NovelToon NovelToon
1000 Hari Bersamamu

1000 Hari Bersamamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / Romantis / Cintamanis / Cinta Seiring Waktu / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Romansa
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mardonii

Doni, seorang koki berbakat yang kehilangan segalanya dalam kebakaran lima tahun lalu, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena sebuah undian aneh: menjadi personal chef bagi Naira Adani aktris terkenal yang tengah terpuruk setelah perceraian dan skandal besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardonii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7. TEH CHAMOMILE DI PAGI BUTA

..."Kadang rasa lapar bukan untuk makanan, tapi untuk sesuatu yang hilang: kehangatan, makna, atau alasan untuk bertahan."...

...---•---...

Hari ketiga, dan Doni sudah bisa merasakan beratnya keheningan rumah ini. Bukan keheningan yang damai, tapi keheningan yang menunjukkan sesuatu yang hilang. Tentang kehidupan yang terhenti, walau jantung masih memompa darah.

Pagi itu ia bangun lebih awal dari biasanya. Pukul setengah empat, langit masih hitam pekat. Ia tidak bisa tidur. Terlalu banyak pikiran berputar di kepalanya. Tiga hari berturut-turut, keahlian terbaiknya dinilai tidak relevan. Sup ayam jahe, salmon panggang, nasi tim, semuanya dikembalikan.

Setiap piring yang kembali terasa seperti tamparan pelan tapi konsisten. Tidak keras, tapi cukup membuat pipinya panas oleh rasa gagal. Ia adalah koki yang tidak bisa memberi makan kliennya.

Ia bangkit dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi. Air dingin menghujam wajahnya, tapi tidak cukup untuk membangunkan semangat yang mulai luntur. Di cermin, wajahnya sendiri tampak asing. Mata berkantung, rahang menegang, kerutan di dahi yang belum ada seminggu lalu.

Tiga hari terasa seperti tiga minggu.

Saat turun ke dapur pukul empat pagi, ia menemukan sesuatu yang tidak biasa. Lampu dapur menyala redup, dan ada seseorang berdiri di depan kulkas yang terbuka. Sosok ramping dengan rambut panjang terurai, mengenakan kaus putih kebesaran dan celana olahraga. Cahaya kulkas menerangi wajahnya dari bawah, menciptakan bayangan aneh yang memanjang.

Naira Adani.

Doni berhenti di ambang pintu, jantungnya berdetak tidak beraturan. Ini pertama kalinya ia melihatnya secara langsung. Bukan foto di majalah yang glamor, bukan wajah di papan reklame, tapi manusia rapuh yang berdiri dua meter darinya.

Ia jauh lebih kurus dari yang Doni bayangkan. Tulang belikatnya menonjol di balik kaus tipis. Lengannya seperti ranting pohon. Tapi yang paling mencolok adalah caranya berdiri, seperti sedang menahan berat dunia di bahunya. Punggung sedikit bungkuk, kepala tertunduk.

Naira menatap isi kulkas, tatapannya kosong, seperti mencari sesuatu yang sudah lama hilang. Tangannya terangkat, melayang di depan wadah-wadah makanan yang Doni simpan, tapi tidak mengambil apa pun.

Doni berdeham pelan, tidak ingin membuatnya terkejut. "Selamat pagi."

Naira tersentak, menoleh cepat. Mata mereka bertemu untuk pertama kalinya. Mata Naira lebar, gelap, dan kosong. Cantik, tapi menakutkan dalam kehampaan itu.

"Maaf," katanya dengan suara serak, seperti pita suara yang jarang dipakai. "Saya tidak tahu ada orang."

"Tidak apa-apa. Ini dapur, saya yang seharusnya ada di sini." Doni melangkah masuk perlahan, menjaga jarak. Pasal Dua Belas langsung bergema di kepalanya. "Anda lapar? Saya bisa buatkan sesuatu."

Naira menutup kulkas, menggeleng pelan. "Tidak. Saya hanya... tidak bisa tidur."

"Saya juga." Doni berjalan ke kompor, mengisi teko dengan air. "Teh hangat mungkin bisa membantu."

Ia kira Naira akan pergi. Tapi perempuan itu malah duduk di kursi meja dapur. Diam-diam, seperti anak kecil yang tidak tahu harus berbuat apa.

Doni menyalakan kompor, meletakkan teko. Api biru menyala dengan desis lembut. Ia mengambil dua cangkir, memasukkan kantong teh chamomile. Gerakannya pelan dan hati-hati, seperti sedang bergerak di sekitar binatang liar yang bisa kabur kapan saja.

Dapur sunyi. Bukan keheningan yang nyaman, tapi keheningan tebal yang membuat suara sekecil apa pun terasa terlalu keras.

"Anda koki yang baru," kata Naira tiba-tiba. Bukan pertanyaan, tapi pernyataan.

"Ya. Doni Pradipta."

"Ratna bilang Anda menang undian."

"Iya. Kebetulan yang... tidak terduga."

"Kebetulan atau kutukan?" Naira tersenyum tipis, tanpa kehangatan. "Tiga hari kerja untuk seseorang yang tidak makan. Pasti siksaan untuk seorang koki."

