NovelToon NovelToon
Lily ( From The Hill To The Valley)

Lily ( From The Hill To The Valley)

Status: sedang berlangsung
Genre:cintamanis / Selingkuh / Cinta Seiring Waktu / Office Romance / Careerlit
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Meg Yorah

Lily, gadis muda yang menjadi tulang punggung keluarga. Lily adalah anak kedua dari keluarga Brown, seorang pengusaha yang bangkrut dan meninggal dalam kecelakaan mobil bersama sang istri. Tidak ada harta yang ditinggalkan. Semua dijual untuk menutupi utang perusahaan. Nyonya Hannah, nenek Lily adalah wanita yang tidak bisa menerima keadaan. Dia tetap merasa kaya walau harus mengontrak di kawasan kumuh di pinggiran ibu kota. Begitu juga kakak Lily, Amber Rose yang tidak bisa melepaskan kehidupan hedon masa remajanya. Dia melakukan apa saja demi uang walau itu salah. Lily berjuang sendiri menghidupi keluarganya dengan cara halal. Adik Lily dan Rose, Corey yang masih SMA bisa dibilang berandalan. Tapi dia sangat menyayangi dan menghormati Lily walau sering membuat masalah yang membuat pusing keluarga itu.

Lily jatuh cinta pada Jared Watson, anak pengusaha kaya yang ternyata hanya memanfaatkan Lily sebagai bahan taruhan. Bagaimana akhir kisah Lily? Kita ikuti bersama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meg Yorah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sheila dan Mida

Lily tersenyum pada Odah yang tidak dibalas oleh perempuan 45 tahun itu.

"Gua denger, lu dulu anak orang kaya ya?" tanya Odah sambil berkacak pinggang.

Lily santai saja. Samasekali tidak merasa terintimidasi.

"Anak orang biasa, Mpok." jawab Lily menutupi kebenaran itu.

"Keliatan sih. Mana mungkin anaknya orang kaya jadi OG. Terus gua denger kakak lu pe cun ya?"

Lily marah mendengar pertanyaan yang lebih terdengar seperti tuduhan itu. Tapi dia tetap berusaha tenang.

"Kakak saya bukan perempuan murahan, Mpok. Dia emang kerja di bar. Tapi dia jadi manager di sana."

Mpok Odah dan Susy terlihat tersenyum meremehkan.

"Tetep aja, wanita malam." kata Susy.

Lily hanya melirik tanpa menanggapi omongan Susy.

Dia lalu berdiri hendak keluar pantry. Sebelum dicegah Odah yang meminjam 100 ribu padanya. Pinjaman yang tidak akan kembali.

"Sini..pinjem dulu 100."

"Nggak ada, Mpok. Nih goceng buat beli cilok. Kaga usah dibalikin." kata Lily sambil meletakkan uang lima ribuan di meja.

Odah menggebrak meja tapi Lily cuek saja. Dia berjalan keluar entah kemana.

Jam sudah menunjukkan jam 11.30. Waktunya makan siang. Pasti setelah ini dia dan OB OG yang lain akan kerepotan menerima permintaan para karyawan untuk membelikan mereka makan.

Walau kantor itu menyediakan makan siang gratis tapi tetap saja beberapa orang memilih makanan dari luar yang sesuai keinginan mereka.

Benar saja begitu melewati department penjualan dan pemasaran beberapa orang memanggilnya dan memintanya membelikan sesuatu di kantin.

Hari itu tidak seperti biasanya. Banyak orang yang berbisik-bisik ketika melihatnya.

Ada yang memandanginya dengan rasa kasihan. Ada pula yang malah seperti ketakutan.

Tapi Lily mencoba menepis rasa itu.

Hari terus berganti. Sudah setahun Lily bekerja disitu. Gossip tentang dirinya mantan anak pengusaha memang sudah lama mereda.

Tapi orang-orang itu akhirnya benar-benar percaya.

Dari situ orang-orang menjulukinya Lily of the Valley.

Setelah setahun terjeda, tanpa dia duga, dia bertemu lagi dengan Sheila.

Bukan hanya Sheila, Lily mengenal wajah-wajah itu sebagai teman-temannya ketika sekolah dasar dulu.

"Jadi cerita Sheila itu bener ya, kamu jadi cleaning service. Cleaning service apa office girl sih kamu, Ly?" kata seorang wanita yang diingat Lily bernama Natasha van Osch.

"Mau CS kek, mau OG kek. Tetep aja dia pegawai rendahan di sini. Padahal dulu bapaknya kaya banget. Hahahaha." seru Sheila yang disambut tawa 4 temannya. Hanya ada 1 orang yang tidak tertawa. Dia hanya memasang wajah datar. Lily tidak ingat siapa nama gadis itu.

Lily tetap tersenyum menghadapi para pembully ini.

