Membalas Sakit Hati Ibu
POV SINTA
"Ipah mana makanannya, kami sudah kelaparan di sini!." teriak Nenek kepada Ibu.
Aku yang baru saja pulang dari sekolah menghentikan langkah saat akan masuk rumah, karena mendengar teriakan Nenek. Kemudian berbalik melangkahkan kaki ke rumah Nenek, takut Ibu di sakiti oleh Nenek.
Saat aku sudah masuk ke dalam, di rumah Nenek emang sedang ada acara kumpul keluarga. Karena aku harus sekolah dan kerja kelompok jadi aku tidak bisa membantu Ibu mempersiapkan semua.
Sebenarnya aku khawatir dan berniat untuk bolos sekolah dan membantu Ibu di dapur. Tapi Ibu melarang dan menyuruh ku tetap berangkat sekolah.
Padahal ada Tante Adel yang juga sama menjadi menantu Nenek, Istri dari Om Zainal adik Ayahku yang sedang merantau. Tapi yah Tante Adel mana pernah mengerjakan pekerjaan rumah, dia hanya tahu hp, salon dan shoping. Sungguh manusia yang tak berguna sama sekali.
"Nek, ada apa?. Kenapa Nenek teriak-teriak? sampai terdengar Sinta di luar." tanyaku saat sudah ada di dalam rumah dan menghampiri Nenek.
"Kamu pulang ke sekolah bukannya ucapin salam, malah kurang ajar sama orang tua!." Sinis Tante Adel.
Tuh kan Tante Adel mulai ngajak perang, aku bertanya sama Nenek malah di jawab sama dia. Caper banget!. "Siapa yang kurang ajar Tante, Sinta cuman nanya sama Nenek, kenapa Nenek teriak-teriak." Jawab ku lantang.
Tante Adel memasang wajah jutek sembari mata nya melotot ke arah ku karena aku berani menjawab perkataan nya. Aku tidak mau kalah aku juga membalas pelotottan Tante Adel.
"Ipah cepetan! kok kamu kerja nya lelet banget sih! sudah bagus anak saya Bagas mau nikahin kamu. Udah jelek, hitam, miskin lagi." hina Nenek pada Ibu di depanku dan keluarga besar lainnya.
Tidak ada yang membela Ibu sama sekali, begitu juga dengan Ayah, dia hanya diam saja melihat istri nya di hina oleh Ibu nya sendiri.
"Iyah Bu. Maaf tadi rasa-rasa nya kurang pas. Jadi saya rasa-rasa lagi bumbunya." Jawab Ibu sambil lari tergopoh-gopoh ke arah nenek sembari membawa panci yang terlihat masih panas.
Aku miris melihat penampilan Ibu yang berbeda dengan menantu yang lain. Jika menantu yang lain berpakaian bagus. Namun Ibu hanya memakai daster kumal yang biasa Ibu pakai di rumah, padahal ini acara keluarga besar, sudah jelas Ibu tidak di anggap keluarga.
"Halaaah terus saja membela diri seperti itu. Kamu itu ngaku ajalah kalau kamu itu lelet kerja nya, nggak bisa di andelin. Sini mana biar aku koreksi rasa makanannya. Aku pengen tahu bagaimana rasa masakan kamu sampai kamu membutuhkan waktu cukup lama dan membuat kami semua kelaparan." timpal Tante Adel merebut panci panas dari tangan Ibu.
"Arrggghhh!. Panas." Tante Adel menjerit kepanasan. karena merebut panci panas dari tangan Ibu.
'Syukurin!' jerit ku dalam hati. Padahal harus nya dia tahu kalau panci itu pasti panas karena terlihat sekali bahwa sayur yang di masak Ibu masih sangat panas karena asap nya masih mengepul.
Kalau sudah seperti ini, pasti Ibu yang di salahkan.
"Dasar kurang ajar, kamu sengaja memberikan sayur panas ini kepadaku?, kenapa tidak bilang kalau ini panas, dasar to-lol, otak udang." maki Tante Adel pada Ibuku. Bukannya kebalik' gumam ku merasa aneh mendengar makian Tanteku ini kepada Ibu.
Sebenarnya ini bukan kali pertama aku melihat Ibu di perlakukan seperti ini, sudah sangat sering Ibu di perlakukan sangat kasar, dahulu aku diam dan takut pada Ayah dan Nenek, tapi sekarang kesabaran sudah habis.
"Nah kan! lama-lama si Ipah ini ngelunjak, kamu pasti syirik kan karena kalah cantik dan mulus kayak Adel !, makannya kamu sengaja memberikan sayur yang sangat panas agar Adel punya luka bakar!," hardik Nenek pada Ibu dengan suara lantang.
