Wira adalah anak kecil berusia sebelas tahun yang kehilangan segalanya, keluarga kecilnya di bantai oleh seseorang hanya karena penghianatan yang di lakukan oleh ayahnya.
dalam pembantaian itu hanya Wira yang berhasil selamat karena tubuhnya di lempar ibunya ke jurang yang berada di hutan alas Roban, siapa sangka di saat yang bersamaan di hutan tersebut sedang terjadi perebutan artefak peninggalan Pendekar Kuat zaman dahulu bernama Wira Gendeng.
bagaimana kisah wira selanjutnya? akankah dia mampu membalaskan kematian keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Asal Usul Susuk Suanggi
Waktu berjalan dengan sangat cepat, pada saat ini malam hari telah tiba, adegan pertama di bab ini menunjukan Wira yang sedang meniup bebek yang sedang di bakar.
Sementara Nenek Saroh terlihat mengoleskan bumbu yang sudah di haluskan ke badan bebek itu, ya mereka berdua sedang membakar bebek atas perayaan karena Wira yang kini telah bergabung dengan keluarga nenek Saroh.
Nenek Saroh menatap Wira sambil tersenyum, "jangan di tiup tiup terus Le, udah mateng itu." Ucap Nenek Saroh.
Wira menghentikan tiupannya dan menatap wajah nenek Saroh, nampak wajah Wira menghitam karena terkena arang.
Wira mengerutkan keningnya ketika mendengar ucapan nenek Saroh, "Mateng gimana mak... ini lho masih kuning kuning gini!" Ucap Wira sambil menunjuk bebek yang masih kuning.
"Bukan bebeknya yang udah mateng Le, tapi mukamu itu udah mateng udah kaya pantatnya panci... haha..." Ucap Nenek Saroh sambil di sertai gelak tawa.
Wira langsung menatap wajahnya lewat pantulan air yang berada di dalam ember.
"Asem lah! mamak malah ngeledekin!" Ucap Wira.
***
Sementara itu masih di desa Durenombo, sebuah rumah yang cukup besar terlihat berdiri kokoh di antara rumah rumah lainnya.
Rumah yang cukup besar itu milik ayah Darmaji yang bernama Surya, terlihat ada banyak sekali preman yang sedang mabuk mabukan, merokok main poker dan kegiatan lainnya di halaman rumah ini.
Sementara di ruang tamu rumah tepatnya di sebuah sofa besar duduk seorang pria paruh baya dengan jenggot dan rambut yang sedikit memutih.
Dia tidak lain tidak bukan adalah Surya bos dari para preman ini atau ayah Darmaji.
Tidak lama kemudian muncul seorang wanita yang sangat cantik dengan kebaya sederhana namun tampak sangat cocok ketika ia pakai, dia tidak lain tidak bukan adalah Suanggi istri dari Darmaji.
Suanggi tampak membawa nampan yang di atasnya berisi cemilan dan 4 gelas, 3 berisi kopi dan satunya berisi es teh.
"Monggoh di minum kopinya pak." Ucap Suanggi dengan nada lembut.
Surya menganggukan kepalanya dengan ekspresi dingin, menatap datar ke arah depan tanpa memandang Suanggi.
Sebelum Suanggi pergi siapa sangka Surya berucap, "Kamu pasti sudah tahu dari Darmaji, bukan? Sebentar lagi kita akan kedatangan tamu penting? Kamu jangan kemana mana sambutlah tamu itu sebaik mungkin." Ucap Surya dengan nada berat benar benar terdengar sangat berat.
"Nggih pak." Ucap Suanggi kemudian berjalan masuk ke dalam rumah kembali, walaupun Suanggi berucap demikian namun di dalam hatinya ada perasaan khawatir yang sangat mendalam.
Setelah menaruh nampan itu di dapur Suanggi masuk ke dalam kamar dengan tergesa gesa, nampak Darmaji tidur terlentang di kasur dia tidak menyadari kehadiran Suanggi.
Suanggi terlihat mondar mandir di kamar dengan ekspresi gelisah, "Tidak! Aku tidak boleh ketahuan sekarang! Aku sudah menjalankan syarat yang sangat menyiksa dari Pakande demi bisa mendapatkan susuk Jarum emas ini!" Batin Suanggi.
"Aku juga tidak mau kehilangan semua kemewahan ini!" Imbuhnya.