Doni memutuskan untuk jujur. "Saya hanya ingin membuat sesuatu yang Anda suka. Tapi sepertinya saya belum berhasil."

"Bukan salah Anda. Masakan Anda pasti enak. Saya yang rusak." Suaranya datar, tanpa emosi.

Teko mulai mendidih. Doni menuangkan air panas ke cangkir. Aroma chamomile mengepul, memenuhi udara dengan wangi bunga yang menenangkan.

Ia meletakkan satu cangkir di depan Naira, satu untuk dirinya. Duduk di seberangnya, menjaga jarak yang aman di atas meja dapur.

"Tidak ada yang rusak," kata Doni pelan. "Hanya butuh waktu untuk sembuh."

Naira menatap cangkir di hadapannya. Uapnya naik pelan. "Ratna pasti sudah cerita. Tentang saya. Tentang... perceraian."

"Ia tidak cerita banyak. Hanya bilang Anda sedang dalam masa pemulihan."

"Pemulihan." Naira mengucapkan kata itu seperti benda asing. "Kata yang bagus untuk menggambarkan orang yang pecah dan berusaha menyatukan dirinya lagi dengan lem yang salah."

Doni mengangkat cangkir. "Lem apa yang Anda pakai?"

"Isolasi. Keheningan. Tidak merasakan apa-apa." Naira akhirnya menyesap sedikit tehnya. "Kalau tidak merasakan apa-apa, tidak ada yang bisa menyakiti lagi."

"Tapi juga tidak ada yang bisa menyembuhkan," balas Doni. Ia tahu ia sudah memasuki zona bahaya, melintasi batas Pasal Dua Belas.

Mata Naira menatapnya. Untuk pertama kali, ada percikan sesuatu di sana. Bukan marah, melainkan kejutan. "Anda terdengar seperti terapis saya."

"Maaf. Saya tidak bermaksud..."

"Tidak. Lanjutkan." Naira meletakkan cangkirnya. "Semua orang di sekitar saya berjalan di atas kulit telur, takut saya pecah. Menyegarkan mendengar seseorang bicara dengan normal."

Normal. Doni hanya bisa menahan napas.

"Kalau boleh tahu," kata Doni hati-hati, "apa yang membuat Anda turun ke dapur tengah malam? Selain tidak bisa tidur."

Naira terdiam lama. Jari-jarinya melingkari cangkir, mencari kehangatan. "Aroma. Dari makanan yang Anda masak kemarin. Sup ayam dengan jahe. Aromanya begitu kuat, naik ke kamar saya, masuk lewat ventilasi. Dan untuk sesaat, sangat singkat, saya lapar."

Doni merasakan harapan yang berbahaya, seperti bara yang baru saja ditiup api.

"Tapi begitu saya melihat makanannya, disajikan cantik di piring putih bersih, semuanya hilang. Rasa lapar itu digantikan rasa bersalah." Naira menatap tangannya sendiri. "Bersalah karena masih hidup. Bersalah karena masih ingin merasakan sesuatu. Bersalah karena... tidak mati, padahal rasanya lebih mudah untuk mati saja."

Keheningan jatuh seperti kain hitam menutup ruangan. Doni tidak tahu harus berkata apa. Ia hanya seorang koki. Ia tidak punya hak untuk menjawab rasa sakit ini.

"Tapi Anda masih di sini," kata Doni akhirnya, suaranya serak. "Itu artinya masih ada bagian dari Anda yang ingin hidup. Sekecil apa pun."

Naira tersenyum, dan kali ini ada sedikit kehangatan yang rapuh. "Atau terlalu pengecut untuk mati."

"Atau terlalu kuat untuk menyerah."

Mereka saling menatap di atas cangkir teh. Dua orang asing. Dua jiwa yang terluka.

"Mama saya dulu sering membuat nasi goreng," kata Naira tiba-tiba, menatap cangkirnya. "Nasi goreng kampung sederhana. Dengan telur ceplok di atas dan kerupuk di samping. Tidak ada yang istimewa, tapi itu makanan favorit saya. Setiap kali sedih waktu kecil, Mama buatkan itu. Entah kenapa, semuanya jadi terasa lebih baik."

Doni mendengarkan dengan saksama. Ini bukan resep, ini adalah peta menuju memori terhangat Naira. "Karena yang Anda cari bukan rasa," kata Doni pelan. "Tapi perasaan saat Mama Anda yang memasaknya."

Naira mengangguk perlahan. Air mata menggenang di matanya, tapi tidak jatuh. "Bodoh, ya? Berharap makanan bisa mengembalikan orang yang sudah pergi."

"Tidak bodoh. Manusiawi. Itulah mengapa kita makan."

Mereka menghabiskan teh dalam keheningan yang lebih nyaman. Langit di luar mulai terang, biru tua berganti biru muda. Burung-burung mulai berkicau menyambut fajar.

Naira berdiri, mendorong cangkir kosongnya. "Terima kasih untuk tehnya."

"Sama-sama."

