Leona tiba-tiba diculik dan dibunuh oleh orang yang tidak ia kenal. Namun ketika berada di pintu kematian, seorang anak kecil datang dan mengatakan bahwa ia dapat membantu Leona kembali. Akan tetapi ada syarat yang harus Leona lakukan, yaitu menyelamatkan ibu dari sang anak tersebut.
Leona kembali hidup, namun ia harus bersembunyi dari orang-orang yang membunuhnya. Ia menyamarkan diri menjadi seorang pria dan harus berhubungan dengan pria bernama Louis Anderson, pria berbahaya yang terobsesi dengan kemampuan Leona.
Akan tetapi siapa sangka, takdir membawa Leona ke sebuah kenyataan tidak pernah ia sangka. Dimana Leona merupakan puteri asli dari keluarga kaya raya, namun posisinya diambil alih oleh yang palsu. Terlebih Leona menemukan fakta bahwa yang membunuhnya ada hubungan dengan si puteri palsu tersebut.
Bagaimana cara Leona dapat masuk ke dalam keluarganya dan mengambil kembali posisinya sebagai putri asli? Bagaimana jika Louis justru ada hubungannya dengan pembunuhan Leona?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8. PENJELASAN
Setelah urusan di rumah mendiang Gerry selesai, Louis mengajak Noah, Leona, dan Peter untuk makan malam bersama. Pria itu membawa mereka bukan hanya karena telah membantu tentang kematian Gerry tapi juga karena Leona.
Noah memberikan makanannya ke Leona ketika melihat sang keponakan makan dengan lahap.
"Bawakan lagi dua dan juga dessert," kata Louis kepada pelayan yang ia panggil untuk menambah makanan, tidak ingin sampai Noah tidak makan malam karena bagiannya di makan oleh Leona.
Setelah pelayang pergi, Louis melihat Leona dengan penuh penilaian. Karena situasi yang tidak mendukung sebelumnya, membuat Louis melewatkan banyak pertanyaan untuk Leona.
"Sejak kapan kau punya kemampuan itu?" tanya Louis akhirnya.
Tiga orang yang sedang mengobrol santai seraya menikmati makanan langsung melihat ke arah Louis.
"Tentang kau dapat melihat dan berkomunikasi dengan arwah, sejak kapan?" ulang Louis.
"Sejak kecil," jawab Leona singkat, mencoba menelan makanannya di dalam mulut dengan baik.
"Bagaimana kau melihat mereka? Apakah seperti manusia biasa atau ada perbedaan?" Louis kembali bertanya.
"Awalnya aku melihat mereka tembus pandang, tapi setelah yang terjadi kemarin saat Noah menyelamatkanku dari kematian, sekarang aku melihat mereka seperti manusia biasa, walau ada beberapa bagian yang tidak sempurna seperti hologram," jelas Leona.
"Apa kau melihat hal lain juga atau memang hanya mereka yang sudah meninggal?" Louis tampaknya benar-benar penasaran, mengingat ia melihat dan merasakan sendiri tadi bagaimana Gerry yang sudah meninggal berkomunikasi dengannya melalui Leona.
Leona tampak ragu untuk mengatakan secara rinci. Ia tidak benar-benar membicarakan tentang kemampuannya ini, justru menyembunyikannya. Bahkan sebisa mungkin tidak ingin terlalu dalam, karena semakin dalam akan semakin berbahaya untuknya.
"Tidak perlu cemas, di sini tidak akan ada yang menilai buruk tentangmu," ujar Noah ketika lagi-lagi mendapati air muka khawatir dari Leona setiap kali membicarakan tentang kemampuannya.
"Aku bisa melihat emosi seseorang. Baik atau buruknya seseorang, aku dapat melihatnya. Bahkan melihat kejadian lampau jika aku mau dengan menyentuhnya," beber Leona.
"Kau sehebat itu?!" seru Peter kagum.
Leona mengerutkan dahi mendengar ucapan dari Peter. Tidak mengerti kenapa pria itu kagum dengan kemampuan yang justru sangat membebani tubuh dan pikiran Leona.
"Apa ada efek negatif jika kau menggunakan kemampuanmu itu?" Noah kali ini yang bertanya ketika mendapati kalau Leona tidak terlalu antusias dengan kemampuannya sendiri.
Gadis itu mengangguk. "Ya, tentu ada efeknya. Semakin besar interaksi semakin banyak energi yang terkuras. Jika berhubungan dengan emosi itu akan menghantam mental, jika tidak bisa dikontrol akan gila. Mental, pikiran, dan tubuh harus selalu sehat. Jika tidak semua itu akan menghancurkan tubuh."
Tiga pria itu mengangguk serentak tanda mengerti. Tentu semua hal seperti itu ada bayaran yang tidak murah untuk sang pengguna.
"Apa kau bisa mengusir hantu yang mengganggu?" tanya Peter.
Leona menggelengkan kepala. "Bukan keahlianku. Ada orang yang memang khusus untuk pembersihan, sedangkan aku hanya komunikasi dan informasi semata. Butuh kemampuan khusus untuk pengusiran dan pembersihan, dan itu bisa saja mereka berinteraksi dengan sosok seperti demon. Ranahku hanya sekedar yang sudah meninggal saja."
"Lalu bagaimana cara kerja kau yang dapat melihat hal lampau dari sesuatu yang kau sentuh?" Louis kembali bertanya.
"Setiap makhluk hidup dan benda itu memiliki energi dan ingatan yang akan menempel di suatu benda, tempat, atau hal apa pun itu selamanya. Dan hal itulah yang kutangkap, seperti memutar ulang sebuah rekaman film. Tapi tidak seluruh, hanya beberapa bagian yang tersimpan menjadi energi yang disebut residual memory, sisa-sisa dari kenangan atau ingatan yang tertempel dalam suatu hal. Seperti orang yang makan di meja ini, ada banyak orang yang menggunakannya, tapi mereka dengan kenangan yang besar seperti bahagia atau kebencian, itu yang mendominasi dan akan tertangkap olehku. Tidak semua akan terlihat," jelas Leona sebisanya.
