Laura, adalah seorang menantu yang harus menerima perlakuan kasar dari suami dan mertuanya.
Suaminya, Andre, kerap bertangan kasar padanya setiap kali ada masalah dalam rumah tangganya, yang dipicu oleh ulah mertua dan adik iparnya.
Hingga disuatu waktu kesabarannya habis. Laura membalaskan sakit hatinya akibat diselingkuhi oleh Andre. Laura menjual rumah mereka dan beberapa lahan tanah yang surat- suratnya dia temukan secara kebetulan di dalam laci. Lalu laura minggat bersama anak tunggalnya, Bobby.
Bagaimana kisah Laura di tempat baru? Juga Andre dan Ibunya sepeninggal Laura?
Yuk, kupas abis kisahnya dalam novel ini.
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab, 8. Perubahan Laura
"Seperti bunga merekah, keindahan itu terpahat. Tapi matamu terlalu buta untuk memilah mana bunga bakung mana bunga rumput."
"Andre, apa-apaan kamu?" seret Bu Maya saat Laura masuk ke kamarnya.
"Tenang, Bu," Andre berusaha menenangkan Ibunya, yang terpicu emosi karena ulahnya.
"Bagaimana ibu bisa tenang dengan ulahmu. Tanpa angin tanpa hujan kamu berulah seperti ini," ucap Bu Maya lirih tapi penuh penekanan.
"Sssttt, ibu tenanglah. Ini hanya untuk sementara waktu. Aku tidak ada waktu menjelaskannya sama ibu. Jangan sampai Laura dengar percakapan kita ini, Bu." Andre memberi kode pada ibunya supaya diam.
"Tapi, Andre...." Bu Maya tidak melanjutkan ucapannya karena keburu, Laura keluar dari kamar. Laura tersenyum, seolah tidak tau apa yang dibisikkan mertuanya pada suaminya.
Sementara, Andre terkesima saat melihat penampilan, Laura. Laura nampak begitu cantik dan anggun mengenakan stelan kulot dan tunik yang dipadu blazer.
Laura tampak santai tapi tetap berkesan mewah. Mata Andre tak berkedip sekian detik, melihat tampilan istrinya.
"Kenapa, Bang? Ada yang salah dengan pakaian, Laura?"
"Eh, tidak. Kamu nampak serasi mengenakannya," puji Andre tulus. Bu Maya menyentakkan lengan Andre, karena terlalu fokus pada, Laura. "Ayo, kita pergi."
Andre dan Laura pergi, diiringi tatapan amarah dari Bu Maya serta rasa cemburu dari Irina. Bisa-bisanya Andre mengabaikannya begitu saja.
Mana begitu tiba-tiba, hanya dalam semalam Andre berubah drastis.
Sesampai di kafe, semua karyawan heran melihat kedatangan bos mereka dengan seorang perempuan cantik. Mereka pikir perempuan itu adalah rekanan bisnis bos mereka.
Namun, saat Andre memperkenalkan Laura sebagai istrinya, banyak yang berbisik-bisik.
"Bos kita punya istri, berapa sih? Bukannya kemarin juga mengaku sebagai istrinya pak, Andre?" bisik salah salah satu karyawan Andre, dengan pin nama, Ratih, pada teman yang berdiri disampingnya.
"Gak tau sih, tapi sepertinya ini yang syah. Yang kemarin itu mungkin, selingkuhan si bos." ucap Devi.
"Kok tau? "
"Yang kemarin itu, si bos gak mengenalkannya pada kita. Sementara ibu Laura diperkenalkan pada kita." sahut Devi.
"Bisa jadi, Bu Laura istri syah dan yang kemarin itu istri siri. Begitulah kalau orang kaya, gak puas kalau cuma punya satu istri, ya?" ucap Ratih lagi.
Tanpa mereka sadari, Laura telah mendengar bisik-bisik mereka. Laura tertegun mendengar karyawan suaminya bergosip.
Laura mendekati keduanya. Saat Ratih dan Devi mendengar deheman, Laura. Keduanya terkejut dengan wajah memucat pias.
Mereka takut sekali, kalau Bu Laura telah mendengar percakapan mereka.
"Hem, kalian membicarakan siapa, barusan?" tanya Laura lembut, tapi seperti guruh ditelinga Ratih dan Devi.
"Eh, Ibu, bukan siapa- siapa, Bu," kelit Ratih dengan suara tercekat. Keduanya menunduk seperti orang pesakitan saja.
"Tidak perlu takut, kalian akan aman sama ibu, asal kalian mau jujur. Tadi Ibu dengar kalian sebut-Qqqsebut nama bapak? Ada apa, apa ada hal yang aneh dengan bapak?" Laura berusaha meyakinkan keduanya. Bahwa mereka akan aman.