"Permisi, Mbak." kata Lily.

"Ehh...eh..eh..tunggu. Apa yang kamu bilang tadi? Kamu panggil kita apa? Mbak? Dikiranya kita apaan. Panggil kita Non." perintah wanita bernama Cherryl.

Lily dengan terpaksa menghentikan langkahnya.

"Tau nih. She, ajarin dong pegawai kamu ini." kata Natasha.

"Dia bukan pegawai gua kali."

"Tapi kalau lu ntar nikah ma Jared, dia bakal jadi bawahan lu juga."

"Aduhh.. Udah deh. Gua nggak ada waktu ngajarin beginian ke orang remeh macam dia. Yuk ahh kita ketemu Tante Mila. Kalian promoin tuh perusahaan kalian. Tapi inget ya, harus tetep pakai proposal resmi nanti."

"Iya ahh bawel calon mantu orang kaya. Lagian boss perusahaan kita kan bukan orang lain buat calon mertua lu."

Mereka meninggalkan Lily begitu saja.

"Reuni mimpi buruk." dengus Lily begitu 6 gadis itu pergi.

"Tadi tuh siapa aja ya?" pikir Lily. Wajah-wajah familiar tapi nama mereka agak buram dalam ingatan Lily. 11 tahun bukan waktu yang singkat. Wajah mereka sudah banyak berubah tapi masih tersisa memories masa kecil tentang para gadis itu. Hanya 1 saja yang samasekali tidak diingatnya. Gadis dengan wajah datar tadi.

"Dia temen SD ku bukan sih?"

Hari ini adalah tugas Lily membersihkan kamar mandi. Dia sebenarnya juga heran dengan pekerjaan nya. Entah Office Girl entah Cleaning Service. Yang jelas pekerjaannya dianggap rendah oleh sebagian besar orang. Tapi Lily tidak peduli. Yang penting halal, begitu pikir Lily.

Saat melihat kaca. Dilihatnya dirinya. Lily berwajah sangat Indonesia. Seperti halnya sang Mama. Tapi matanya biru. Persis seperti mata kakek dan ayahnya. Juga kakak perempuannya si cantik Rose.

Kalau Rose dengan wajah bulenya sangat pantas dengan mata itu. Lily merasa terintimidasi dengan hal itu. Beberapa orang mengiranya memakai softlens. Mengatainya tidak mau kalah cantik dengan sang kakak. Tapi Lily tidak menanggapi hal itu.

Ketika SMA. Dia mulai memakai softlens hitam. Dia melakukan itu agar tidak mendapat perhatian tentang matanya. Hal itu terus dilakukannya sampai detik ini. Softlens itu hanya dilepas ketika dia berada di rumah.

Setelah selesai membersihkan kamar mandi. Dia segera membersihkan diri dan kembali ke pantry.

Saat sampai di depan ruang direksi dilihatnya Sheila dan teman-temannya baru saja keluar bersama dengan Ibu Karmila, istri dari Pak Joshua Watson pemilik perusahaan ini.

Lily menghentikan langkahnya, sengaja bersembunyi sebentar sebelum ketahuan. Dia malas berurusan dengan Sheila dan teman-temannya.

Setelah rombongan gadis itu pergi. Barulah Lily melanjutkan langkahnya.

"Lily Amelia Brown." sapa seseorang yang membuat Lily merinding.

Tidak ada yang mengetahui nama lengkapnya di kantor ini, kecuali Tim HRD mungkin. Dia selalu menyebut namanya sebagai Lily Amelia, tanpa Brown.

Jadi begitu dipanggil dengan nama lengkapnya seperti tadi, Lily langsung terdiam. Mengingat-ingat apa dia mengenal suara itu.

Alih-alih membalikkan badan untuk melihat siapa yang memanggilnya dia masih berpikir, apa suara wanita yang memanggilnya itu adalah suara salah satu staff HRD.

"Lily..." kata suara itu lagi. Dengan berat hati Lily membalikkan badannya dan melihat seseorang disana.

Lily kaget. Gadis itu kan yang jadi rombongan Sheila dan gang tukang bully nya. Satu-satunya gadis yang samasekali tidak tertawa saat Sheila dan yang lain menghinanya.

"Lily Brown kan?"

Lily mengangguk ragu.

"Lu inget gue nggak?"

Lily mencoba mengingat gadis itu. Sisa ingatan masa kecilnya tidak menemukan hal apapun tentang gadis ini.

"Lily, gue Mida."

"Mida?" ulang Lily.

Gadis itu mengangguk.

Lily mencoba mengingat nama temannya yang bernama Mida. Ada satu temannya bernama Mida, tapi gadis di depannya ini sangat berbeda dengan Mida yang dia kenal.

