NovelToon NovelToon
MAAFKAN AKU, ISTRIKU

MAAFKAN AKU, ISTRIKU

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintapertama / Perjodohan / Patahhati / Konflik Rumah Tangga- Terpaksa Nikah / Konflik Rumah Tangga-Pernikahan Angst
Popularitas:14.7M
Nilai: 4.8
Nama Author: nazwa talita

Perjuangan Abimanyu untuk mendapatkan kembali cinta Renata, sang istri yang telah berulang kali disakitinya.

Tidak mencintai gadis yang menjadi wasiat terakhir ibunya membuat Abimanyu seringkali menyiksa dan menyakiti hati Renata hingga berkali-kali.

Akankah Bima bisa kembali mendapatkan cinta istrinya? Sementara hati Renata telah mati rasa akibat perbuatan Abimanyu yang telah menyebabkan buah hati dan ibunya meninggal dunia.

"Mas Bima-"

"Panggil aku Tuan seperti biasanya, karena kau hanyalah seorang pembantu di sini!"

"Ta-tapi Mas, kata Nyonya-"

"Ibuku sudah meninggal. Aku menikahimu karena keinginan ibuku, jadi kau jangan berharap dan bermimpi kalau aku akan menuruti keinginan ibuku untuk menjagamu!"

"I-iya, Tu-Tuan ...."

Yuk! Ikutin ceritanya, jangan lupa siapin tisu karena novel ini banyak mengandung bawang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nazwa talita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8 MENANGISLAH!

"Tu-Tuan ...." Renata menatap tak percaya pada laki-laki di depannya itu.

"Saya tidak pernah menghasut nyonya Erika agar Tuan menikahi saya. Wasiat terakhir Nyonya Erika adalah murni keinginan beliau, tidak ada sangkut-pautnya sama sekali dengan saya, Tuan," jelas Renata.

Dia sungguh tidak menyangka kalau Bima ternyata berpikir sejauh itu. Netranya memberanikan menatap Bima. Ingin kembali menjelaskan kalau apa yang dituduhkan oleh majikan yang kini menjadi suaminya itu tidaklah benar.

"Kalau kau tidak menghasut ibuku, tidak mungkin ibu menyuruhku menikahimu!"

"Aku sangat tahu siapa ibuku, dia tidak akan mungkin menikahkan aku dengan orang sembarangan. Apalagi hanya seorang pembantu seperti dirimu!"

Lagi, kata-kata yang keluar dari mulut Bima bagaikan ribuan jarum yang menusuk-nusuk hatinya.

"Aku tidak pernah menghasut Nyonya, saya mana berani menghasut beliau, apalagi masalah pernikahan. Tuan sangat tahu bagaimana sikap saya terhadap nyonya selama ini." Dengan menahan tangis dan juga rasa sesak di dadanya, Renata kembali menjelaskan.

Dia tidak mau pria itu salah paham padanya.

"Tidak usah banyak bicara, Renata! Sekarang, simpan kartu itu, karena aku tidak akan memberikan sepeser pun uang lagi selain uang yang ada dalam debit itu!" teriak Bima. Dalam hati dia memang membenarkan ucapan Renata.

Gadis itu memang tidak pernah macam-macam. Bicara pun seadanya. Dekat dengan ibunya pun hanya dalam jam-jam tertentu saat dia memang harus merawat ibunya.

Namun, hatinya masih merasa kesal dan marah pada perempuan itu. Gara-gara Renata dia harus terjebak dalam pernikahan bodoh dengan gadis itu.

"Siapkan pakaianku selama dua minggu dan ingat, Renata. Jangan mengatakan apa pun pada ibumu, apalagi tentang pernikahanku dengan Shinta! Mengerti?"

"Me-mengerti, Tu-Tuan." Renata menghela napas panjang, mencoba menghalau sesak di dadanya. Sekuat tenaga dia menahan agar air matanya tidak keluar.

Bergegas dia melangkah menuju kamar suaminya diikuti pria itu dari belakang.

Selama menikah dengan Bima, Renata tetap tinggal di kamar pembantu. Perempuan itu hanya bertugas membersihkan kamar suaminya setiap hari tanpa menempati kamar itu layaknya sepasang suami istri lainnya yang tidurnya satu kamar berdua.

