Lian, gadis modern, mati kesetrum gara-gara kesal membaca novel kolosal. Ia terbangun sebagai Selir An, tokoh wanita malang yang ditindas suaminya yang gila kekuasaan. Namun Lian tak sama dengan Selir An asli—ia bisa melihat kilasan masa depan dan mendengar pikiran orang, sementara orang tulus justru bisa mendengar suara hatinya tanpa ia sadari. Setiap ia membatin pedas atau konyol, ada saja yang tercengang karena mendengarnya jelas. Dengan mulut blak-blakan, kepintaran mendadak, dan kekuatan aneh itu, Lian mengubah jalan cerita. Dari selir buangan, ia perlahan menemukan jodoh sejatinya di luar istana.
ayo ikuti kisahnya, dan temukan keseruan dan kelucuan di dalamnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Lian menutup novel tebal di tangannya dengan wajah masam.
“Ya ampun… ini tokoh perempuannya kenapa sih goblok banget?” gerutunya. “Udah disiksa, keluarganya dihukum mati, masih aja teriak ‘aku mencintaimu, Suamiku!’ Aduh, pusing pala Barbie.”
Ia melempar buku itu ke kasurnya lalu memelototinya dengan kesal. Hatinya panas bukan main. Gadis itu betul-betul tidak habis pikir. Jika ia yang jadi tokoh utama, pasti jalan cerita tidak akan sebodoh itu.
“Kalau aku jadi kamu,” Lian menunjuk buku itu dengan dramatis,
“udah kuhajar dulu suami jahatmu, kuhabisi sekalian, sudah kucincang suaminya pakai sendok, lalu kabur cari hidup baru. Gila cinta buta kayak gini… ih, bikin naik darah" gerutu Lian sambil menghentakkan kakinya di lantai kamar.
Novel kolosal di tangannya baru saja mencapai bagian paling menyebalkan sang tokoh utama, seorang selir cantik, rela dihukum demi cinta pada suami yang jelas-jelas gila kekuasaan. Lian meremas halaman novel itu dengan gemas.
“Dasar bego! Dicintai aja kok masih mau dihina begitu?!” batinnya keras.
Tiba-tiba, bzzzzt! —suara listrik menyambar. Colokan di dekat tempat tidurnya berasap. Lian bahkan tak sempat menjerit ketika sengatan listrik meluncur ke tubuhnya. Gelap.
Ketika ia membuka mata, langit-langit kayu ukir berwarna emas menyambutnya. Aroma dupa samar menari di udara. Di telinganya terdengar gemericik air dari taman.
Lian langsung duduk terlonjak. Ia mendapati dirinya berada di sebuah ruangan asing, langit-langit tinggi dihiasi lampu minyak, dinding dari batu, dan perabot bergaya kuno. Bukan kamar kosnya yang sempit, bukan pula abad modern.
Lian menunduk, melihat pakaian di tubuhnya. Gaun sutra panjang dengan bordiran emas, rambutnya terurai berat dihiasi tusuk konde.
“Eh, loh?! Kenapa cosplay begini?” kaget Lian
Belum sempat ia bingung lebih jauh, seorang dayang berlari masuk sambil menunduk.
“Selir An! Anda sudah sadar? Puji syukur pada langit!” seru dayang Yuyan tulus
“Selir… apa?!” Lian memekik. dayang yang sibuk menyalakan dupa dan merapikan selimutnya terlonjak kaget
Jantung Lian berdegup keras. "Selir An? Bukankah itu nama tokoh utama di novel yang tadi ia baca? Tokoh malang yang cintanya berakhir tragis?"
“Oke, jangan panik, jangan panik,” gumamnya. Tapi justru paniknya makin besar.
---
Hari pertama di tubuh Selir An berjalan kacau. Semua orang memandang rendah dirinya, dari dayang sampai pengawal. Bahkan kabarnya sang Kaisar suami yang tiran ingin segera menyingkirkannya.
Lian duduk termenung di paviliun. “Astaga, jadi beneran gue transmigrasi? Kok bisa? Mati kesetrum lalu nyemplung ke novel?!”
Ia mengusap wajahnya. Saat itu, sebuah pemandangan aneh melintas di kepalanya. Seperti kilasan singkat: seorang dayang berlari, tersandung, membawa nampan teh panas yang tumpah ke arah seorang selir lain.
Kilasan itu begitu jelas, membuat Lian tertegun.
“Eh? Itu… masa depan?” gumam Lian pelan
Tak lama, dari kejauhan, ia mendengar suara langkah tergesa. Seorang dayang benar-benar datang membawa nampan teh. Lian langsung ternganga.
“Waduh, jangan-jangan dia bakal jatuh—”
BRUK!
