Aziya terbangun di tubuh gadis cupu setelah di khianati kekasihnya.
Untuk kembali ke raganya. Aziya mempunyai misi menyelesaikan dendam tubuh yang di tempatinya.
Aziya pikir tidak akan sulit, ternyata banyak rahasia yang selama ini tidak di ketahuinya terkuak.
Mampukah Aziya membalaskan dendam tubuh ini dan kembali ke raga aslinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lailararista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertengkaran
Disebuah ruangan bernuansa cat putih itu terdapat seorang gadis terbaring tidak sadarkan diri. Banyak peralatan medis yang menempel ditubuhnya. Serta dua orang lelaki muda dan pria paruh baya yang tidak bosan menemani Princess mereka.
"Ini semua karena kamu. Harusnya kamu bisa jagain adik mu dari bajingan itu!"
Lelaki muda yang dituduh itu menatap pria paruh baya dihadapannya tidak terima.
"Harusnya aku yang menyalahkan Daddy. Kan Daddy yang menyewa banyak bodyguard untuk princess, Mana? Mereka sama sekali gak bisa jaga princess"pria paruh baya itu semakin menatap anaknya sinis.
"Kamu juga Daddy tugaskan menjaga adikmu. Kenapa kamu lalai Zetas?"Pria yang dipanggil Zetas itu menghela nafas jengah.
"Sudahlah Daddy, Princess sedang sakit jangan cari ribut."
Pria paruh baya itu menarik nafas kasar. Ia menatap putrinya dengan pandangan sendu, tatapan yang jarang dia perlihatkan. Putrinya yang ia sangat sayangi harus terbaring koma gara-gara bajingan sialan itu. Lihat saja, jika dia menemukan bajingan itu dia akan buat perhitungan dengannya.
"Daddy harus cari anak sialan itu!"Zetas hanya mengangguk dan mengibaskan tangannya pertanda menyuruh Daddy nya pergi.
"Ya, Daddy pergi lah, biar aku yang menjaga Princess."pria paruh baya itu mendelik dan setelah itu benar-benar pergi dari ruangan yang berbau obat itu.
Brakk
"APA!"
Pria paruh baya menggebrak meja dengan emosi yang memuncak. Lima orang pria berbadan kekar itu menunduk tidak sanggup menatap wajah menyeramkan bosnya.
"Kalian lalai sekali!" Murka pria paruh baya itu. Pusing melihat anak buahnya yang terlalu lemot ini.
"Maaf bos. Dia menghilangkan jejak bos"
"Kalian memang gak bisa diandalin!"desisnya tajam.
"Ampun bos"ucap salah satu dari mereka bergetar ketakutan, pria paruh baya itu tidak mempedulikan ia menatap mereka dengan seringai buasnya.
Pria paruh baya itu mengambil sebuah senjata api dari dalam laci mejanya. Ia menatap 5 anak buahnya itu tajam, tanpa sepatah kata lagi ia langsung menembak mereka tepat mengenai kepala.
"Sampah!"ucapnya menatap 5 orang yang sudah terbaring tidak bernyawa dengan bergelimang darah.
Tidak lama setelah itu datang 5 orang lagi yang masuk untuk mengurus jasat temannya itu, mereka selalu berdoa dalam hati untuk tidak mendapat apa yang temannya dapat kan. Seperti kematian.
Pria paruh baya itu meniup ujung pistol nya dan kembali memasukkan kedalam laci.
Ia beralih duduk dikursi nya kembali dengan mengusap rambutnya kasar.
"Anak gak tau diri! Awas aja kalau sampai saya ketemu kamu!" Desisnya tajam.
"Kamu gak akan bisa kabur dari saya, anak Sialan!"
William Nostra Ribery, seorang mafia yang disegani dikalangannya.
