Adaptasi dari kisah nyata sorang wanita yang begitu mencintai pasangannya. Menutupi segala keburukan pasangan dengan kebohongan. Dan tidak mau mendengar nasehat untuk kebaikan dirinya. Hingga cinta itu membuatnya buta. Menjerumuskan diri dan ketiga anak-anaknya dalam kehidupan yang menyengsarakan mereka.
Bersumber, dari salah satu sahabat yang memberi ijin dan menceritakan masalah kehidupannya sehingga novel ini tercipta untuk pembelajaran hidup bagi kaum wanita.
Simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Inikah Rasanya
Bab 22. Inikah Rasanya
POV Author
Beberapa hari setelah Jemin mengucapkan dua kalimat syahadat, ia dan Lola pun melangsungkan pernikahan mereka. Tenda biru dipasang di depan rumah. Dan di hias dengan bunga-bunga sedemikian rupa.
Para teman dekat, kerabat dan tetangga sekitar berdatangan mengucapkan selamat kepada mereka, dalam acara resepsi yang di gelar kecil-kecilan. Lola pun terlihat sangat bahagia dengan senyum yang terus terukir di wajahnya.
Rasa lelah mulai terasa ketika tamu telah meninggalkan acara satu persatu. Sesi foto bersama keluarga pun telah usai. Barang-barang hiasan mulai di lepas. Dan tenda pun di buka dan kembali kepada pemiliknya.
Di dapur, keluarga Lola masih berberes-beres. Membersihkan perkakas yang kotor dan merapikannya kembali. Juga memberikan sisa-sisa masakan yang belum di sentuh untuk di bungkusan kepada para tetangga yang ikut membantu. Sedangkan Lola dan Jemin, beristirahat dalam kamar pengantin mereka.
"Mandi dulu Yang. Biar segar, dan hilang capeknya."
"Duluan aja. Aku mau rebahan sebentar."
"Ya udah. Bantu aku lepaskan pakaian ini Yang. Besok kita antarkan ke tempat penyewaannya ya. Mereka minta kembalikan cepat. Katanya minggu depan ada wedding yang mau pakai ini."
"Hmm."
"Yang, bukain..."
"Ck!"
Jemin menurunkan lengannya yang sedari tadi menutup matanya dari cahaya lampu. Dengan malas, ia beranjak bangun dan membantu Lola membuka resleting bagian belakang gaun pengantin yang di kenakan oleh Lola. Lola pun bergegas mandi karena merasa gerah.
"La, suamimu mau makan lagi nggak?" Tanya Neneng ketika melihat Lola berlalu dengan handuk melilit di badan.
"Lola tanya dulu Tan."
Ada perasaan senang dalam hati Lola mendengar ucapan tantenya. Yaitu, kata 'suami' yang di tujukan kepada Jemin yang di ucapkan sang tante. Lola merasa kini Jemin menjadi miliknya seutuhnya. Ia tidak perlu takut lagi memikirkan kehilangan Jemin.
Lola masuk ke kamar sembari tersenyum memandang Jemin meski Jemin tidak peduli akan kehadirannya. Lelaki itu masih menutup matanya dengan sebelah lengan dan tertidur dengan dengkuran halus yang terdengar.
Lihat! Yang terbaring dan yang cakep itu, dia itu suamiku! Suamiku! Batin Lola bersorak senang.
"Yang, bangun." Ujar Lola dengan usapan lembut kepada Jemin.
"Yang, kamu nggak laper? Nggak mau makan?"
"Hmm, apa sih La...aku ngantuk nih!"
"Bangun dong Yang, mandi terus makan. Kamu bilang aku duluan tadi."
Dengan malas Jemin membuka matanya.
"Jam berapa sekarang?"
"Hampir jam 10 malam."
"Mana handuk? Siapkan aku makan." Perintah Jemin.
Lola melepas handuk yang melilit tubuhnya dan memberikannya kepada Jemin. Dengan tubuh polos, tanpa malu ia terlihat santai di depan Jemin.
Jemin meraih handuk itu. Lalu keluar kamar menuju kamar mandi. Sedangkan Lola segera mengenakan pakaian dan ke dapur menyiapkan makan untuk Jemin.
Lola merasakan kebebasan setelah menikah. Ia tak perlu lagi ragu dan takut berduaan saja dengan Jemin. Bahkan kemesraannya pun sengaja ia perlihatkan di depan keluarganya.
Tiga hari pasca acara pernikahan semua keluarga pamit pulang ke kampung. Rumah yang tadinya ramai seketika mendadak sepi. Tapi tak membuat Lola maupun Jemin bersedih karenanya justru mereka merasa lebih leluasa dan nyaman.