Benar saja, dayang itu tersandung. Teh mendidih tumpah, hampir mengenai selir yang duduk anggun di seberang.
“KYAAAA!!!” Selir itu menjerit. Namun di detik terakhir, dayang lain berhasil menahan nampan sehingga teh tidak mengenai tubuh sang selir.
...--------...
Sore hari, rasa gelisah membuat Lian mencari udara segar di taman. Di sana, sebuah guqin diletakkan di bawah paviliun. Entah kenapa, jari-jarinya terasa gatal.
“Aku nggak pernah belajar alat beginian… tapi kenapa rasanya aku bisa?” batin selir An atau Lian
Dan benar saja. Begitu jemarinya menyentuh senar, melodi lembut mengalun, seakan ia sudah berlatih puluhan tahun. Para pelayan yang kebetulan lewat menahan napas.
“Indah sekali…” bisik seorang pelayan muda, yang ternyata Yuyan matanya berkaca-kaca.
Lian menutup mata, membiarkan musik menenangkan hatinya. Tapi dalam hati ia masih kesal.
“Kalau benar aku masuk novel ini, berarti aku sekarang jadi istri si pria gila kekuasaan itu? Oh tidak! Aku nggak mau jadi bahan drama murahan. Kalau dia berani macam-macam, sumpah demi mi ayam bakso, aku racuni duluan!”
Pelayan muda itu tersentak, hampir menjatuhkan nampan bunga yang ia bawa. Racun? Astaga, apa Selir An berniat membunuh raja? pikirnya panik, namun ia menggigit bibir, memilih diam. Ada sesuatu dalam suara hati itu yang terasa jujur, penuh tekad, tidak seperti ancaman kosong.
Ia hanya bisa menunduk, menyimpan rahasia yang baru saja ia dengar.
Di sela-sela musik, Lian tersenyum tipis. “Paling nggak, di dunia baru ini, aku masih punya bekal.”
Selain musik, ia juga ingat satu hal lain, buku-buku pengobatan yang dulu ia suka baca. Ia memang tidak ahli, tapi cukup paham ramuan herbal sederhana.
“Ya, siapa tahu berguna,” gumamnya. Lalu buru-buru menambahkan dalam hati, “Eh, tapi jangan sampai bocor, nanti kedengeran lagi ”
Namun jauh di luar paviliun, pria muda masih mendengar samar-samar suara hatinya. Ia terdiam, lalu tersenyum kecil.
“Selir ini… berbeda. Sangat berbeda.”
Dan Lian belum tahu, bahwa suaranya yang bocor itu akan jadi awal dari kekacauan besar dan takdir baru yang menantinya.
---
Hari itu berakhir dengan kepala Lian penuh pertanyaan. Kenapa ia bisa melihat masa depan? Kenapa ia mendadak bisa bermain musik kuno? Kenapa semua orang memperlakukannya sebagai Selir An?
Dan yang lebih mengganggu kenapa ada beberapa orang menatapnya dengan wajah bingung, seakan tahu sesuatu yang ia sendiri tidak tahu?
“Selir tak berguna,” bisik mereka tiba tiba
“Disayang pun tidak, hanya pembawa sial.”
Lian menggertakkan gigi. "Jadi beginilah rasanya jadi tokoh yang kuolok-olok semalam…"
Lian menghela napas panjang, menatap langit senja.“Ya Tuhan… kalau ini mimpi, tolong bangunkan aku. Tapi kalau bukan… baiklah, novel ini akan kuubah jadi lebih seru! Aku, Lian, tidak akan jadi wanita bodoh yang dicampakkan!”
...----------...
Keesokan harinya, Yuyan buru-buru masuk ke kamar, Selir An untuk melaporkan sesuatu.
Dengan nafas yang tersengal-sengal Yuyan berbicara pada Lian, “Selir An, Yang Mulia memanggil Anda ke aula utama.”
Lian yang masih mengunyah kue manis hampir tersedak.
“Hah? Baru kemarin aku bangun, sekarang sudah diseret ketemu tokoh utama pria paling ngeselin sedunia? Mau ngapain coba? Apa dia mau mulai acara hina-hina selir versi live?” gerutu Lian tidak suka
Pelayan menunduk, tak berani menyela.
"Memangnya ada apa Yuyan, apa pria bodoh itu ingin bermain-main dengan ku?" ujar Lian sembari menaruh kue manisnya
"Maaf selir An hamba tidak tau" jawab Yuyan sopan
"Ya sudahlah bantu aku bersiap untuk bertemu pria gila itu" ujar Lian lalu bangkit dari tempat duduk nya
Bersambung
seorang kaisar yang sangat berwibawa yang akan menjadi jodoh nya Lian