Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.
Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."
Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."
Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A M BAB 03 - berkenalan.
Tap..
Tap..
Sampai pada meja seseorang yang begitu membuatnya penasaran dan yang menjadi alasannya bisa berdiri menjulang disana. Sempat pemuda itu amati dulu tatapan bingung dari si gadis sebelum dengan ramah mengajukan tangan.
"Hai, aku Sinan." Sembari tangannya terangkat sembari ia menyapu wajah manis tersebut. Mengabsen apa yang ada disana satu-persatu.
Srek.
Namun bukannya menyambut uluran yang masih mengudara, si gadis malah berbalik untuk menatap ke arah lain. Membuang pandangannya pada jendela luar. Setiap gerakan dan bagaimana sorot tak berminat itu menatapnya seolah melayangkan sinyal aneh sehingga membuat si pemuda yang masih berdiri secara tidak sadar mendekat dan memegangi kursi si gadis sombong, mengurung gadis itu dan mendekatkan wajah mereka.
"Aku ngerasa familiar sama kamu, kita pernah ketemu di suatu tempat mungkin?" Kata Sinan sambil beradu tatap dalam jarak dekat. Menghiraukan kenyataan bahwa atensi seisi kelas sedang tertuju kepadanya. "Maksud aku, sebelum pertemuan kita yang tadi pagi."
Sampai beberapa saat kemudian, baru orang yang diajak berbicara menunjukkan reaksi berupa kerutan kening. Sambil tangan mungilnya terangkat dan mendorong dada si pemuda yang bersikap begitu sembrono. Membuat Sinan seketika tersadar akan apa yang dilakukannya langsung berdehem dan berdiri tegak.
"Mungkin perasaan aku aja, ya?" Ujarnya canggung. Lalu senyam-senyum. Seolah kesadaran akan tingkahnya barusan malah menghantarkan kesenangan pada pemuda itu. "Nama aku Sinan. Hehe. Tadi kamu belum ngenyahut."
Srek.
Yang diajak mengobrol membuang muka. Total sudah kali kedua dia begitu. Namun sebelum pandangannya berlari pada jendela luar, si gadis sempat melirik Sinan dari atas sampai bawah. Membuat kerutan yang tadinya bersarang pada kening salah satunya, malah bergantian hadir pada wajah tampan itu. Apa si dia barusaja mengamati penampilannya lalu membuang muka dengan begitu tak berselera?
Huh.
Berusaha menelan ludah yang bak membeku di tenggorokan. Pemuda yang gengsinya setinggi langit hanya berdehem sambil tangan kokoh itu terulur sembarangan dan menarik kursi untuk kemudian ditempati. Memposisikan agar duduk berhadap-hadapan dengan gadis tegaan tersebut.
"Ngeliatin apa?" Kata Sinan sambil bertopang dagu. Mengamati sorot teduh itu. "Mending hadep sini. Sayang kalau orang ganteng di anggurin."
Karena tak kunjung mendapatkan reaksi. Pemuda yang tadinya berniat menggoda lebih jauh hanya mengantup mulut sembari dengan terang-terangan mengamati si gadis. Batinnya sama sekali tak marah apalagi menggerutu tidak terima seperti halnya yang tadi-tadi karena pemandangan yang dilihatnya kini sudah terbilang cukup memuaskan. Sinan tanpa sadar mengukir senyum, bisa berada dengannya dalam jarak yang sedekat ini dan dalam posisi yang berhadap-hadapan. Mantap.
"Awan merah," kalimat bernada datar menyandarkan seseorang dari lamunannya. Sambil melirik gadis itu berujar lagi dengan tangan mungilnya yang menunjuk hal aneh apa yang ia maksud. "Awannya warna merah."
Tanpa ragu pandangan Sinan berlari ke arah apa yang si gadis tunjuk dan menemukan ketiadaan hal spesial yang menyambut. Hanya langit biru cerah dengan kabut putih tebal yang menghiasi. Mengenai 'Awan Merah' yang dimaksud, pemuda itu sama sekali tidak menemukannya. Membuatnya menjadi bingung dan merasa aneh.
"Mana?" Berduduk tegak guna memastikan. Namun sejauh mata memandang memang hanya ada hamparan awan putih saja. "Man-"
Srek.
Ketika pandangan penuh kebingungan turun dan berniat menatap si gadis untuk dimintai kejelasan, sorot dalam dengan senyum hangat malah menyambut. Membuat dunia kembali terasa terhenti. Gadis itu menopang dagunya, poninya yang terbelah menjadi dua bagian seolah mempersilahkan seseorang yang sedang terpaku untuk melihat bagaimana wajah pemuda itu ada pada pantulan mata bulatnya.
Deg..
Sambil mengulurkan tangan si gadis lantas berujar. "Dinya." Katanya tanpa memperdulikan seberapa cengoh dan kencangnya ritme jantung Sinan karena apa yang telah ia perbuat. Setelahnya si gadis malah mengukir senyum. Benar-benar sama sekali tidak memikirkan dampak akibat yang dirasakan pemuda malang itu.
Srak..
Masih dalam keadaan cengoh tangan besar dengan jari-jemari lentik itu terangkat untuk menjabat uluran tersebut. Baru sampai beberapa saat kemudian ketika kesadaran menghampiri, senyum pada wajah tampan langsung mengembang pada titik itu. Terkekeh malu pemuda tersebut sembari menggoyang-goyangkan tangan mereka hangat.