereka. Mereka berdiri, membentuk formasi Chaos yang membentuk lambang naga tanpa kepala.
Pasukan Cahaya mendarat, dan mereka bingung.
Karena pasukan Sekte... tidak takut.
Satu langkah Kael ke depan, seluruh tanah berguncang.
“Velmureth,” katanya, kini dengan suara yang disertai gema dimensi.
“Dari awal aku tidak ingin sekte ini sekadar bertahan.”
“Aku membangun ini bukan untuk bersembunyi.”
“Aku menciptakan Chaos... untuk mengganti tatanan dunia.”
Velmureth mengangkat tongkatnya lagi, meski kini goyah. Ia melempar mantra ke langit—panggilan ke Benteng Surga.
Namun Aethra tiba-tiba muncul di sisinya. Tangan kirinya membentuk segel, dan cahaya di langit mendadak membeku.
“Kau tidak bisa menggunakan surga untuk membunuh rakyatmu lagi.”
Velmureth menatap Aethra, wajahnya menyimpan kejutan dan kemarahan. “Kau, anak haram dari kuil pengkhianat…”
Aethra menatapnya tajam. “Aku mungkin tak tahu apa itu Chaos. Tapi aku tahu, apa itu kebohongan. Dan kau adalah pusatnya.”
Kael berdiri di atas panggung kini. Tepat di depan Velmureth.
Dunia seolah menahan napas.
“Aku akan kembalikan semua yang kau rampas. Bukan hanya hidupku. Tapi masa depan dunia ini.”
Kael menghunus belati hitam. Bukan senjata biasa—itu adalah belati keluarganya, satu-satunya peninggalan dari ibunya. Belati Chaos Tertua, disebut juga sebagai Aznareth.
Ia mengayunkannya.
Velmureth menangkis dengan tongkatnya, tapi sihirnya memantul liar.
Duel dimulai.
Namun ini bukan pertarungan biasa.
Itu adalah pertempuran dua prinsip: satu yang menyamar sebagai cahaya, dan satu yang jujur dalam kekacauan.
Setiap tebasan Kael membuat retakan di lantai. Setiap mantra Velmureth memecah langit.
Di luar, Pilar-Pilar melawan Pasukan Cahaya. Reina berputar bagai badai merah, menyayat prajurit bersayap seperti daun kering. Velka membakar langit, menciptakan bintang merah kecil yang meledak di tengah formasi musuh.
Xalreth memanggil makhluk dimensi keempat yang menelan mantra ilahi.
Perang tak terhindarkan.
Kael akhirnya menusukkan belatinya ke tongkat suci.
Ledakan besar terjadi. Keduanya terpental.
Velmureth berlutut. Darah keluar dari matanya.
Kael berdiri, meski tubuhnya bergetar.
Ia menatap ke segala arah. Sekte Chaos bertahan.
Pasukan Cahaya mulai mundur.
Aethra berdiri di sisinya.
“Ini... baru permulaan,” katanya.
Kael mengangguk.
“Tapi hari ini,” bisiknya, “mereka akan mengingat satu hal...”
“Sekte Chaos tidak lagi bayangan. Kami adalah pusat peradaban baru.”
Dan malam itu, satu takhta Kekaisaran runtuh.
Tapi takhta Chaos mulai berdiri.
---