Mendadak Jadi Mommy & Daddy
...☘️☘️☘️-[PROLOG ]-🍀🍀🍀...
Menjadi seorang Qinanti memang tidak mudah. Di usianya yang baru menginjak 21 tahun, Qinan harus kehilangan satu-satunya keluarga yang ia punya yaitu sang kakak kandung bernama Rakka. Sebelum kepergiannya, Rakka menitipkan Anggit yang tengah hamil tujuh bulan pada Qinan. Bermodal usaha online shop yang ia rintis bersama almarhum Rakka, Qinan berusaha mewujudkan mimpi Rakka untuk memberikan kehidupan yang layak untuk anak dan istrinya.
Tapi kehidupan Qinan tentu tidak sedrama itu. Setelah kepergian Rakka, justru Anggit memboyong Qinan untuk tinggal di rumah keluarganya yang cukup kaya. Namun di rumah itu, Qinan bertemu dengan Ricqi, kakak angkat Anggit yang sangat benci pada Rakka.
"Keluarga Benalu" gumam Ricqi lirih.
Takdir Tuhan tidak ada yang tahu, setelah melahirkan, Anggit menyusul Rakka ke surga dan meninggal baby Az. Detik-detik kepergiannya, Anggit memohon sesuatu kepada Qinan dan Ricqi agar mereka bisa menikah dan menjadi Mommy dan Daddy dadakan untuk baby Az.
Sesuatu di luar logika memang, tapi ia rela mau melakukan apa pun demi Anggit. Apakah Qinan akan bertahan dalam pernikahan rumit ini atau justru rela pergi demi kebahagiaan baby Az dan melepaskan hak asuh baby Az pada Ricqi?
...☘️☘️☘️-[]-🍀🍀🍀...
...Selamat membaca...
“Qi..." Anggit kembali merengek pada sang adik ipar. Meskipun sudah mulai mengantuk tapi ada saja yang membuatnya tidak bisa tidur.
"Hmmm... Apa punggungmu sakit lagi?" Qinan yang tengah sibuk dengan laptopnya bangkit dari duduknya dan langsung beranjak ke arah ranjang dimana Anggit tengah berbaring miring. Tangannya mulai memijit-mijit ringan punggung Anggit.
"Tidak. Kali ini yang bermasalah disini." dengan wajah manjanya, Anggit meraih tangan Qinan untuk memindahkannya ke arah perut.
"Haa? Apa baby boy sudah mau keluar? Ya Tuhan… Kita harus bersiap-siap. Tunggulah disini aku panggilkan ambulan." Qinan buru-buru kembali ke meja untuk mengambil ponselnya, wajahnya terlihat panik.
"Qiii... Aku tidak mau melahirkan. Kau ini kenapa bisa menyimpulkan seperti itu." ujar Anggit sembari bangkit dari tidurnya.
"Lalu?" tanya Qinan heran, kedua alisnya bertaut saat menatap ke arah Anggit.
"Sepertinya ia ingin makan martabak telur Mang Ujang." Anggit mengelus perutnya sambil tersenyum penuh harap pada gadis cantik yang ada di depannya itu.
"Aih... Alamat aku harus perang lagi dengan si beruang kutub itu." protesnya Qinan.
Kejadian seperti ini hampir setiap malam terjadi. Ada-ada saja permintaan Anggit yang harus dikabulkan Qinan. Hampir semua makanan khas nusantara sudah mereka pesan melalui aplikasi ojek online setiap malamnya, dan setiap pesanan itu berujung pada pertengkaran antara Ricqi, kakak sulung Anggit dan Qinan si adik ipar.
"Please Qi..."
"Hemmm baiklah. Aku pesankan. Kamu tidurlah dulu. Nanti kalau sudah datang aku bangunkan ya." perintah Qinan sambil tersenyum.
"Siap Bu Boss." Anggit melemparkan senyum terbaiknya agar sang adik ipar senang.