William Sangat menyayangi putrinya. Ia selalu menuruti keinginan putrinya, tapi tak urung putrinya juga menuruti keinginannya. Seperti berlatih bela diri, memanah, berpedang, menembak dan banyak lagi lainnya. Sedari kecil ia sudah mengajarkan putrinya semua itu. Termasuk melatih kekuatan insting nya. William bukan bermaksud melukai putrinya dengan melakukan hal berbahaya seperti itu, ia hanya ingin putrinya tidak menjadi orang lemah yang sangat mudah di injak-injak nantinya.
Maka dari itu ia sangat tidak suka melihat air mata atau wajah yang tertunduk, ia selalu berpesan kepada putra-putrinya untuk jangan pernah terlihat lemah dihadapan semua orang.
Melawan kalau mereka sudah keterlaluan. Kalau perlu balas dengan berkali lipat lebih menyakitkan dari yang orang itu perbuat.
Prinsip William. Semua orang itu sama, baik pria maupun wanita. Tidak ada wanita lemah. Semua wanita kuat tergantung dirinya. Walaupun perempuan, mereka tidak boleh cengeng. Mereka harus kuat agar tidak di injak-injak.
...~ Transmigrasi Aziya ~...
"Ada hubungan apa lo sama Gabriel hah?" Disebuah balkon dua orang gadis berdiri dengan salah satu gadis menarik rambut gadis lainnya.
"Sa-sakit Zura..."Azura gadis itu semakin menarik kasar rambut gadis itu yang sudah menangis.
"Jawab! Jalang!"
Azira gadis itu menggeleng. "A-aku nggak ada hubungan apa-apa sama El."elaknya yang membuat Azira semakin naik pitam.
"Nggak usah boong! Gua udah tau semuanya!"
Plakk
Azira menangis merasakan sakit di tubuhnya saat Azura menampar dan mendorong nya hingga terjatuh dan membentur pembatas balkon.
Azura kembali Manarik rambut Azira hingga membuat nya mendongak dan menarik kasar Azira supaya berdiri.
"Gue udah capek-capek deketin dia! Tapi malah lo yang jadian sama dia! Sialan!"Azira semakin menangis saat dirasa rambutnya terasa rontok.
"Ma-maaf"
Azura kembali menampar pipi Azira bekali-kali.
"Banyak omong! Gue nggak butuh maaf lo!"dengan kasar Azura mendorong Azira hingga terjatuh dari atas balkon.
Azura yang emosi pun seketika berubah cemas melihat tubuh Azira sudah terkulai lemas dibawah sana. Azura menggigit kuku jarinya gelisah. Ia memilih keluar dari kamar Azira seakan tidak terjadi apa-apa.
"Shitt" Aziya terbangun dari tidurnya dengan keringat yang bercucuran dimana-mana. Mimpi itu? Seperti sebuah ingatan saat dimana Azira merenggut nyawa. Jadi? Perempuan itu yang membunuh Azira? Jadi ini semua bukan kecelakaan semata?
Aziya mengumpat tertahan. Ia harus mencari bukti untuk membuka kedok sampah itu. Aziya melirik arloji, terlihat masih pukul 9 malam.
Aziya masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia sama sekali belum mandi dari sore.
Setelah selesai mandi Aziya memakai pakaian serba hitam dan tak lupa sepatu bot hak tinggi. Sepertinya Aziya sangat merindukan suasana malam.
Aziya menyambar kunci mobilnya yang baru dibelikan papanya sebelum pergi keluar negeri. Manusia dirumah ini semakin lancang menindas Aziya saat papanya tidak ada dirumah.
Bunyi tapakan sepatu Aziya menggema saat menuruni tangga. Semua orang yang ada disana langsung menatap Aziya serta pakaian yang Aziya pakai.
Aziya sedikit mengerinyit saat dirumah itu ada 4 pria dan satu wanita sampah. Aziya tidak memperhatikan mereka ia hanya melirik sekilas tatapannya bertemu dengan mata elang milik kekasihnya. Aziya hanya menaikkan bahunya acuh dan hendak menggapai pintu sebelum suara laknat seseorang membuat nya mengurung kan niat.