Hanya saja, Lola mulai merasakan perbedaannya. Saat ada keluarganya selama beberapa hari terakhir, rumah selalu dalam keadaan bersih. Makan mereka terjamin dan sudah tersedia. Tak perlu belanja dan pastinya tidak ada pengeluaran untuk itu semua.
Namun sekarang semua kembali ke setelan Awal. Lola harus mengurus semua seorang diri di kala ia sendiri pun kewalahan dengan kondisi hamilnya.
"Seperti ini ya rasanya sudah menikah. Ternyata nggak jauh berbeda dengan sebelum menikah dulu. Cuma beda status doang dan lebih bebas aja nggak perlu takut sama mulut tetangga."
Pemikiran Lola terlalu dangkal. Ia pikir mulut tetangga hanya membicarakan dirinya yang tinggal serumah saja ketika sebelum menikah. Lola tidak tahu, bahwasanya sebelum maupun sesudah menikah, ia tetap menjadi buah bibir kalangan tetangga karena sifat cuek dan sombongnya yang enggan menyapa sekitar.
Kalau saja tidak memandang mendiang orang tuanya yang dulu ramah dan suka membantu, tentunya banyak tetangga yang enggan datang di acara pernikahannya.
Lola memandang wajah Jemin yang masih tertidur di sampingnya padahal matahari sudah hampir sampai di titik puncaknya.
Baik Lola maupun Jemin sama-sama masih terlena di atas tempat tidur empuk yang belum lama ini mereka beli dari uang gadai sertifikat rumah yang masih ada.
Lola meraba perutnya yang masih rata. Ia lapar tapi tubuhnya lemah untuk beraktivitas.
Padahal seharusnya Lola sudah mulai masuk kerja. Namun karena kondisinya yang lemah, ia ijin kembali untuk tidak bekerja pada hari itu.
Rumah dalam keadaan berantakan. Pakian kotor mulai menumpuk. Begitu juga dengan piring kotor di dapur. Debu lantai dan beberapa sampah kecil terlihat berserakan di lantai karena belum di sapu. Namun Lola tetap berbaring sembari memandangi Jemin yang tidur memeluk dirinya.
"I love you Jemin." Ucap Lola lirih sembari mengusap pipi Jemin.
Oleh karena sentuhnya itu, Jemin pun tersadar dan melepaskan dekapannya dan berbalik badan.
"Yang, nggqk bangun kah? Udah siang, aku lapar."
"Ck, ngapain sih?! Aku ngantuk nih."
"Anak kita laper Yang."
"Lapar ya makan sana! Ganggu tidur aja!"
Jemin kembali memejamkan mata. Sedangkan Lola berhenti menganggu Jemin dan kembali mencoba ikut memejamkan mata sembari menahan rasa di perutnya, antara mual dan lapar.
***
Dua jam berlalu.
Pukul 14.12 Jemin bangun. Ia meraba tempat tidur dan tidak menemukan Lola di sampingnya. Ia pun bangun dan berjalan sempoyongan menuju dapur.
"Mana makanan? Kamu nggak masak? Aku laper nih." Tanya Jemin begitu melihat Lola baru keluar dari kamar mandi.
Lola baru saja muntah. Tetapi Jemin tidak menanyakan keadaan dirinya.
Jemin mengusap perutnya sembari membuka tudung saji yang memperlihatkan beberapa sisa lauk yang sudah nasi serta piring kotor. Kemudian menutup kembali dengan raut wajah tidak senang.
"Aku nggak bisa masak." Ungkap Lola.
Sejak kemarin Lola lebih banyak berbaring karena mengalami masa ngidam yang cukup parah. Ia tidak bisa mencium bau masakan karena bisa menyebabkan perutnya mual dan menjadi muntah. Oleh karena itu, Lola tidak masak sama sekali bahkan dirinya sendiri pun belum makan sejak pagi.
"Kalau nggak mau masak pesan makanan kan bisa atau beli di luar."
"Kamu aja ya. Aku lemes banget nih."
"Ck. Sini duitnya!"
Lola lalu menuju ke kamar dan mengambil dompetnya. Kening Lola berkerut karena sepertinya isi dompetnya seperti berkurang. Namun segera ia tepis pemikiran itu, dan memberikan uang 100 ribu kepada Jemin. Ia sendiri pun sudah sangat lapar sehingga tidak mampu untuk berpikir yang berat untuk saat ini.
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
mayan buat iklan biar gk sepaneng kebawa pikiran yg lg ruwet🤭🤣