Tanpa berpikir panjang, Qinan langsung memesan martabak telur Mang Ujang melalui ojek online. Dalam waktu kurang dari tiga menit order martabak telur terkonfirmasi. Driver ojol menginformasikan pesanan akan datang tiga puluh menit kemudian.
Qinan beberapa kali melihat ke arah Anggit yang mulai tertidur. Seketika ia teringat pada permintaan Rakka saat detik-detik kepergiannya.
"Qi... Jika operasinya gagal, Kakak minta tolong jaga Anggit dan bayi kami ya. Jadikan Anggit seperti kakakmu sendiri, dan jadikan jagoan kecil yang ada dalam perutnya seperti anakmu sendiri. Anak itu darah daging akakak, kelak jagoan kecil itu yang akan menggantikanku untuk menjaga kalian. Tapi ingat Qi... Jadikan kebahagiaanmu nomor satu...!"
Begitulah permintaan Rakka pada Qinan. Hampir setiap malam ia teringat dengan permintaan Rakka dan bertekat bekerja lebih giat agar bisa memberikan nafkah pada anak itu kelak.
Dalam benak Qinan, janin yang sedang dikandung Anggit bukan sekedar keponakan. Anak itu satu-satunya keluarga yang kelak memiliki hubungan darah dengannya. Kepergian Rakka berarti kepergian keluarga terakhir yang ia punya. Qinan dan Rakka kecil sudah hidup di panti asuhan. Namun, setelah Rakka bekerja sambil kuliah, ia memutuskan membawa Qinan untuk tinggal bersamanya.
Setelah cukup lama melamun, tiba-tiba terdangar suara ketukan pintu cukup kencang. Ini bukan seperti ketukan malah seperti gedoran kencang.
"Buka pintunya.... Cepat! Aku tahu kau di dalam perempuan benalu." Begitu suara yang terdengar dari balik pintu.
"Astagaaa... Aku lupa tadi memesan martabak. Pasti si beruang kutub itu lagi yang menerima pesanannya." gumam Qinan sambil bergegas berdiri.
"Qi.. Perlu aku yang turun tangan?" tanya Anggit sambil tetap memejamkan matanya. Ia sudah tahu Ricqi lah yang berada di balik pintu. Dan kalau sudah begini berarti akan ada perang dunia lagi malam ini.
"Ini hanya urusan kecil. Percayakan saja pada adik iparmu ini." Ujar Qinan sangat percaya diri.
Cekleeek…!
pintu kamar terbuka sedikit dan Qinan berusaha keluar dari celah pintu itu.
"Pelankan suaramu. Anggit sedang istirahat kamarku." Ujar Qinan dengan penuh penekanan.
"Kamarmu? Dari kapan kau membeli kamar itu pada keluargaku. Kau hanya benalu yang hidup di dalam keluargaku. Mengerti?" hardik Ricqi pada Qinan.
"Iya... Iya... Aku ralat. Anggit sedang ada dalam kamar yang dipinjamkan padaku oleh Papa Han dan Mama Lidya. Jadi pelankan suaramu Qi!" Qinan memutar bola matanya. Ia tampak malas sekali meladeni Ricqi malam ini.
"Sudah berapa kali aku katakan padamu. Jika memesan sesuatu, jangan membuat driver itu teriak-teriak di depan kamarku. Kepalaku pusing setiap malam mendengar namamu dipanggil-panggil oleh mereka." Ricqi memegang kepalanya dengan wajah sangat frusgasi.
"Bagaimana hal spele sepeti itu saja membuatmu sefrustasi ini. Bagaimana mungkin Papa Han mempercayaimu bisa memimpin perusahaan." ujar Qinan dengan santainya.
"Kau...."
"Sudah... Sini martabaknya. Kau membuang waktuku yang berharga." Qinan menarik martabak dari tangan Ricqi secara paksa dan langsung berbalik badan ingin masuk kembali ke dalam kamar.
"Hei... Kau belum membayarnya." Ricqi menarik tangan Qinan secara paksa.
