Raju Kim Gadis Korea keturunan Indonesia yang merasa dirinya perlu mencari tahu, mengapa Ayahnya menjadi seorang yang hilang dari ingatannya selama 20 tahun. dan alasan mengapa Ibunya tidak membenci Pria itu.
Saat akhirnya bertemu, Ayahnya justru memintanya menikah dengan mafia Dunia Abu-abu bernama Jang Ki Young Selama Dua tahun.
Setelah itu, dia akan mengetahui semua, termasuk siapa Ayahnya sebenarnya.
Jang Ki Young yang juga hanya menerima pernikahan sebagai salah satu dari kebiasaannya dalam mengambil wanita dari pihak musuh sebagai aset. Namun Bagaimana dengan Raju Kim, wanita itu bukan hanya aset dari musuh, tapi benar-benar harus ia jaga karena siapa Gadis itu yang berkaitan dengan Janjinya dengan Ayahnya yang telah lama tiada.
Akankah Takdir sengaja menyatukan mereka untuk menghancurkan atau Sebaliknya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oliviahae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janji Dua Tahun
Malam itu, langit di atas Mansion tampak seperti kain hitam pekat yang ditarik tegang tanpa celah. Tidak ada bintang, tidak ada bulan, seolah tahu ada percakapan yang tidak boleh didengar dunia luar.
Di lantai tiga, di ruang kerja Ki Young yang berdinding kaca tebal dan dipenuhi bayangan lampu kota dari kejauhan, dua sosok berdiri berhadapan.
Jang Ki Young bersandar pada meja kayu gelap yang selalu rapi, sementara Jang Woo Jin saudaranya, menatapnya dengan rahang mengeras. Aura Woo Jin selalu seperti pisau dingin, tenang, tapi tajam.
“Hyung,” suara Ki Young terdengar berat namun terkendali, “kau sengaja membiarkan gerbang terbuka.”
Woo Jin menarik napas pelan. “Aku tahu, dan aku sudah bilang itu kesalahanku.”
Ki Young memutar bola matanya, tapi tidak memotong. Woo Jin bukan orang yang gampang minta maaf.
“Aku hanya ingin melihat sejauh apa niat perempuan itu.” Lanjut Woo Jin. “Raju Kim… dia terlalu tenang. Terlalu tidak peduli. Semua wanita yang dikirim ke sini entah berusaha merayumu, mencari celah keamanan, atau berusaha lari. Dia… malah tidur.”
Jang Ki Young menatap jendela. “Justru itu masalahnya.”
Woo Jin mengernyit sedikit. “Kau takut dia terlalu pintar?”
“Aku takut dia terlalu kosong.” Ki Young mengusap tengkuknya yang tegang. “Wanita seperti itu bisa jadi apa saja. Mata-mata yang menunggu waktu. Bom yang belum meledak. Atau…” ia menelan ludah sambil memikirkan adegan Raju yang nyaris mati tanpa kemampuan dasar bertahan hidup, “orang yang benar-benar tidak ingin hidup.”
Woo Jin diam. Untuk pertama kalinya malam itu, ketegangan memudar menjadi sesuatu yang lebih lembut.
“Aku salah waktu,” kata Woo Jin akhirnya. “Aku tidak menyangka musuh sudah menyusup sampai pagar kedua. Aku pikir itu aman untuk mengetesnya.”
Ki Young menegakkan badan, menatap hyung-nya. “Tes atau bukan… dia bisa mati.”
Woo Jin menunduk sedikit. “Aku tahu.”
Hening.
Ki Young menarik kursi dan duduk, memutar tubuh ke arah Woo Jin. Nadanya berubah lebih dingin, lebih terukur, seperti seorang bos yang membuat keputusan final.
“Aku sudah bilang sebelumnya, Hyung.”
“Apa?”
“Selama dua tahun ke depan, tidak ada yang boleh menyentuhnya. Tidak kau, tidak istri yang lain, tidak wanita pendamping, tidak musuh, tidak siapapun.”
Woo Jin mengangkat alis. “Dua tahun… kau benar-benar mengikuti syarat ayah perempuan itu?”
Ki Young menatap lurus ke arah kakaknya. “Aku tidak suka diatur. Tapi ini… bukan soal dia saja.”
“Lalu?”
“Aku ingin tahu kenapa ayahnya, Kim Dae Hyun. Sampai harus membuat perjanjian seperti itu. dan apa hubungannya dengan Ayah kita.”
Mata Woo Jin menyipit. Topik ini… terlalu sensitif dalam keluarga mereka.
“Ki Young,” Woo Jin berbicara pelan, “ayah itu…”
“Tidak usah dibahas,” potong Ki Young cepat. “Yang aku tahu cuma satu, Kim Dae Hyun tidak akan menyerahkan putrinya begitu saja kalau bukan karena sesuatu yang besar.”
Woo Jin menghela napas panjang. “Apa kau curiga ayah...”
“Kalau tidak,” jawab Ki Young santai namun tajam, “kenapa nama keluarga Jang masuk dalam masalah mereka?”
Woo Jin menatap adiknya lama. “Kau ingin melindungi perempuan itu… atau kau ingin melindungi rahasia keluarga?”