Setelah Laura membujuk keduanya, Ratih dan Devi mau jujur, dengan syarat Laura tidak melibatkan mereka dan menjaga rahasia mereka.
"Iya, Bu. Namanya Irina, mengakunya sebagai istri bapak." ucap Ratih lirih, takut ada yang mendengar.
"Ibu Irina sendiri yang bilang, atau Bapak juga ikutan mengaku?"
"Gak, cuma ibu itu. Dia datang beberapa hari yang lalu, bersama ibu mertuanya katanya. Minta uang ke kasir. Kebetulan Bapak tidak ada. Lalu, ibu Maya menelepon dan kasir memberikan uang yang dimintain itu." lanjut Ratih lagi.
"Berapa banyak uang yang dikasih sama ibu."
"Sepuluh juta. Itu yang saya dengar,Bu," sahut Devi.
"Baiklah, terima kasih atas infonya. Mulai hari ini ibu akan ikut mengawasi kafe. Jadi bersikaplah seperti biasa. Kalau ada info penting, lapor sama Ibu, ya. Dan percakapan ini, cukup menjadi rahasia kita bertiga. Paham?"
Ratih dan Devi mengangguk. Keduanya merasa lega karena Laura tidak memperpanjang urusan mereka. Tadinya, mereka sudah ketakutan kalau ibu Laura akan mengamuk sehingga mereka akan mendapat masalah.
Ternyata, Bu Laura tidak seperti yang mereka duga.
Laura tercenung mendengar info yang diberikan Ratih dan Devi. Ternyata ibu mertuanya sudah tau kalau Irina adalah istri siri Andre.
Dia sengaja mengundang Irina untuk tinggal satu atap dengan mereka. Apalagi rencananya kalau bukan untuk menyingkirkannya.
Pasti karena ingin melindungi ibunya, Andre berpura-pura acuh pada ibunya dan Irina. Juga mau menuruti semua permintaannya termasuk ikut mengawasi kafe, hanya untuk meredam kemarahanku. Guman Laura, menahan sesak.
Jika tidak, rahasia itu akan terbongkar. Dengan bukti yang ada ditanganku. Karena itulah Andre lebih rela melihat kemarahan ibunya dari pada aku yang meradang. Hem, sungguh licik.
Oke, Andre aku aku akan mengikuti permainanmu. Kita lihat siapa yang akan jatuh, aku atau kamu dan keluargamu! Hati Laura membatin.
***
"Mama!" teriak Bobby berlari ke kamar. Bobby barusan pulang dari diajak jalan jalan oleh papanya. Laura menolak pergi, dengan alasan kurang enak badan.
Alasan yang sebenarnya, adalah dia tidak suka berdekatan lagi dengan suaminya. Kecuali di depan umum dan mertuanya. Laura masih mampu bersikap mesra didepan orang, hanya untuk menutupi agar orang lain tidak curiga saja.
Bila dihadapan mertua dan Irina, untuk membalas sakit hatinya.
"Hai sayang, kamu sudah pulang? Apa ini?" ucap Laura, saat Bobby menyodorkan paper bag ketangannya.
"Bukalah, hadiah untuk kamu." ucap Andre yang juga menyusul Bobby ke kamar.
Laura merasa heran saat Andre memberinya hadiah. Dia tau semua ini hanya modus. Untuk melunakkan hatinya saja.
"Wah! Cantik sekali!" beliak Laura pura- pura senang. "Makasih ya, bang." Laura mematut blus itu ke tubuhnya.
"Kamu nampak cantik sekali, dek" puji Andre. Menghampiri istrinya dan memeluknya dari belakang.e
Laura terkejut, dan mendadak beku. Dalam hatinya merintih sedih karena semua itu hanya sandiwara. Andre membalikkan tubuh Laura, sehingga menghadapnya. Ditatapnya lekat wajah istrinya.
Laura, membuang jauh pandanganya. Dia tau apa yang tersirat dimata suaminya. Rasa itu telah mati. Rasa yang selama ini dia jaga, tapi berujung kesia-siaan.
"Uhuk...." Laura pura-pura terbatuk untuk mengurai pelukan suaminya. Dengan alasan mau mencoba blus pemberian suaminya, dia mengikis jarak.
Andre melenguh lirih, karena sikap Laura tidak seperti yang dia harapkan.
"Bagaimana, bang, bagus gak?"
"Iya, sangat bagus dan pas untuk kamu."
"Makasih, ya, bang. Besok akan kupakai mengantar Bobby sekolah." Laura menyimpan blus itu ke lemari. Saat Laura berbalik, Andre menyergap tubuh istrinya dan berusaha menc**mnya.
"Jangan, bang. Nanti Bobby muncul dan melihat kita." tolak Laura, buru-buru Laura keluar, dan kebetulan terdengar suara jeritan, Bobby.
Andre menghempas tubuhnya diatas ranjang. Kecewa dengan penolakan istrinya.*****