"Tapi jika kau ingin melihat selain satu kenangan saja pada satu benda apakah bisa? Seperti katamu tadi pada meja ini, yang tertangkap olehmu hanya yang dominan memiliki emosi besar. Tapi jika kau ingin melihat atau mencari lebih jauh apakah bisa?" tanya Louis semakin serius.
"Bisa, tapi dampaknya akan buruk untukku. Selain butuh energi besar, jika terlalu lama akan cukup menyakiti tubuh dan mental. Seperti yang terjadi padaku tadi ketika Gerry meminjam tubuhku untuk bicara. Banyak kenangan dia menghantamku, dan apa yang Gerry rasakan aku ikut merasakan. Bahayanya jika itu sesuatu yang negatif," Leona menggantung ucapannya, berpikir apakah ia akan membeberkan semuanya.
"Seperti apa?" tanya Peter.
"Jika kenangan yang aku dapatkan sedang terbunuh, aku juga akan merasakan sakitnya. Dan jika kenangan aku sebagai pembunuhnya, aku akan ... merasakan apa yang dirasakan oleh pembunuh itu. Menakutkannya adalah jika dia psikopat atau pembunuh berantai, aku akan ikut menikmati rasanya membunuh," kata Leona dengan air muka tidak senang sekarang.
Tiga pria itu terkejut setengah mati mendengarnya. Membayangkan kalau kemampuan yang selama ini diinginkan orang lain atau dianggap hebat justru luar biasa menakutkan. Seperti kutukan dibandingkan anugerah.
"Apa kau pernah mendapatkan rasa itu? Rasa senang untuk membunuh?" Noah angkat suara, berharap jawabannya tidak.
Namun keinginan Noah tidak terkabul, Leona menganggukkan kepala.
"Apa yang kau lakukan saat itu?" tanya Noah.
"Ayah angkatku mengurungku selama tiga hari di kamar sambil memberikanku obat penenang dan obat tidur," jawab Leona, tidak ingin menggali lebih dalam ingatan tidak menyenangkan itu.
"Seberbahaya itu ternyata," simpul Louis. Memasang gerakan berpikir.
"Karena itu, aku harus sangat berhati-hati jika sudah melihat ada energi negatif pada seseorang atau benda," kata Leona.
"Kemampuan yang mengganggu." Peter yang sebelumnya merasa kagum sekarang justru merasa bersyukur tidak memiliki kemampuan seperti itu.
"Benar. Tapi kadang berguna juga, membantuku dalam banyak hal termasuk jika berurusan dengan orang," ucap Leona, tidak ingin melihat apa yang ia miliki dalam sisi buruk semata.
Seketika Louis menyeringai akan sesuatu yang dipikirkannya. Membuat Leona bergidik ngeri melihat senyum tak biasa dari seorang Louis. Berharap kalau senyum itu tidak ada hubungannya dengan Leona.
"Noah?" panggil Louis.
"Hm?"
"Aku akan membawa pulang keponakanmu. Berikan dia untukku, akan kupastikan memberinya makan dan mengurusnya dengan baik," kata Louis yang berdiri dan langsung mengangkat tubuh Leona lalu menaruhnya di pundak pria itu seolah sedang mengangkat karung gandum.
"Berhenti seenaknya! Turunkan keponakanku sekarang juga!" seru Noah hingga memancing perhatian semua orang di restoran tersebut.
Louis hanya tersenyum remeh dan berjalan menuju pintu keluar setelah mengatakan kepada pelayan untuk mengirimkan bill via telepon nanti.
"Louis Anderson?! Turunkan keponakanku sekarang juga!" Naik pitam sudah Noah.
Ah, Leona tidak mengerti apa yang terjadi sebenarnya. Dirinya yang tiba-tiba diangkut seperti karung gandum di pundak Louis atau Noah yang berteriak seperi kakek memarahi cucu. Tapi satu yang dapat Leona simpulkan; Louis adalah pria gila.
Louis terus berjalan ke arah mobilnya, tak melunturkan senyum penuh arti seolah ia baru saja mendapatkan harta karun.
"Awas, di belakangmu."
Sebuah bisikan entah dari mana terdengar di telinga Leona, membuat netra gadis itu melebar dan langsung waspada. Dengan cepat ia melepaskan diri dari gendongan Louis. Sebelum akhirnya mendapati seorang pria berpakaian hitam keluar dari balik pilar bangunan dan berlari dalam langkah hening ke arah Louis dengan pisau di tangan.
Dengan sigap, Leona menendang pria berpakaian hitam tersebut. Menarik tangan si pria ke depan, menendang pergelangan kakinya hingga membuat pria tersebut tersungkur ke lantai dengan wajahnya. Secepat kilat Leona langsung memiting ke belakang tangan pria itu dan menginjak tengkuk lehernya keras. Membuat si pria menjatuhkan pisau yang ia genggang karena rasa sakit akibat pitingan tangan Leona.
Louis, Noah, dan Peter yang melihat hal itu terkesiap bahkan terdiam di tempat. Seakan terkesima dengan gerakan cepat sang gadis dalam menjatuhkan orang yang hendak membunuh Louis.
"Noah, aku tidak mau tahu aku ingin keponakanmu untukku sekarang juga," kata Louis.
Dan tentu saja Noah tidak akan memberikannya. Tidak ingin keponakan perempuannya jatuh dalam tangan panther hitam berhati dingin seperti Louis. Tidak akan pernah.