Mida adalah teman SDnya. Ayahnya mengajar music di sekolahnya sehingga seperti anak-anak para guru yang mengajar di situ, orangtua Mida hanya harus membayar SPP 25%. Tapi karena Mida sangat pintar, dia mendapatkan beasiswa prestasi. Sehingga Mida benar-benar bebas 100 % biaya pendidikan. Ibu Mida adalah kepala koki yang mengatur masalah katering sekolah itu.

"Mida anaknya Pak Heru?" tanya Lily ragu.

Wajar Lily ragu. Mida yang ada di hadapannya sangat berbeda dengan yang dulu. Bukan hanya karena dia tumbuh dewasa. Tapi memang tampilan Mida sangat jauh berbeda dengan yang diingatnya dulu.

Mida adalah salah satu korban bullying Sheila. Status Mida yang dianggap tidak selevel dengan mereka serta tampilan Mida yang berkulit gelap dan berambut keriting membuat Mida jadi bahan olok-olokan. Ditambah kawat gigi karena giginya agak sedikit berantakan serta kacamata super tebal menambah kesan Mida anak cupu.

"Kok...beda?" gumam Lily pelan tapi bisa didengar oleh Mida.

"Beda banget ya?" tanya Mida sambil tersenyum. Ketika tersenyum itulah Lily langsung teringat pada Mida yang dikenalnya 11 tahun lalu. Senyum itu masih sama.

"Kamu ada waktu nggak. Ngobrol bentar yuk di kantin." ajak Mida.

Lily menyanggupi karena memang dia sedang kosong.

Mereka berbicara banyak hal. Dari masa kecil, remaja sampai saat ini ketika mereka mulai dewasa.

"Jadi mereka semua nggak tau kalau kamu itu Mida?" tanya Lily menegaskan.

"Yup...waktu kelas 1 SMP, bokap udah nggak ngajar lagi disana. Jadi gue pindah sekolah. Ke sekolah negeri. Dapet beasiswa terus Alhamdulilah. Terus sampai kuliah gue juga dapet beasiswa."

"Wahhh.. Daebak. Lu emang keren Mid." kata Lily tulus sambil mengacungkan kedua jempolnya.

"Lu lulusan mana? UI, UGM, ITB?"

Mida menggeleng.

"Ohh... IPB pasti?"

"Bukan. Gua lulusan Waseda University."

"Jepang?" tebal Lily.

Mida menganggukkan kepalanya.

"Lulusan Jepang yang kerja buat perusahaan Perancis. Haha. Aneh nggak sih?" tanya Mida. Lily menjawabnya dengan gelengan kepala.

"Kok bisa kalian satu kantor tapi mereka ngga kenal lu samasekali. Pakai ganti nama jadi Mischa lagi lu. Hahahaha."

"Ya itu.. Kayak yang gue bilang tadi. Gue kan nggak pernah dianggap samasekali ma mereka. Ngeliat gue aja ogah kan mereka. Yaaaa... kecuali pas lagi ngebully gue. Jangan heran mereka samasekali nggak ngenalin gue pas gue udah glow up. Lagian sebenernya kita beda divisi, sih. Jarang interaksi langsung."

Lily menelisik wajah teman lamanya itu.

"Gue nggak operasi plastik. Gua cuma operasi lasik buat mata gue." kata Mida seolah tahu apa yang ada di pikiran Lily. Lily hanya bisa nyengir mendengar itu.

Mereka berpisah setelah saling bertukar nomer hape dan Mida menyerahkan kartu namanya.

"Mischa Nurhamida. Chief HR Officer"

Lily tersenyum membaca nama itu, Mida tidak mengganti namanya tapi merubah nama panggilannya. Lily terbelalak kaget saat tahu posisi Mida saat ini. Dia segera menyimpan kartu nama itu. Lily merasa suatu saat dia akan membutuhkan bantuan Mida.

1
Ratna Shinta Dewi
Saran aja ni kak. Untuk bahasa asing dan bahasa daerah dikasih terjemahan. Semangat
Ratna Shinta Dewi
nama panjang Mpok Odah, Saodah bukan wkekwk
Meg Yorah: Bukan Kak..
Raudah nama panjangnya mah..hehe
total 1 replies
Ratna Shinta Dewi
secara wajar, manusia menyukai keindahan, nenek lebih sayang ke Rose krn cantik, tp ketulusan Lily memenangkan hati nenek
Ratna Shinta Dewi
jangan makan daging rendang nenek, gak baik buat nenek2, buat saya aja xixixi
Meg Yorah: Hehehe... Makasih komentarnya, Kak. Alhamdulillah, ini komentar pertama yang saya dapat. Tolong terus dukung saya ya, Kak. Terimakasih.
total 1 replies
Ratna Shinta Dewi
warga kok baik bgt sih, masak ada tetangga begitu 🥺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!