Seorang wanita cantik dan tangguh bernama Arumi Pratama putri tunggal dari keluarga Pratama.
Namun naas suatu kejadian yang tak pernah Arumi bayangkan, ia dituduh telah membunuh seorang wanita cantik dan kuat bernama Rose Dirgantara, adik dari Damian Dirgantara, sehingga Damian memiliki dendam kepada Arumi yang tega membunuh adik nya. Ia menikah dengan Arumi untuk membalas dendam kepada Arumi, tetapi pernikahan yang Arumi jalani bagaikan neraka, bagaimana tidak? Damian menyiksanya, menjadikan ia seperti pembantu, dan mencaci maki dirinya. Tapi seiring berjalannya waktu ia mulai jatuh cinta kepada Damian, akankah kebenaran terungkap bahwa Arumi bukan pelaku sebenarnya dan Damian akan mencintai dirinya atau pernikahan mereka berakhir?
Ikutin terus ceritanya yaa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arinnjay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 : Keluarga Yang Terus Bertumbuh
Hari itu cerah banget. Matahari menyinari halaman rumah Arumi dan Damian dengan hangat, menciptakan bayangan lembut dari pohon-pohon rindang yang tumbuh di sekitar. Tawa riang Arsha dan adiknya yang mulai belajar merangkak mengisi udara. Mereka berdua berlarian di halaman, bersaing untuk meraih bola warna-warni yang bergulir di atas rumput hijau.
Arumi duduk di teras dengan perutnya yang makin membesar. Ia memandang anak-anaknya dengan senyum yang tak bisa disembunyikan. Meski kehamilannya sudah memasuki trimester akhir, semangatnya tak pernah surut. Damian berdiri di sampingnya, tangan hangatnya menyentuh punggung Arumi secara perlahan.
“Kamu kuat banget, Rum,” ujar Damian lembut, matanya penuh cinta.
Arumi menoleh dan tersenyum, “Kalau aku nggak kuat, siapa lagi yang mau jagain kalian?”
Damian tertawa kecil, “Kita semua kan tim yang kuat.”
---
Di dalam rumah, Angel dan Saka sedang sibuk menyiapkan camilan untuk anak-anak. Angel, dengan tangan cekatan, mengiris buah-buahan segar, sementara Saka mempersiapkan minuman.
“Kamu pikir Arsha dan bayi bakal suka nggak sama ini?” tanya Saka sambil mengangkat satu piring berisi potongan melon dan stroberi.
Angel tersenyum, “Pasti suka. Mereka kan suka yang manis-manis.”
Saka melirik jam di tangan, “Gak terasa ya, udah hampir sore. Mungkin sebentar lagi Arumi dan Damian juga bakal turun.”
Angel mengangguk, “Iya, aku pengen banget ngobrol sama mereka, denger cerita soal baby ketiga ini.”
---
Sore itu, keluarga besar berkumpul di ruang tengah. Arsha dengan antusias bercerita tentang sekolahnya, sementara si bayi yang baru mulai belajar merangkak mencoba menjangkau mainan yang tergantung di dekatnya.
Arumi, meski terlihat lelah, tetap memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulut anak-anaknya. Damian duduk di sebelahnya, sesekali membantu menjaga si kecil agar tidak terjatuh.
Angel dan Saka ikut duduk, suasana hangat terasa begitu kental. Angel menatap Arumi dengan penuh perhatian, “Rum, kamu kelihatan makin cantik. Semangatnya nggak berubah, ya.”
Arumi tertawa kecil, “Ya, karena aku harus kuat buat mereka.”
Saka menambahkan, “Kalian berdua inspirasi banget. Melihat kalian itu kayak lihat tim juara.”
Damian tersenyum, “Kami cuma keluarga biasa yang berusaha saling support.”
---
Malam harinya, setelah anak-anak tidur, Arumi dan Damian duduk di balkon rumah sambil menikmati udara malam yang sejuk. Suara jangkrik dan gemerisik dedaunan menemani keheningan yang hangat.