"Oh ya.. Aku lupa. Ini... Ambilah kembaliannya. Anggap saja bonus dariku karena sudah membantu mengambilnya keluar." Qinan menyerahkan satu lebar uang seratus ribu rupiah dari kantongnya.
"Kau..."
"Sudahku bilang jangan berteriak. Kau bisa membuat Anggit terkejut. Sudahlah... Aku mau memberikan martabak ini pada Anggit. Jangan menghalangiku." tegasnya.
"Apa? Apa kau ingin meracuni adikku? Tidak boleh. Kau bisa membahayakan kesehatannya dengan membeli makanan sembarangan seperti ini. Serahkan martabak itu padaku. Aku kembalikan uangmu." hardik Rickqi.
"Qiiii...." suara Anggit terdengar, ia memutuskan untuk segera keluar dari dalam kamar.
"Yaaa..." Ricqi dan Qinan menjawab bersaman.
"Dia memanggilku. Lepaskan tanganku!" Pungkas Qinan menatap tajam pada Ricqi.
"Qiii..." Anggit yang sudah ada di depan pintu melihat tajam pada kakak laki-lakinya yang tengah menarik kasar tangan Qinan.
"Ternyata aku salah, Anggit memanggilmu." ujar Qinan lirih masih terdengar.
"Iya Anggit. Apa dia mencelakaimu?" ujar Ricqi ramah kemudan seketika beralih menatap Qinan dengan tatapan tak suka.
"Ricqiiii... Berhentilah mengganggunya. Martabak itu pesananku. Bayiku sepertinya menginginkannya." Anggit menyentuh perut buncitnya.
"Uuuuh.. Jagoan Daddy... Iya kau boleh memakannya. Jangan banyak-banyak ya sayang. Daddy takut membahayakan kesehatan kalian." Ricqi berjongkok memegang dan mengelus perut adiknya itu.
"Terima kasih Daddy." suara Qinan tiba-tiba saja keluar menirukan suara anak kecil.
"Apa kau?" Ricqi kembali naik pitam
"Sudah- sudah... Ayok Qi." ajak Anggit.
"Yuk..." jawab Ricqi membuntuti adiknya.
"Dia berkata padaku..." Qinan menarik tangan Ricqi dengan kasar dan menariknya keluar dari dalam kamar.
"Apa kau? Dia mengajakku." Hardik Ricqi percaya diri.
"Kau yakin ingin masuk ke kamar yang dipinjamkan Papa Han dan Tante Lidya padaku, Ricqi?" cemooh Qinan.
Ricqi yang menyadari kebenaran omongan Qinan, hanya bisa mengehala napas dengan berat, kemudian memutar balik badannya untuk keluar.
"Anggit... Aku janji akan menjagamu. Sudah saatnya kau terbebas dari keluarga benalu itu. Sebagai anak tertua di keluarga Han, aku tidak akan membiarkan mereka mengusik keluarga kita lagi. Mereka hanya membuatmu menderita. Kau tidak membutuhkan sosok mereka. Aku dan Ditto bisa menjadi ayah untuk anakmu, tanpa harus menuntut tanggung jawab gadis benalu itu." gumam Ricqi dalam hati seraya meninggalkan kamar Qinan.
Ricqi amat membenci Rakka karena menurutnya Rakka telah gagal menjaga kepercayaannya, membuat adiknya menderita dan sakit-sakitan setelah menikah dengan Rakka.
...☘️☘️☘️-[Bersambung]-🍀🍀🍀...
Hai… Hai…
Salam kenal, terima kasih sudah mampir.
Mohon dukungannya dengan like, comment, votenya ya. Pastikan novel ini masuk dala keranjang favoritmu. Jejakmu asalah semangatku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
queen
mampir thorrr
2023-04-10
0
zha syalfa
Qi.... panggilan yang membuat aku berpikir keras, apakah Ricqi atau Qinan...
dan ternyata mereka juga berebut Qi siapa yang dimaksud
😅
2021-11-26
0
Titis Pindo Arty
nyimak
2021-11-10
0