Masa remaja, masa yang penuh akan rasa penasaran, rasa ingin mencoba dan juga rasa yang sulit dimengerti bernama Cinta.
Ini adalah kisah Cinta enam orang remaja SMA, dengan segala problematika mereka yang beragam rasanya.
Pahit, asam dan manis seperti rasa Jeruk, Blueberry dan juga Cherry.
Yuk ikuti keseruan cerita mereka di sini. 🐢
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Writle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumor
...🫐🍒🫐...
Hari itu hari Sabtu, seperti biasa di kelas X MIPA 2 jam terakhir adalah jam pelajaran olahraga. Materi olahraga hari ini adalah basket.
Para siswa lelaki sudah selesai duluan, sisa latihan bagi para siswi perempuan.
“Diam di posisi masing-masing, jangan mengerubuti bola begitu!” Teriak bu Riska dari samping lapangan.
“Haha, mainnya nggak pada bener, tapi lihatinnya asik bener.”
“Ya kan Bro, ada yang memantul tapi bukan bola.”
“Haha, mantep kan apalagi lo liat si Yuri.”
*Brak!
Ari yang mendengarkan obrolan tidak senonoh dari teman-teman sekelasnya itu menggebrak papan skor. Matanya menatap tajam pada tiga orang laki-laki yang tengah mengobrol di sana.
“Kalian nggak denger ya, bu Riska udah nyuruh kalian ganti baju?” Tegur Ari pada mereka.
“Yaelah Bro, santuy aja dulu sih.” Ujar Algi, salah satu siswa lelaki yang mengobrol tadi.
“Iya elah, orang lo juga masih di sini, nggak usah pura-pura jagain papan skor deh, bilang aja lo lagi liat yang mantul-mantul juga haha.” Kali ini Eldi yang bicara.
“Iya kelihatan kok lo juga lihatin si Yuri, bohay kan Bro bodinya, menang banyak itu sugar daddynya, badannya pasti en-“
*Bugh!
Ari bangkit dari duduknya, ia kemudian memukul Legi dengan segenap tenaga yang ia punya, membuat tubuh lelaki itu terjerembab ke tanah dengan luka di sudut bibirnya.
“Jaga bicara lo ya brengs*k!” Maki Ari pada lelaki itu
“Kenapa? Kan emang si Yuri simpanan Sugar Daddy.” Balas Legi tersenyum merendahkan.
*Bugh!
*Bugh!
Tinjuan demi tinjuan Ari layangkan pada lelaki yang masih terduduk di lapangan itu, hingga mungkin hidung pria itu patah.
*Bugh!
Tinju lain melayang, tapi kali ini sasarannya adalah Ari
“Lo apain temen gue bangs*t!” Eldi membantu Legi yang sudah terkapar di tanah.
Algi yang melihat bu Riska mendekat ke arah mereka segera menyeret kedua orang temannya untuk pergi dari sana.
Tersisa Ari yang masih terduduk di sana dengan luka gores di pipi kirinya.
“Ada apa ini Ari?” Tanya bu Riska.
“Tidak ada apa-apa bu.”
Kelas sudah dibubarkan siswa-siswi lain telah dibiarkan pulang akan tetapi tidak dengan Ari, dia dipanggil bu Riska.
“Ari, ibu tahu kamu anak yang baik, jadi pasti ada alasan kenapa kamu memukuli Legi.” Kata bu Riska di ruangan itu.
“Dia pantas mendapatkannya Bu.” Jawab Ari kemudian.
Ari tidak ingin menjelaskan alasannya karena ia tidak ingin menyeret nama Yuri ke dalam masalah ini.
“Hah baiklah.” Bu Riska menghela nafas Lelah.
“Tapi kamu tahu kan konsekuensi apa yang kamu dapat dari tindakan kamu ini.” Tanya bu Riska lagi.
“Iya Bu.” Jawab Ari.
“Kamu diberi poin pelanggaran dan juga harus membersihkan lapangan.” Titah Bu Riska.
“Baik bu.”
“Ibu harap kamu tidak terlibat perkelahian lagi, kalau poin pelanggaranmu tinggi kemungkinan beasiswa kamu akan di cabut juga.” Kata bu Riska mengingatkan, ditepuknya ringan pundak Ari.
“Iya bu akan saya usahakan.” Jawab Ari.
...🫐🫐🫐...
“Masa ya tadi gue lihat Ari mukulin Legi, ngeri banget jadi gue panggil bu Riska.” Fita yang saat pelajaran olahraga izin sakit dan duduk di pinggir lapangan itu kini tengah mengobrol dengan temannya Nurul di ruang ganti perempuan.
“Iya gue juga liat, tapi lagi main nggak boleh berhenti kata bu Riska, emang kenapa si penyebabnya?” Nurul bertanya
“Gue denger sih si Legi bawa-bawa nama si Yuri.” Jawab Fita.
“Lho kok yang dibawa nama si Yuri tapi yang marah malah si Ari.” Bingung Nurul
“Tau tuh, si Ari pelanggan si Yuri kali, hahaha.” Mereka tertawa bersama
“Eh emang bener ya si Yuri punya sugar Daddy?”