Ia berjalan menuju pintu, tapi berhenti di ambang. Membelakangi Doni, ia berkata dengan suara nyaris berbisik, "Besok pagi. Kalau Anda mau... coba buat nasi goreng kampung itu. Tidak perlu sama persis. Hanya... coba saja."

Lalu ia menghilang. Langkah kakinya pelan naik tangga, meninggalkan Doni sendirian di dapur megah itu dengan misi yang baru, lebih penting, dan jauh lebih berbahaya.

...---•---...

...Bersambung...

1
Iyikadin
Aku juga mau ikut datang ah, ikut belajar juga
MARDONI: Eits, maaf Kak... ini kelas private khusus buat satu murid spesial aja 😜. Nanti Kakak jadi nyamuk loh di sana wkwkwk!"
total 1 replies
Iyikadin
Kalau panggil sayang boleh gak?
MARDONI: Hahaha, kalau dipanggil sayang nanti masakan Doni jadi kemanisan gimana? 🤣 Bahaya buat gula darah
total 1 replies
Rezqhi Amalia
😂😂😂 jdi tahu kan😂
MARDONI: Hahaha, langsung mati kutu si Doni! 😂 Niat hati mau diem-diem perhatian, eh langsung di-spill sama orangnya.
total 1 replies
Rezqhi Amalia
fokus ya, awas salah resep😂
MARDONI: Tolong bantu pegangin tangan Doni, Kak! Takut gemeter pas masukin garem saking groginya dilihatin bidadari wkwkwk 🧂👋
total 1 replies
☕︎⃝❥⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞 ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
hehehe tanda² Naira mulai nyaman sama kamu Don 😌
MARDONI: Hihihi... lampu hijau sudah menyala nih, Kak! 🚦💚
total 1 replies
Rezqhi Amalia
kata katanya bgus bngt thor🥹
MARDONI: terima kasih banyak Kak Rezqhi! 🥺❤️ Senang banget kalau kalimatnya bisa 'nyampe' ke hati
total 1 replies
☕︎⃝❥⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞 ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
Luka di hati gak bisa sembuh cuma karena kita pengen cepat move on. Ada prosesnya, coba menerima, coba memahami, melepaskan, lalu pelan-pelan akhirnya pulih 🤧🤧
MARDONI: Dalem banget... 💯 Setuju Kak! Persis kayak masak sop iga, kalau dipaksa api besar malah rusak. Harus sabar dan pelan-pelan ya ❤️
total 1 replies
☕︎⃝❥⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞 ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
takut grogi ya Don 🤭 masak sambil diliatin cewek canteekk
MARDONI: Jelas dong Kak! Siapa sih yang nggak deg-degan ditatap seintens itu sama Naira? 🤭 Jantung aman, Don?
total 1 replies
ginevra
apa itu? bikin penasaran
MARDONI: Ssttt... rahasia dapur! 🤫 Yang pasti sesuatu yang bikin Doni kaget. Tunggu bab selanjutnya ya Kak, jangan sampai ketinggalan
total 1 replies
ginevra
koki spesial buat kamu yang spesial
MARDONI: Awww, sweet banget komennya!
total 1 replies
Nofiindah
Topenggg rendraaa🤬
MARDONI: Asli, Kak! 😤 Topengnya tebal banget, setebal tembok beton. Paling bahaya emang tipe yang luarnya perfect tapi dalemnya... hiii. Gedeg banget kan?
total 1 replies
Nofiindah
Doni doni sudah mulai terbawa perasaan dengan naira🤣
MARDONI: Yahhh ketahuan deh... 🫣 Padahal udah coba professional, tapi hati emang nggak bisa dibohongi ya Kak? Wkwkwk
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Teh Jeruk Nipis Hangat Ama Madu ...👍🏻👍🏻👍🏻
MARDONI: nanti kalau Naira lagi bad mood, dia nggak salah kasih menu. Langsung sat-set seduh teh! 🤭
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Save Catatan Memo Hehehe...🤭🤭🤭
MARDONI: Hahaha, bener banget Kak! Auto masuk folder 'Penting' di otak Doni tuh 🧠📁.
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
🥲🥲🥲🥀🥀🥀
MARDONI: Walaupun orangnya sudah pergi (seperti mawar layu), tapi warisan ilmunya 'masak pakai hati' tetap hidup di tangan Doni
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Alhamdulillah... Akhirnya Naira Mau Makan Sampai Gak Abis Bersisa...🥺🥺
MARDONI: Plong banget rasanya ya, Kak? 😭 Akhirnya piring bersih yang kita tunggu-tunggu kejadian juga! Alhamdulillah...
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Chef Doni Keren Bgttt...👍🏻👍🏻
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*: Hehehe...🤭🤭🤭
Makasih Thor
total 2 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Aduuuh... Sabaaarr Iya Chef Doni ...😩😩
MARDONI: Iya Kak... emang berat banget ujiannya Chef Doni di awal-awal ini. Untung mentalnya sekuat baja 💪🥺
total 1 replies
Iyikadin
Itu adalah aku saat ini😭
MARDONI: Semangat! ❤️"😄
total 1 replies
Iyikadin
Tapi kalau cantik tuh pengennya di pajang terus😭
MARDONI: Hahaha, dilema banget emang ya Kak!
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!