"Mau kemana malam-malam?"Aziya menatap Evan dengan alis mengkerut. Sejak kapan di peduli dengan adiknya yang malang ini.
"Emang lo peduli?"Evan terdiam mendengar ucapan menohok Aziya.
"Zira kok gitu? Abang kan nanya baik-baik"
huekkk. Rasanya Aziya ingin muntah menatap wajah menyebalkan Azura.
"Nggak usah drama jalang"ucap Aziya acuh. Evan yang tidak terima adiknya dihina menatap nyalang Aziya.
Evan berdiri menghampiri Aziya yang berdiri diambang pintu. Sorot matanya sangat tajam pertanda ia sangat marah.
"Jaga ucapan lo!"ucapnya menekan. Aziya hanya menaikkan sebelah alisnya, ia beralih menatap Evan menantang.
"Sorry nggak bisa, soalnya mama gue nggak pernah ngajarin caranya sopan santun"Aziya menatap Evan dengan tampang yang dibuat semenyeramkan mungkin.
"Azira!"
Plakk
Evan menampar Aziya hingga membuat wajah Aziya mendongak ke kiri. Masih dengan posisi yang sama Aziya tersenyum miring. Aziya menengadahkan wajahnya menatap Evan dengan seringai nya, lama-kelamaan seringai itu berubah menjadi wajah datar.
Gabriel diam-diam mengepalkan tangannya menahan amarah. Ia ingin sekali menghajar Evan sekarang, tapi ia harus terus menahan diri. Niatnya bertambah ia urungkan melihat tatapan Azira kepada Evan. Gabriel sangat menyukai tatapan itu, gadisnya semakin menggemaskan.
Hal yang tidak terduga. Aziya menendang perut Evan membuat sang empu langsung tersungkur.
Semua yang ada disana melongo tidak percaya. Mereka tidak membayangkan hal ini akan terjadi.
Aziya berjalan tiga langkah dan berdiri tepat dibawah kaki Evan yang masih tersungkur.
"Abang!"
Aziya beralih menatap Azura yang menghampiri Evan dengan air mata buaya nya itu. Dasar sampah!
Aziya menaikan sebelah alisnya saat Azura menatapnya dengan linangan air mata.
"Kamu kenapa jahat sama abang?"cih! Dasar nenek lampir!
Aziya memutar bola matanya males dan melipat tangan diatas dada.
"Gue? Jahat?" Ucap Aziya sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Kamu liat Abang kesakitan!"
"Gue cuma bales apa yang dia lakuin? Jadi, jangan salahin gue kalau gue bales lebih dari apa yang dia bayangkan"sinis Aziya sambil menatap Evan remeh.
"Evan kamu kenapa nak?"terlihat seorang wanita paruh baya berlari menghampiri Evan yang masih terdiam. Ia seperti memikirkan sesuatu. Tenaga Azira kenapa bisa sekuat itu? Itu yang terus menghantui pikirannya.
Brianna membantu Evan berdiri dan duduk disofa.
"Zira tendang bang Evan sampai jatoh ma"adu Azura yang membuat Brianna menatap nyalang Aziya.
"Anak sialan! Kapan sih kamu berhenti cari masalah?!"Aziya tersenyum sinis sambil memalingkan wajahnya.
"Aku cuma bela diri aku, salah?"Aziya mengangkat tangan saat Brianna hendak membantah ucapannya.
"Sudah cukup, diam mama! disini aku yang korban tapi aku yang selalu dihukum. Mulai sekarang siapa pun yang berani menyentuh tubuh ku seujung kuku pun... jangan salahin aku kalau sampai aku bales berkali-kali lipat lebih besar"ucap Aziya tenang dan menekan. Setelahnya ia pergi meninggalkan semua orang yang terdiam mencerna ucapannya.
"Anak sialan itu kenapa sekarang berani?"