Follow IG othor @ersa_eysresa
Anasera Naraya dan Enzie Radeva, adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Namun tepat di hari pernikahan, sebuah tragedi terjadi. Pesta pernikahan yang meriah berubah menjadi acara pemakaman. Tapi meskipun begitu, pernikahan antara Ana dan Enzie tetap di laksanakan.
Namun, kebahagiaan pernikahan yang diimpikan oleh Ana tidak pernah terjadi. Karena bukan kebahagiaan yang dia dapatkan, tapi neraka rumah tangga yang ia terima. Cinta Enzie kepada Ana berubah menjadi benci di waktu sama.
Sebenarnya apa yang terjadi di hari pernikahan mereka?
Apakah Ana akan tetap bertahan dengan pernikahannya atau menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman Dari Enzi
Enzi menyeret Ana dengan kasar masuk ke dalam mobil, diikuti Arvin yang belum selesai makan. Fabian yang melihat itu semua hanya bisa menghela nafasnya. Pernikahan baik-baik saja yang dikatakan oleh Ana ternyata hanyalah kebohongan belaka. Dan dia sudah melihatnya tepat di depan matanya.
"Ana, sebenarnya apa yang terjadi? "
Di dalam mobil. Terjadi perdebatan sengit antara Ana dan Enzi. Ana benar-benar tidak menyangka kalau Enzi akan menyeretnya keluar dari kafe. Malu sudah pasti, apalagi tadi dia mengatakan kepada Fabian kalau pernikahannya baik-baik saja. Sekarang Fabian pasti tau pernikahan seperti apa yang dia jalani.
Tapi ada satu hal penting yang dilupakan oleh Ana.
"Mas, antarkan aku kembali–, "
"Kenapa, kamu ingin bersama dengan pria itu lagi, hah. Ingat Ana, kamu adalah istriku, berani-beraninya kamu selingkuh dan bertemu dengan pria lain di belakangku. " potong Enzi tidak memberikan kesempatan kepada Ana untuk bicara.
"Kamu salah paham, aku sama dia nggak ada hubungan apa-apa. Kami hanya berteman, jauh sebelum aku mengenalmu. Tadi kami hanya tidak sengaja bertemu–, "
"Terserah apa katamu, aku tidak peduli. Sampai di rumah kamu harus mendapatkan pelajaran dariku. "
"Mas, tapi aku harus kembali kerja. Aku tidak bisa bolos kerja seperti ini. Bagaimana kalau nanti aku di pecat. "
"Itu lebih baik, kamu hanya perlu tinggal di rumah dan mengurus rumah, tidak perlu bekerja lagi. " putus Enzi.
Ana terkejut mendengar keputusan Enzi yang sangat merugikannya. Bagaimana dia bisa berhenti kerja begitu saja, reputasinya akan menjadi buruk.
"Vin, antarkan kami pulang, aku akan menghukumnya lebih dulu sebelum kembali ke perusahaan. " ucapnya kepada sang asisten.
"Baik. "
Arvin hanya bisa patuh pada perintah Enzi. Dia tidak memiliki hak apapun untuk bicara saat ini. Karena ini sudah memasuki ranah rumah tangga, dia tidak bisa mencampuri urusan rumah tangga bosnya, dan hanya akan menasehati Enzi saat pria sudah merasa tenang.
Ana pun hanya diam mendengar ucapan Enzi yang sepertinya tidak main-main untuk memberinya pelajaran. Entah hukuman seperti apa yang akan diberikan Enzi kepadanya. Dia sudah tidak punya tenaga lagi untuk berdebat dengan pria itu.
Sampai di rumah, lagi-lagi Enzi menarik tangan Ana dengan kasar dan membawanya masuk ke dalam rumah, tidak berhenti disana, Enzi terus membawa Ana masuk ke dalam rumah bagian belakang dan menghempaskannya di dalam gudang. Dia lalu membuka sabuk yang melingkar dipinggangnya. Ana yang melihat itu langsung membulatkan bola matanya, dia tau apa yang akan dilakukan oleh Enzi selanjutnya.
"Mas, tenanglah, jangan lakukan itu padaku, " Ana memohon.
Namun Enzi tidak mendengar, dan– "Slash, "
Sabuk itu mendarat di tubuh Ana beberapa kali disusul teriakan Ana yang kesakitan menerima hukuman dari Enzi. Setelah puas melukai Ana, Enzi berbalik keluar dari gudang itu.
"Itu adalah hukuman untukmu, karena sudah bertemu dengan pria asing di luar rumah dengan alasan kerja. Mulai sekarang kau tidak usah kerja tinggal saja di rumah. Aku akan menyampaikan pengunduran dirimu kepada atasanmu. "
Setelah mengatakan semua itu, Enzi meninggalkan Ana di dalam gudang itu dan menguncinya dari luar.
