Menjadi seorang Qinanti memang tidak mudah. Di usianya yang baru menginjak 21 tahun, Qinan harus kehilangan satu-satunya keluarga yang ia punya yaitu sang kakak kandung bernama Rakka. Sebelum kepergiannya, Rakka menitipkan Anggit yang tengah hamil 7 bulan pada Qinan. Bermodal usaha olshop yang ia rintis bersama almarhum Rakka, Qinan berusaha mewujudkan mimpi Rakka untuk memberikan kehidupan yang layak untuk anak dan istrinya.
Tapi kehidupan Qinan tentu tidak sedrama itu. Setelah kepergian Rakka, justru Anggit memboyong Qinan untuk tinggal di rumah keluarganya yang kaya. Namun di rumah itu, Qinan bertemu dengan Ricqi, kakak angkat Anggit yang sangat benci pada Rakka.
"Keluarga benalu" gumam Ricqi lirih.
Takdir Tuhan tidak ada yang tahu, setelah melahirkan, Anggit menyusul Rakka ke surga dan meninggal baby Az. Detik-detik kepergiannya, Anggit memohon sesuatu kepada Qinan dan Ricqi agar mereka bisa menikah dan menjadi Mommy dan Daddy dadakan untuk baby Az.
Sesuatu di luar logika memang, tapi ia rela mau melakukan apa pun demi Anggit. Apakah Qinan akan bertahan dalam pernikahan rumit ini atau justru rela pergi demi kebahagiaan baby Az dan melepaskan hak asuh baby Az pada Ricqi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mendung Kala Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tragedi Pecel Lele
Sudah lima belas menit mobil berjalan meninggalkan konveksi, mereka masih saling diam di dalam mobil. Keduanya sama-sama enggan berbicara.
“Sampai kapan diam-diam begini? Aku takut tiba-tiba dia mengantuk dan menabrak orang lain bagaimana?” Qinan mulai berfikir aneh-aneh.
“Aaaak... Jangan sampai terjadi.” Qinan tiba-tiba berteriak kencang.
“Hei kau. Kenapa tiba-tiba berteriak? Kau membuatku kaget. Bagaimana kalau kita kecelakaan.” Amuk Ricqi sambil memukul setir mobilnya.
“Astaga aku salah lagi.” Qinan menepuk jidatnya. Bagaimana mungkin Qinan fikir ia sedang bergumam dalam hati namun aktualnya ia berteriak kencang.
Mobil yang melaju dengan kencang dan tiba-tiba menepi dan berhenti.
“Turun!” Titah Ricqi sambil membelalakkan matanya menatap Qinan.
“Apa? Kau menurunkanku ditengah jalan. Kenapa kau tega sekali.” Qinan panik dia berusaha menahan dirinya agar tidak turun.
“Turun! Jangan membuatku menyuruhmu dua kali.” Kali ini Ricqi menegaskan suaranya.
“Ti— Tidak mau. Qi mohon jangan turunkan aku disini. Sekarang tengah malam aku takut.” Qinan menggelengkan kepalanya dengan cepat.
“Turun atau aku—“ Ricqi mulai mulai putus asa melihat Qinan masih tetap duduk dan bersikeras tidak mau turun, Ricqi mendelatkan wajahnya pada Qinan sehingga tubuhnya sudah condong ke arah Qinan.
“Apa yang kau lakukan. Kau —“ Jantung Qinan berdegup kencang saat wajah Ricqi hanya berjarak beberapa sentimeter di depannya.
“Qi... Qi Aku mohon jangan lakukan itu.” Qinan menutup matanya sekuat mungkin, tangannya mengepal sangat kencang. Air matanya keluar dari kedua matanya.
“Deg—“ Jantung Ricqi pun ikut berdegup kencang melihat wajah Qinan sedekat itu di depannya. Ia tersenyum melihat Qinan setakut itu.
“Cekleeeek.” Seat belt Qinan terbuka.
“Buang jauh-jauh otak mesummu. Aku lapar kita makan dulu.” Ricqi turun dari mobil dan berlalu meninggalkan Qinan di mibil.
“Huft... Sialan kau membuatku jantungan.” Qinan memegang jantungnya yang nyaris copot.
Setalah nafasnya bisa teratur, Qinan akhirnya turun menyusul Ricqi menuju salah satu warung makan pecel lele di pinggur jalan.
“Nasi ayam goreng satu, teh tawar hangat satu ya Mang.” Ricqi berbicara sangat ramah pada penjual pecel lele tersebut.
“Kau mau makan apa?” Ricqi melirik ke Qinan yang masih shock. Ia sedikit merasa bersalah karena menakut-nakuti Qinan tadi.
“Buatkan dua ya Mang” Qinan tersenyum ke arah penjual. Ia sebenernya juga sangat lapar karena makan terakhirnya tadi siang bersaa pekerja konveksi. Saat makan malam ia tidak bisa tenang karena memikirkan kondisi Anggit yang masih merajuk.
“Teh tawar hangatnya gratis neng. Ambil sendiri ya sudah ada di teko itu.” Ujar penjual itu pada Qinan.
“Oh iya. Terima kasih Mang.” Qinan beranjak meninggalkan penjual tersebut kemudian duduk di berseberangan dengan Ricqi.
“Ini minummu.” Qinan menuangkan teh tawar hangat ke dalam gelas dan menggeser gelas tersebut tepat di depan Ricqi.