Ki Young tersenyum miring. “Keduanya.”
Dan itu jawaban yang membuat Woo Jin sejenak kehabisan kata.
---
Ki Young menyalakan rokok—sesuatu yang jarang ia lakukan kecuali ketika sedang memikirkan sesuatu yang berat.
“Aku juga penasaran,” lanjutnya. “Kenapa perempuan itu, bisa begitu… tidak bereaksi pada apa pun. Dia tidak menunjukkan rasa takut, tidak ambisi, tidak juga kebencian.”
“Dia tidak mencoba mengambil hatimu seperti yang lain.” Woo Jin mengingatkan.
“Justru itu.” Ki Young menatap bara rokok yang menyala kecil. “Wanita yang tidak menginginkan apa-apa… jauh lebih berbahaya dari wanita yang ingin segalanya.”
Hening sebentar.
Lalu Woo Jin berkata, “Bagaimana dengan istri lainnya? Kau akan mengumumkan batasan-batasan baru?”
Ki Young memejamkan mata sejenak, lalu mengangguk.
Woo Jin melipat tangan di dada. “Sebutkan.”
Ki Young mulai menyebut satu per satu, nada suaranya datar dan penuh penilaian:
“Han Eun Bi, sejak bulan pertama hanya ingin perlindungan, dia takut Keluarga kecilnya tidak aman jadi dia meminta perlindungan keluarganya itu saja. Tidak berbahaya karena terlalu jujur.”
Woo Jin mengangguk. “Gadis itu polos.”
“Min Seo Rin, cemburuan, tapi bukan tipe mata-mata. Dia lebih suka jalan-jalan dan belanja dengan para pendamping. Tidak punya niat apa pun kecuali hidup nyaman.”
“Benar.”
“Choi Da Hee, masih diawasi. Dia terlalu baik. Dan wanita ‘terlalu baik’ biasanya punya motif.”
Woo Jin menimpali, “Dia dikirim oleh pesaing bisnis level bawah untuk kerjasama. Bahkan kalau dia memata-matai, informasinya tidak akan berguna. Apalagi Kau mengenalnya sejak kecil”
“Ya,” kata Ki Young. “Tapi tetap harus diawasi.”
Woo Jin lalu bertanya, “Bagaimana dengan pendamping?”
Ki Young menyeringai tipis. “Tidak ada satupun yang mencurigakan. Mereka cuma ingin hidup bebas, pakai uang, keluar dengan istri-istriku, dan pamer status. Tidak ada otak untuk jadi mata-mata.”
Woo Jin terbahak pendek. “Setuju.”
Ki Young mematikan rokok di asbak kaca.
“Tapi Raju Kim,” lanjutnya, suaranya turun satu oktaf, “dia tidak termasuk kategori mana pun.”
Woo Jin menatapnya lekat-lekat. “Dan itu sebabnya kau harus menjaga janji dua tahun itu?”
“Bukan hanya janji.” Ki Young berdiri, mendekati jendela besar. Punggungnya terlihat tegap namun terasa tegang. “Kalau Raju memang punya hubungan dengan ayah kita… atau alasan kematian ibunya… atau rahasia antara kedua keluarga… aku harus tahu.”
Woo Jin melangkah mendekat, berdiri di sisi Ki Young.“Aku minta maaf, Ki Young-ah.”
“Atas apa?”
“Karena membuka gerbang. Karena membuat perempuan itu diserang. Karena gagal membaca situasi.”
“Niatmu tidak jahat, Hyung. Hanya terlalu gegabah” Ki Young menatap kakaknya, lebih lembut. “Kau tidak akan menyakitiku”
Woo Jin terdiam lima detik. Lalu berkata, “Begitu pun kau padaku.”
Ada jeda panjang jeda yang hanya ada pada dua orang yang saling percaya meski tampak berlawanan.
Lalu Ki Young kembali ke topik utama.“Mulai sekarang, larang siapa pun mendekati Raju tanpa izinku.”
Woo Jin mengangguk. “Baik.”
“Termasuk kau.”
Woo Jin mendesah dramatis. “Padahal aku hanya ingin memastikan niatnya.”
Ki Young menatapnya tajam. “Aku yang akan mengawasi dia. Kau cukup awasi istri lain dan pendamping. Dan pastikan musuh tidak bisa menembus pagar ketiga.”
“Baik.”
“Dan Hyung…”
“Ya?”
“Jangan tes dia lagi.”
Woo Jin tersenyum kecil, senyum yang jarang muncul. “Siapa yang mengira kau bisa segini protektif.”
Ki Young mengangkat bahu. “Aku tidak protektif. Aku hanya… menjaga aset yang belum kupahami.”
Woo Jin menatapnya lama. “Dan jika dia bukan aset?”
Ki Young menoleh kembali ke luar jendela.“Kalau begitu,” katanya pelan namun mematikan, “aku akan tahu dalam dua tahun ini. Atau mungkin secepatnya”
Woo Jin mengangguk.
Dan percakapan malam itu berakhir dengan satu kesepakatan penting, Raju Kim harus tetap hidup.
Bersambung...