“Aku kadang masih nggak nyangka,” kata Arumi pelan, “Kita bisa sampai di titik ini, dengan semua yang kita lewati.”
Damian menggenggam tangan Arumi, “Aku juga. Tapi aku yakin, perjalanan kita belum selesai. Masih banyak cerita yang harus kita tulis bersama.”
Arumi tersenyum, “Iya, cerita yang penuh cinta dan perjuangan.”
---
Beberapa minggu kemudian, persiapan untuk kelahiran anak ketiga semakin intens. Damian membuat daftar keperluan, dari perlengkapan bayi sampai jadwal kontrol ke dokter.
Arumi kadang merasa cemas, tapi kehadiran Damian selalu menjadi penenang.
Suatu malam, ketika Arumi merasakan kontraksi palsu, Damian langsung sigap membantunya berbaring dengan nyaman dan mengusap punggungnya.
“Kamu nggak sendiri, Rum,” bisik Damian, “Aku di sini, selalu.”
---
Malam itu mereka berbincang panjang, mengenang masa-masa awal hubungan mereka. Dari perkenalan yang canggung, pertengkaran yang menyakitkan, sampai bagaimana cinta itu tumbuh jadi kekuatan yang menyatukan.
“Aku ingat waktu kita pertama kali bertemu,” ujar Arumi sambil tersenyum, “Kamu tuh sombong, ya?”
Damian tertawa, “Dan kamu juga keras kepala. Tapi itu yang bikin kita cocok.”
Arumi menatap Damian dengan mata berbinar, “Kita sudah melewati banyak hal, dan aku bersyukur kita nggak nyerah.”
Damian memeluk Arumi erat, “Aku juga.”
---
Hari persalinan akhirnya tiba. Damian yang biasanya tenang, terlihat gugup tapi sigap. Mereka berdua berangkat ke rumah sakit dengan hati penuh harap dan doa.
Di ruang bersalin, Arumi menggenggam tangan Damian erat-erat.
“Aku takut,” katanya.
Damian membalas, “Aku juga, tapi aku percaya kamu kuat.”
Beberapa jam penuh perjuangan, tangisan bayi perempuan kembali memenuhi ruangan itu. Bayi yang sehat dan cantik, membawa kebahagiaan baru ke keluarga kecil mereka.
Damian menangis haru, sementara Arumi tersenyum lelah tapi bahagia.
---
Beberapa minggu setelahnya, suasana rumah semakin ceria. Arsha mulai belajar jadi kakak yang perhatian, meski kadang ia cemburu tapi dengan kasih sayang yang konsisten, semua jadi lebih mudah.
Angel dan Saka juga sering datang berkunjung, ikut membantu dan berbagi cerita.
Suatu malam, saat keluarga berkumpul di ruang tamu, Angel berkata, “Lihat kalian semua, aku jadi makin yakin kalau cinta itu memang luar biasa.”
Saka menambahkan, “Dan keluarga itu tempat terindah untuk pulang.”
Damian tersenyum, “Betul banget.”
---
Bab ini ditutup dengan suasana hangat penuh cinta dan harapan. Keluarga Arumi dan Damian, bersama Angel dan Saka, terus bertumbuh dan melewati hari-hari dengan rasa syukur.
***
Okeee, Arin! Aku gas terus nih lanjutin Bab 32 sampai full 2.000 kata, biar makin hidup dan berasa natural banget. Santuy, aku bakal tambahin detail momen, dialog, dan perasaan mereka yang ngena banget. Yuk, siapin cemilan, kita lanjut!
***
Hari-hari berlalu dengan cepat di rumah kecil yang penuh cinta itu. Pagi-pagi Arsha sudah terbangun lebih dulu, dengan semangatnya yang tak pernah padam. “Mama, aku mau main sama adik!” teriaknya sambil berlari ke kamar bayi.
Arumi tersenyum sambil mengusap perutnya. “Sabar ya, nak. Nanti baby-nya sudah keluar, baru bisa main bareng.”
Damian yang sedang membuat sarapan di dapur ikut menambahkan, “Tapi kamu harus jadi kakak yang baik dulu, ya.”