Ya Suanggi memang menggunakan susuk sebelum ini Suanggi sebenarnya adalah seorang nenek tua renta yang hidup di desa sebelah nama desa itu adalah desa sengon.
Suanggi sendiri dahulu merupakan seorang janda yang di tinggalkan oleh suaminya karena mandul, setelah bercerai kehidupan Suanggi sangat pahit tidak ada yang mau menikah dengannya bahkan keluarganya juga seolah tidak memperdulikan Suanggi terbukti ketika Suanggi sakit tidak ada satupun sanak saudara yang menjenguknya entah Suanggi salah apa.
Hingga akhirnya Suanggi tua renta dia hidup sebatang kara menjalani sisa hidupnya yang sangat pahit dengan tubuh yang kurus karena jarang makan nasi.
Siapa sangka di kehidupannya yang pahit teman masa kecil Suanggi datang, namanya adalah Pakande. Sewaktu Suanggi kecil Pakande menghilang di dalam hutan tanpa jejak sama sekali, siapa sangka dia kembali ke desa sengon dalam wujud yang sudah tua.
Pakande mengamati kehidupan Suanggi yang sangat pahit, Pakande yang merasa iba kemudian memberikan semacam susuk kepada Suanggi namun ada beberapa syarat yang harus Suanggi tepati, yang pertama setiap tengah malam Suanggi harus memakan makanan yang berwarna hitam, yang kedua orang lain tidak boleh melihat Suanggi bercermin karena ketika Suanggi bercermin wujud nenek tua rentannya akan terlihat, dan yang ketiga ini adalah yang paling utama Suanggi tidak boleh unjuk diri di hadapan sosok yang memiliki kesaktian sangat tinggi karena sosok itu mampu melihat wujud aslinya walaupun tanpa cermin.
Dan pada saat ini sebentar lagi akan datang sosok yang sangat sakti, dia konon merupakan sosok yang sudah banyak sekali membuat banjir darah.
Tiba tiba terbesit sebuah ide gila di benak Suanggi, "aku harus kabur!" Ucapnya dalam hati, "ya aku harus kabur! Jika surya marah karena aku tidak menyambut sosok penting itu aku tinggal diam saja, namun ketika Surya main tangan aku akan mengadu kepada Pakande untuk membalasnya toh Surya selama ini hanya bisa mengandalkan jimat bukan kesaktian murni sehingga dia tidak bisa melihat wujud asliku!" Imbuhnya dengan senyum licik.
Suanggi langsung menatap jendela kamar, dengan cepat Suanggi langsung mendekati jendela itu dan kabur lewat jendela itu.
Ketika keluar dari jendela itu bukan berarti Suanggi akan tiba di jalan, dia harus melewati tembok cukup besar yang di bangun mengelilingi rumah.
Tanpa basa basi lagi Suanggi langsung mengambil kursi plastik yang kebetulan berada di pinggir rumah dan langsung memanjat ke atas tembok.
Namun apa yang tidak di ketahui Suanggi, sebuah mobil SUV terlihat berjalan pelan di jalanan dekat rumah Surya.
4 orang berada di dalam mobil, seorang supir, seorang pria tampan dengan kacamata hitam yang duduk di sebelah kanan, seorang pria berusia sekitar 40 tahunan dengan kumis lebat duduk di sebelah kiri, sementara di tengah adalah seorang anak perempuan kecil berusia sekitar 11 tahun duduk sambil memeluk boneka beruang yang ukurannya hampir sama dengan tubuhnya.
Tiba tiba anak perempuan itu menunjuk ke sebuah arah, lebih tepatnya ke arah tembok yang mengelilingi rumah Surya, di sana terlihat Suanggi yang berusaha memanjat tembok.
"Om, om!!! Lihat wanita cantik itu!" Teriak anak perempuan itu sambil menunjuk.
Sontak kedua pria itu menatap arah yang di tunjuk gadis itu.
"Eh? Cantik cantik kok manjat manjat tembok, apa maling ya dia?" Ucap pria yang duduk di sebelah kiri.
Sementara pemuda tampan itu dari balik kacamata hitamnya matanya menyipit memandangi rupa Suanggi yang sangat buruk, tubuhnya sangat kurus bagaikan kerangka yang hanya di balut dengan kulit keriput.
Pemuda itu juga melihat sebuah jarum emas yang berada di dalam jidat wanita tua itu, "susuk jarum emas? Tidak kusangka masih ada yang memiliki susuk itu di zaman sekarang." Batin pemuda itu.