Lalu ia menuangkan kembali satu gelas lagi dan ia taro tepat di depannya.
Ricqi hanya terkejut melihat perlakuan Qinan padahal tadi dia sudah sangat kasar pada gadis itu.
Selang beberapa saat, Mamang penjual datang membawa bakul yang berisi nasi putih yang terbuat dari anyamam, dua buah piring, lauk ayam goreng yang mereka pesan, lengkap dengan sambal dan lalapan. Semua itu disajikan di depan Qinan dan Ricqi.
Qinan mengambil tisu untuk membersihkan piring dan mengisinya dengan berapa sendok nasi. “Apa ini cukup?” tanya Qinan dengan wajah datar pada Ricqi.
“Cukup” jawab Ricqi singkat.
“Ini.” Qinan menyerahkan piring itu pada Ricqi yang masih melihatnya dengan tatapan heran.
“Mau pakai sendok?” tanya Qinan mengambil sendok yang sudah tersedia di depannya.
“I— Iya” ujar Ricqi ragu-ragu.
“Ini sudah ku lap juga.” Qinan memberikan sendok dan garpu yang sudah ia bersihkan dengan tisu pada Ricqi.
Ricqi menerima sendok dan garpu dan langsung saja ia menyantap dengan lahap. Tidak pakai lama, kurang lebih sepuluh menit makanan yang ada di depannya. Sedangkan Qinan masih serius menyantap hidangan di depannya.
Ricqi memperhatikan Qinan sangat lahap. Bahkan seperti tanpa jeda Qinan masih terus mengunyah nasi dalam mulutnya.
“Astaga gadis ini rakus sekali. Bagaimana mungkin seorang perempuan makan malam sebanyak ini. Tapi kenapa dia sangat kurus sekali, malah terlihat seperti manusia kelaparan. Lihat tangannya seperti tulang berbalut kulit.” Ricqi menatap Qinan dengan tatapan bingung.
“Qi..” Suara Qinan memecah lamunan Ricqi.
“Hemm...”
“Aku boleh tambah ya? Aku lapar sekali. Aku terakhir makan nasi siang tadi.” Qinan tanpa basa basi mengambil satu sendok lagi nasi dari bakul nasi.
“I-iya. Kau makanlah yang banyak.” Ricqi menjawab dengan sedikit tersenyum.
“Terima kasih. Huaaa... Aku sudah lama tidak makan gratis seperti ini.” Ujar Qinan tanpa basa basi tak peduli dengan Ricqi yang menatap aneh padanya.
Menunggu Qinan makan membuat Ricqi bosan. Ia tiba-tiba ingat ponselnya tertinggal di dalam mobil.
“Qi... Aku ambil ponselku dulu di mobil.” Ricqi beranjak meninggalkan Qinan yang masih asik melahap makanannya.
Qinan ternyata benar-benar tengah merayakan makan gratisnya, ia tak memperdulikan Ricqi yang meninggalkannya sendiri di warung itu.
Tiba-tiba prosesi makannya terhenti saat sebuah tangan kekar merangkulnya. Tangan itu sudah pasti tangan pria tapi bukan tangan Ricqi.
“Berapa semalam?” bisik pria itu tepat ditelinga kanan Qinan.
“Lepaskan tanganmu.” Qinan buru-buru berdiri tapi lengan kanannya ditahan oleh pria itu.
“Jangan sok jual mahal. Kau fikir aku tak sanggup membayarmu lebih mahal dari pria tadi.” Pria itu menyeringai melihat Qinan ketakutan.
Qinan menarik tangannya sekuat tenaga, tapi tenaganya pasti kalah kuat. Qinan membeku, ia tidak bisa berkata apa pun apalagi berteriak. Ini membuat peristiwa itu tapi air matanya keluar karena sangat takut.
“Katakanlah berapa dia membayarmu. Aku akan bayar dua kali lipatnya” Ujar Pria itu makin mencekram tangan Qinan.
“Lepaskan...!” Tiba-tiba suara Ricqi mengagetkan Qinan dan pria itu.
“Apa ordermu belum selesai dengannya?” Pria itu tersenyum pada Ricqi dan melepaskan tangannya dari Qinan.
“Dia istriku.” Ricqi menarik Qinan menjauh dari pria itu dan langsung memeluknya dengan kuat.
“Cih Kau fikir aku percaya?” Pria itu memasang wajah tak percaya.
“Pergilah sebelum aku laporkan kau pada polisi.” Ricqi menatap pria itu tajam hingga pria itu pergi menjauh meninggalkan mereka.
“Qiii... Ssstt... Kau aman bersamaku. Maafkan aku meninggalkanmu tadi. Aku janji tidak akan melakukannya lagi.” Ricqi memeluk dan mengusap kepala Qinan. Ia menyesal meninggalkan Qinan dan membiarkannya sendiri diwarung itu.
Qinan tidak menjawab sama sekali ucapan Ricqi. Ia hanya bisa menangis karena masih shock.
“Kita pergi dari sini ya? Makanmu sudah selesai kan? Atau masih lapar? Jika belum kenyang makanlah lagi. Aku akan menunggumu.” Ricqi memberikan pertanyaan bertubi-tubi pada Qinan. Ia benar-benar panik karena hampir lalai menjaga Qinan.
Qinan menggelengkan kepalanya. Ia masih belum bisa berkata apa-apa. Untuk sesaat Ricqi hanya bisa memeluk Qinan. Wanita yang membuatnya merasa bersalah malam ini.