Arsha mengangguk serius, “Aku pasti jadi kakak terbaik di dunia!”
---
Setelah sarapan, Damian mengajak Arsha main di halaman belakang. Mereka bermain bola bersama, tertawa, dan berlari seperti anak kecil. Arumi duduk di kursi teras, menikmati sinar matahari sambil sesekali memanggil untuk minum air.
Melihat Damian dan Arsha yang begitu bahagia, Arumi merasa hatinya penuh dengan kedamaian. Dia tahu, perjalanan hidupnya nggak mudah, tapi di sini, bersama keluarga kecil ini, dia merasa lengkap.
---
Suatu sore, Angel dan Saka datang berkunjung lagi. Mereka membawa oleh-oleh dan semangat positif. Angel langsung memeluk Arumi hangat, “Rum, kamu makin glowing, ya!”
Arumi tertawa, “Maklum, calon baby ketiga ini bikin aku tambah sibuk.”
Saka tersenyum sambil memandang Damian, “Bro, kamu makin bertanggung jawab aja nih.”
Damian nyengir, “Harus dong. Ini keluarga, bukan cuma soal aku dan Rum.”
Mereka duduk bersama di ruang tamu, ngobrol santai sambil minum teh dan ngemil. Obrolan mereka ngalir dari cerita anak-anak, rencana liburan keluarga, sampai cita-cita masa depan.
---
Malem harinya, Arumi dan Damian duduk di balkon. Udara malam yang sejuk menyelimuti mereka. Bintang-bintang berkelip di langit, seperti mengiringi doa mereka.
“Aku nggak pernah nyangka,” kata Arumi, “Kalau kita bisa sampai di titik ini, dengan keluarga yang lengkap dan penuh cinta.”
Damian menggenggam tangan Arumi, “Aku juga, Rum. Dan aku janji, aku akan selalu ada buat kamu dan anak-anak.”
Arumi memejamkan mata sejenak, merasakan kehangatan tangan Damian yang erat menggenggamnya.
“Terima kasih sudah jadi rumah untukku,” bisiknya.
---
Beberapa hari kemudian, Arumi mulai merasakan kontraksi. Damian langsung sigap, membantu mengatur segala sesuatunya. Mereka berdua berangkat ke rumah sakit dengan hati yang berdebar-debar penuh harap.
Di ruang bersalin, Arumi menggenggam tangan Damian erat-erat. “Aku takut, Mas,” katanya pelan.
Damian menatap matanya penuh keyakinan, “Aku juga. Tapi aku percaya kamu kuat.”
Beberapa jam perjuangan berat, akhirnya tangisan bayi perempuan mengisi ruangan. Bayi itu lahir sehat dan kuat, membawa sukacita yang tak terhingga.
Damian menangis haru, Arumi tersenyum lelah tapi penuh kebahagiaan.
---
Setelah kembali ke rumah, mereka beradaptasi dengan kehadiran anggota baru keluarga. Arsha yang dulu cemburu kini belajar berbagi perhatian dengan adiknya. Damian semakin sabar dan telaten membantu Arumi mengurus bayi.
Angel dan Saka juga sering membantu, membuat suasana rumah semakin hangat dan penuh tawa.
---
Suatu malam, setelah anak-anak tidur, Arumi dan Damian duduk di ruang tamu. Mereka saling pandang, tersenyum, dan memegang tangan satu sama lain.
“Rasanya seperti mimpi yang jadi nyata,” kata Arumi.
Damian mengangguk, “Kita sudah melewati begitu banyak hal, dan sekarang punya keluarga yang luar biasa.”
Arumi memeluk Damian, “Aku bersyukur kamu nggak pernah menyerah.”
Damian membalas pelukan itu erat, “Karena aku tahu, cinta kita kuat banget.”
---
Hari-hari berikutnya berlalu dengan penuh kehangatan. Keluarga ini terus tumbuh, berjuang, dan saling menguatkan. Meski terkadang lelah dan tantangan datang, mereka tahu bersama adalah kunci utama.
...****************...