"Tetaplah disana sampai malam itu adalah hukuman yang pantas kamu Terima, " Kata Enzi dan berlalu meninggalkan Ana.
Ana menangis dalam diam dan jatuh tersungkur dilantai kotor itu. Dia masih tidak percaya kalau enzi akan menghukumnya seperti ini. Ini benar-benar hukuman di luar nalar. Kenapa Enzi bisa berbuat seperti ini kepadanya, kenapa dia tega? Apakah alasannya Lagi-lagi karena kematian kedua orang tuanya?
Di dapur.
"Bi, aku sedang menghukum Ana di gudang. Jangan diberi makan san minun, kunci aku bawa nanti aku membuka kuncinya setelah pulang kerja. " Pesannya penuh peringatan.
"Baik, Mas, " jawab Bi Darmi gugup ketakukan, karena dia bisa melihat kemarahan, peringatan dan kebencian di mata Enzi secara bersamaan.
"Ya sudah, aku ke kantor dulu. "
Enzi segera masuk kedalam mobil dan pergi lagi ke perusahaan bersama dengan Arvin. Di dalam mobil, tidak ada pembicaraan di antara mereka berdua. Bahkan Arvin yang biasanya sangat cerewet dan suka menggodanya juga diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Benar-benar wanita tidak di untung, " Gumam Enzi. "Vin, urus surat resign ke kantor Ana. Aku tidak mau dia keluar rumah lagi dengan alasan kerja dan taunya ketemu sama cowok lain. "
"Zie, apa kamu tidak keterlaluan–, " Arvin mulai angkat suara.
"Jangan ikut campur urusan rumah tanggaku. Aku tau apa yang aku lakukan. " potong Enzi tidak mau di bantah.
Arvin hanya menghela nafasnya, dia benar-benar tidak tau apa yang dipikirkan oleh Enzi, kenapa dia bisa menjadi semenjengkelkan itu sekarang. Sejak kematian kedua orang tuanya Enzi benar-benar berubah. Bahkan dia tidak mengenal Kenzi sahabatnya yang dulu.
Di rumah,
Setelah kepergian Enzi, Bi Darmi langsung pergi ke gudang menemui Ana dan memastikan keadaannya.
"Mbak Ana, mbak... ini bibi. " Bi Darmi mengetuk pintu gudang sambil memanggil Ana.
"Bi.. " jawaban lirih disertai isak tangis terdengar dari dalam gudang.
"Mbak Ana baik-baik saja kan? Maaf bibi nggak bisa bantu, kunci gudangnya dibawa mas Enzi. "
"Nggak apa-apa bi, aku baik-baik saja. "
Mendengar jawaban Ana, Bi Darmi merasa lega. dia lalu meminta Ana untuk mendekatkan diri dipintu agar mereka bisa ngobrol, setidaknya hanya itu cara nya untuk memastikan keadaan Ana baik-baik saja.
"Mbak, sebenarnya apa yang terjadi? kenapa mas Enzi bisa marah seperti itu? " tanya Bi Darmi.
Dengan suara terbata-bata sambil menahan tangisnya Ana menceritakan apa yang terjadi tadi di Cafe. Dan salah paham Enzi tentang keadaan itu.
"Aku bersumpah bi, Aku sama Bian itu cuma teman. Kami sudah berteman jauh sebelum mengenal Enzi. Dia satu-satunya teman baikku, kami berpisah karena dia meneruskan pendidikan di luar negeri sedangkan aku kuliah disini dan bertemu dengan Enzi. Sejak lima tahun lalu kami tidak pernah ketemu dan baru ketemu hari ini. " jelas Ana.
"Bibi percaya mbak, Bibi tau mbak Ana wanita baik-baik jadi nggak mungkin melakukan hal seperti yang dituduhkan mas Enzi. "
"Terima kasih bi, "
Hari itu seharian dihabiskan Ana di dalam gudang, terkadang di temani bi Darmi yang sesekali mengecek keadaannya sambil melakukan tugasnya. Dia Berharap waktu cepat berlalu, dan Enzi segera datang untuk membuka pintu gudang.
Namun hingga malam semakin merangkak naik hingga larut Enzi tak kunjung datang. Bi Darmi semakin khawatir, apalagi saat mendengar suara Ana yang menyahut panggilannya semakin lirih padahal dia berada di balik pintu.
"Mbak, mbak Ana... mbak Ana masih sadar kan? Mbak... "
dia sudah memilih
be strong woman you can do it
marah atau pura pura ga tau