Lagi-lagi aku melihat sekitar, di sini sekitar ada 10 orang termasuk Ayahku, namun tidak ada yang membela Ibu sama sekali. Meskipun aku yakin mereka tahu kalau Ibu tidak bersalah.
"Bu itu salah Adel, salah dia sendiri kenapa dia main rebut sayur yang aku pegang. Padahal aku memegang ya pun pakai kain tebal, kenapa Adel main rebut begitu saja." Ibu membela diri, mungkin Ibu sudah kesal terus-terusan di salahkan.
"Kurang ajar, bukannya minta maaf malah membela diri. Rasakan ini!."
Plak, tangan Tante Adel lancang menampar pipi Ibu. Melihat kejadian seperti ini aku langsung berjalan menghampiri.
"Berani nya kamu Adel menampar Ibuku!," Aku berteriak sekencang mungkin melihat Ibuku di tampar keras oleh Tante Adel.
Dengan emosi memuncak, aku mengambil panci yang isi nya sayur panas lalu menyiramkan nya ke wajah Tante Adel. Mungkin karena aku sedang emosi panci tidak berasa panas di tanganku.
Byuurrr.
"Arggghhhh tolong ini sangat panas, dasar kamu anak kurang didikan kamu Sinta." teriak Tante Adel. Semua orang yang ada di sini langsung membantu Tante Adel yang menjerit kesakitan, begitu pun dengan Ayah, Ayah terlihat khawatir dengan apa yang terjadi dengan Tante Adel seolah Tante Adel adalah istri nya. Dan Ibu sudah jelas istrinya tapi Ayah cuek saja melihat Ibu di hina-hina.
"Sinta! kamu keterlaluan. Kamu akan mendapatkan pelajaran dari Ayah?, tunggu saja!." ancam Ayah padaku.
"Silahkan aku tunggu. Tapi aku penasaran yang sebenernya jadi istri Ayah itu, Ibu atau Tante Adel sih. Kok Ayah seperti nya khawatir banget sama Tante Adel?." ucapku pada Ayah dengan sinis.
Ayah terlihat mengepalkan tangan menahan emosi kepadaku.
"Sudah jangan dengarkan anakmu yang lahir dari rahim si miskin itu. Sebaiknya bawa Adel ke rumah sakit. Dan untuk kamu Sinta!. Jika terjadi sesuatu pada Tante mu, Nenek pasti kan kamu babak belur di tangan Ayah mu." Ancam Nenek sembari menunjuk wajahku.
"Tidak usah menunjuk-nunjuk aku seperti itu. Aku tidak takut, karena aku akan selalu melindungi Ibu ku. Ayo bu kita pergi dari sini!" Ajak ku kepada Ibu yang seperti menangis ketakutan.
Rumah kami dan rumah Nenek bersebelahan, bisa di bilang Nenek orang berada di wilayah ini. Bahkan tempat tinggal yang sedang kami tempati pun adalah rumah Nenek yang di wariskan untuk Ayah.
"Ibu memang tidak pernah mengajariku kasar kepada orang lain, tapi aku tidak terima jika Ibu di perlakukan seperti itu oleh orang lain. Aku sangat sayang Ibu tak peduli itu tua muda, Nenek atau Ayah sekalipun. Jika mereka lancang kepada Ibu, maka aku tidak akan tinggal diam." ucap ku seraya menangis memegang bahu Ibu.
"Tapi bukan begitu caranya Sinta. Sebentar lagi kamu lulus SMK. Kalau Ayah mu tidak mau membiayai mu kuliah gimana?, Sedangkan Ibu hanya Ibu rumah tangga biasa. Ibu tidak ingin masa depan mu suram." sanggah Ibu.
Betapa mulia nya hati Ibu, sudah berkali-kali di sakiti oleh Nenek dan Ayah tapi masih terus memikirkan anak-anaknya.
"Bu aku tidak ingin kuliah dengan pengorbanan Ibu di injak-injak oleh Ayah dan keluarganya. Toh tidak semua lulusan SMK masa depan nya suram. Percayalah pada Sinta Bu." timpalku memberi pengertian pada Ibu.
Kemudian aku dan Ibu berpelukan dan menangis bersama meratapi nasib yang terus di sakiti oleh Ayah dan keluarga nya.
"Bu!." panggil seseorang dan kemudian kami berdua menoleh ke arah pintu.
.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Inooy
baru baca udh sedih gini cerita nya..🥺
2024-06-05
0
Katherina Ajawaila
cerita yg menarik
2024-05-28
0
Astrid Bakrie S
Assalamualaikum mampir ya, kykx ceritanya seru ini
2024-05-22
2