“Nggak tau si tapi kayaknya iya, soalnya mamanya juga lady companion gitu di karaoke.”
“Lo tahu darimana si?”
“Ya ada pokoknya lah, informan.”
Tanpa kedua orang itu sadari, Yuri juga berada di ruangan yang sama, hanya terhalang pintu loker saja. Yuri mendengar dengan jelas obrolan kedua orang itu, dia tidak sedih atau terkejut, dia sudah terbiasa diperlakukan seperti ini.
Hanya saja kali ini nama orang lain ikut terseret dalam masalahnya, maka setelah selesai membereskan tasnya yuri segera pergi ke ruang guru.
Kalau kalian bertanya kemana Irsyam dan Ara, mereka tengah melaksanakan kesepakatan mereka seperti biasa.
Ari yang baru keluar dari ruang guru dikejutkan dengan Yuri yang berdiri di samping pintu ruang guru tersebut.
“Lo belum pulang?” Tanya Ari.
Yuri hanya menggeleng pelan.
“Yashashiku shinaide yo.” (Tolong jangan berbuat baik kepadaku) ucap Yuri pelan.
“Hah? Apa? Gue nggak ngerti bahasa jepang.” Jawab Ari kebingungan.
Tapi Yuri memang sengaja agar Ari tidak paham ucapannya.
“Tolong jauhin aku, jangan pernah dekat-dekat aku lagi.” Kata Yuri.
Ari kaget, kemana logat “watashi” milik Yuri, kenapa ekspresi gadis itu begitu sendu.
“Lho kenapa?” Tanya Ari.
“Kamu ganggu, aku terganggu sama sikap kamu.” Jawab Yuri, dengan nada yang dingin, membuat Ari mematung seketika
“O-oh gue ganggu ya.” Katanya
“Iya.” Gadis itu pergi begitu saja meninggalkan Ari yang masih berdiri di depan ruang guru.
‘Apa salah gue, apa gue terlalu ikut campur urusan dia? Apa gue bikin dia nggak nyaman? Gue temen yang nggak baik ya, jadi beneran ini salah gue?’ Batin Ari mulai menyalahkan dirinya sendiri.
... 🍒🍒🍒...
Di sisi lain di waktu yang sama, lebih tepatnya di UKS, Ara telah selesai “membayar kesepakatan” nya pada Irsyam. Mereka masih terdiam duduk bersampingan.
“Besok libur, gimana cara aku penuhi kesepakatannya?” tanya Ara pada laki-laki di sampingnya.
“Datang aja ke rumah.” Balas Irsyam acuh.
“Jam berapa?”
“Terserah Lo.”
“Baiklah.”
Kemudian Irsyam meninggalkan Ara di ruang UKS itu sendiri. Ara merasa jijik pada dirinya sendiri Irsyam memperlakukannya seperti pemuas hasrat, meskipun hanya sekedar ciuman tapi Ara merasa dirinya menjijikkan.
Ditambah perilaku pria itu yang tak memperlakukannya lagi dengan lembut, ciumannya berubah kasar seperti didasari emosi, tapi Ara cukup tahu diri, mereka bukan siapa-siapa dan ciuman itu hanya bentuk kesepakatan saja, jadi bagaimanapun cara Irsyam memperlakukan dia Ara harus tetap terima.
Karena ini merupakan konsekuensi, harga yang harus ia bayar untuk mengembalikan keharmonisan keluarganya, dan Ara tidak sepatutnya mengeluh. Ini pilihan yang dia ambil sendiri, jadi tidak ada yang perlu ia sesali.
Irsyam’s Point of View
Pagi tadi, saat jam pelajaran kedua di kelas, aku tidak melihat Ara dimanapun, ternyata dia sedang berlatih lomba mendongeng bersama Dio anak dari kelas X MIPA 1.
Awalnya aku berpura-pura izin ke toilet padahal aku mampir ke ruang teater karena entah kenapa aku penasaran apa yang mereka lakukan.
Dari luar kaca jendela aku melihat mereka berlatih bersama, Ara tertawa begitu lepas, dan tangan Dio melingkar di belakang pinggangnya, entah kenapa aku tidak suka melihat interaksi mereka, padahal itu bagian dari naskah dongengnya.
Mungkin rasa kesalku sejak pagi terbawa sampai pulang sekolah, sampai tanpa kusadari saat mencium Ara amarah itu kulampiaskan begitu saja.
Aku sadar ciumanku agak kasar dan memaksa, di titik ini aku merasa seperti seorang bajing*n saja. Tapi di satu sisi Ara juga memanfaatkanku dalam kesepakatan ini, jadi untuk apa aku meminta maaf.
Tapi tetap saja ekspresi Ara tampat takut saat melihatku tadi, tangannya juga agak gemetar, aku jadi tidak tega dan ingin menyudahi kesepakatan kita. Tapi di satu sisi aku masih ingin melakukannya.
Karena hei, meminta uang puluhan juta pada Ayah itu tidak mudah, apalagi saat Ayah menyuruhku untuk minta pada Luan saja. Aku harus merendahkan harga diriku terlebih dahulu untuk bisa membantu Ayahnya Ara, jadi aku juga pantas mendapat imbalan yang semestinya.
...♡🍊🫐🍒☆...