Renata menarik koper, sementara Bima mengeluarkan beberapa paper bag yang berisi baju-baju yang baru dibelinya bersama Shinta kemarin.

Baju-baju itu adalah perlengkapan bulan madu mereka selama dua minggu.

Dalam paper bag itu juga terdapat perlengkapan perempuan, termasuk lingerie dan beberapa dalaman perempuan yang sudah dipastikan kalau itu adalah milik Shinta.

Renata dengan telaten memasukkan baju-baju itu ke dalam koper. Perempuan itu dengan sekuat tenaga menahan tangisnya.

Gadis cantik itu mengalihkan pikirannya pada sang ibu yang beberapa menit lalu meneleponnya lewat video.

Membayangkan itu, Renata tersenyum tipis sambil memasukkan baju-baju seksi kurang bahan yang baru saja dikeluarkan oleh Bima dari paper bag.

Bima memperhatikan gerak-gerik Renata. Gadis itu terlihat begitu tenang bahkan terlihat senyuman mengembang di bibirnya meskipun samar.

"Sudah selesai Tuan. Apa ada lagi yang Tuan butuhkan?"

"Tidak ada. Kau boleh pergi."

"Baik, Tuan." Renata menundukkan kepala sebelum akhirnya melangkah pergi meninggalkan kamar suaminya.

Renata menuju ke arah dapur. Perutnya sangat lapar. Sedari pagi, dia membersihkan rumah besar itu sendirian dan belum sempat makan.

Ucapan Bima yang mengatakan akan mencari orang untuk menggantikan sang ibu, sampai sekarang ternyata hanya janji belaka.

Tubuhnya lelah, begitupun hatinya yang terasa sakit bagai tercabik-cabik. Namun, saat mengingat keinginan nyonya besarnya sesaat sebelum menjemput ajal, membuat Renata kembali bersemangat.

Aku akan bertahan demi nyonya, tapi kalau aku tidak kuat untuk bertahan, aku harap nyonya tidak marah dan tetaplah tenang di alam sana.

Renata mengambil piring, menuangkan nasi dan beberapa lauk ke dalamnya. Wajahnya tersenyum cantik saat dia melihat makanan yang menggunung di piringnya.

Sepertinya aku sudah gila. Bagaimana aku menghabiskan makanan ini sendirian?

Renata menepuk keningnya. Gadis itu berdiri, kemudian mengambil satu porsi makanan lagi dengan jumlah yang lebih sedikit.

Wajah cantiknya semakin tersenyum sumringah. Setelah selesai mengambil makanan itu, Renata melangkah ke belakang sambil membawa nampan berisi dua piring makanan dan dua gelas minuman dengan gelas besar.

Sementara itu, di lantai atas, sepasang mata sedang memperhatikan gadis itu.

Senyumnya mengembang saat melihat perempuan itu tersenyum sendirian. Bibirnya terlihat bergerak-gerak seolah sedang berbicara sendirian.

Sepertinya perempuan itu sudah gila.

Bima tersenyum tipis. Kedua netra hitamnya merasa penasaran saat melihat Renata membawa makanannya ke belakang.

Di taman belakang, Bima melihat gadis itu sedang duduk di gazebo. Suara tawa terdengar memecah kesunyian di dalam taman.

"Ayo cepat makan yang banyak, biar tubuhmu ada isinya." Suara berat seorang lelaki terdengar.

"Heh! Apa kau sedang mengejekku?" Suara Renata terdengar. Gadis itu berbicara keras. Sungguh bukan kebiasaan gadis itu selama bekerja di sini.

Biasanya Renata berbicara sangat sopan dan pelan. Bima tersenyum mengejek. Ternyata sopan santun gadis itu hanya sebuah topeng.

Tapi, siapa laki-laki itu? Kenapa ada laki-laki asing di rumah besarnya? Apa jangan-jangan gadis itu ....

"Sepertinya kau sedang bersedih."

"Dari mana kau tahu aku sedang sedih?"

"Kau tidak akan berbicara keras kalau kau sedang waras!"

"Jadi kau pikir aku sekarang sedang tidak waras?" Renata memekik kaget. Namun sebelum perempuan itu kembali berteriak, pria di depannya sudah menyuapkan makanan ke dalam mulut gadis itu.

"Menangislah! Kalau kamu memang ingin menangis. Tidak perlu ditahan dan tidak usah sok pura-pura hebat di depanku." Kedua mata Renata berkaca-kaca.

"Menangis tidak akan membuatmu terlihat lemah, menangis juga tidak akan membuat harga dirimu jatuh di depanku Renata ...."

Laki-laki itu mengusap air mata yang turun ke pipi Renata.

"Adakalanya kau juga harus berbagi saat dirimu sedih. Kamu bukan robot yang tidak punya perasaan sedih dan bahagia. Kamu manusia juga. Meskipun kau merasa kau adalah perempuan hebat dan kuat, tapi ada kalanya kau juga harus mengeluarkan air matamu untuk mengeluarkan emosimu."

Renata terisak. Bahu perempuan itu bergetar seiring air mata yang mengalir di pipinya.

"Kamu jahat!"

"Kamu lebih jahat karena tidak pernah mau berbagi kesedihanmu denganku. Kamu manusia, bukan robot!"

Pria itu mengusap kepala perempuan yang berada di depannya itu. Perempuan itu tertunduk, menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Sementara Bima terlihat terkejut saat melihat siapa laki-laki yang saat ini berada di depan Renata, asisten rumah tangga sekaligus istri yang dinikahinya dua minggu lalu.

Jadi, selama ini diam-diam kamu selalu bertemu dengannya?

Bima mengepalkan tinjunya. Rahangnya mengeras melihat pemandangan di depannya. Di sana, perempuan yang sudah menjadi istrinya itu menangis di depan seseorang yang sangat dibencinya.

Perempuan sialan! Jadi selama ini kepolosanmu itu hanya topeng belaka?

Bersambung ....

1
Norma Koelima
milikmu... hahahaha..
Borahe 🍉🧡
EGOISSSSSSS GILA LO
Borahe 🍉🧡
kta seumuran Dok.
Borahe 🍉🧡
aku padamu Aldrian.
Borahe 🍉🧡
Bohong Shin. dia mau ketemu istri pertama nya hohoho
Borahe 🍉🧡
ihh kok gw geli dgn si Bima ini, pen kutabok
Borahe 🍉🧡
ini termasuk talak gak Sih
Borahe 🍉🧡
Gila si Bima
Julia Juliawati
ngelunjak itu namanya udh dimaafkan minta kembali bersama setelah membuat luka yg sangat kejam.
Julia Juliawati
bonyok2 tuh muka si bima
Julia Juliawati
aduh aq gedek banget sm si kepala batu. dia g tau bahasa manusia x ya ngeyel banget
Julia Juliawati
pingin aku tampil kepala, si bima pake palu biar g keras kepalanya. udh tau salah msh ngeselin. dasar kepala batu
Julia Juliawati
Luar biasa
Julia Juliawati
klo udh cerai sm bima jgn smpe rujuk lg ya thor. biarkan renata bahagia bersama pria yg mencintainya
desember
hahahaha lucu sekali kamu bima
Rahman Padaka
ok lanjud
Mom Nazriel
hadehhh,,sama aja ternyata cewe nya sok berani tp mudah d jebak juga,,emang udh bodoh dr awal si renata ttp aja bodoh🤣🤣🤣
Elmi Yunas
penasaran gimana kelanjutan hubungan bian dan renata,pengennya sih bian berhasil meluluhkan hati renata yang telah dibuat bian teramat sakit.
Vitha Vivi
Luar biasa
annethewie
banyak emang sampah yg ga bisa didaur ulang dikasih nyawa ya si sintul ini satunya..mbak di rumah dr umur 13 sampai tua dan akhirnya dipanggil Mak jenab ga pernah kita asal panggil..malah kita takutan ma dia kalau misal taruh baju sembarangan🤪🤪 dan dia yg nentuin menu makan tiap hari dirumah..suka suka dia..kebiasaan dia yg kita paling paham nonton sinetron sembari seterika baju
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!