NovelToon NovelToon
Beginning And End Season 2

Beginning And End Season 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Misteri / Cintapertama / Balas Dendam / Romansa Fantasi / Anime
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: raffa zahran dio

Lanjutan dari Beginning And End.

Hasane Reina... selamat dari kematian. Di rumah sakit Osaka, mayat Reina di bawa oleh dua perawat. namun setelah perawat itu mengunci pintu kamar mayat, terungkap identitas yang membawa Reina ke ruang mayat, yaitu Reiz dan Tia.

Reiz dan Tia menukar mayat Reina dengan boneka yang hampir menyerupai diri Reina. Lalu Reina secara diam diam di bawa ke Rusia, untuk menukar jantung nya yang rusak dengan jantung robot yang akan bertahan di akhir tahun.

Namun supaya dapat hidup selama nya, Reina harus mencuri sebuah jantung, sumber kehidupan. Namun yang ada di benak Reina saat ini adalah membalas kan dendam nya kepada ayah kandungnya sendiri, Yaitu Hasane Danton. Reina berencana akan mengambil jantung Danton dan membunuh nya dengan sangat keji.

Apakah Reina berhasil? dan apa yang akan Reina lakukan selanjutnya? apakah dia masih menyembunyikan diri nya bahwa dia masih hidup kepada Kei dan yang lainnya? itu masih sebuah misteri....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7 : Identitas Alisiya.

Gelombang dingin Sungai Moskva menerpa wajah Reina, menyisakan rasa dingin yang menusuk tulang. Namun, dinginnya malam Moskow tak mampu meredupkan ketajaman penglihatannya. Di kejauhan, di bawah langit malam yang dihiasi bintang-bintang redup, terlihat sebuah rumah raksasa, menyerupai istana yang megah, tersembunyi di balik pepohonan yang tertutup salju. Rumah itu mengingatkan Reina pada rumah Andras di Tokyo.

"Apakah… apakah itu juga taman bermain?" gumam Reina, suaranya nyaris tak terdengar di tengah desiran angin malam. "Tapi… kenapa tertutup?" Ia mengerutkan kening, menunjukkan rasa ingin tahunya yang besar. Tubuhnya sedikit condong ke depan, menunjukkan rasa penasarannya yang membuncah.

Keempat temannya—Mike, Jimmy, Alice, dan Helena—menunjukkan ekspresi yang berbeda. Mike tampak tegang, rahangnya mengeras, menunjukkan kekhawatirannya. Jimmy tampak gelisah, menggerakkan kakinya dengan tak tenang. Alice menguap, namun matanya menunjukkan kegelisahan yang terselubung. Helena, yang biasanya tenang, menunjukkan ekspresi yang serius dan waspada.

"Ada apa? Kok wajah kalian kelihatan tegang?" tanya Reina, suaranya sedikit khawatir. Ia menoleh ke arah keempat temannya, menunjukkan rasa khawatirnya yang tulus.

Mike menarik napas dalam-dalam, kemudian berkata dengan suara berat, "Itu adalah… rumah lama Andras dan kedua orang tuanya." Suaranya terdengar serak, menunjukkan beban berat yang ia pikul. Ia menatap Reina dengan tatapan yang penuh empati dan keprihatinan.

Reina tersentak. Ia menatap rumah besar itu dengan seksama, mencoba mengingat detail-detailnya. "Sama seperti di Tokyo ya…" katanya, suaranya pelan, namun penuh dengan kesedihan. "Rumahnya di Tokyo juga sangat besar… Pasti… di sana tidak ada penghuni lagi setelah kejadian pembunuhan kedua orang tua Andras…" Air matanya mulai menggenang di pelupuk matanya, menunjukkan kesedihan yang mendalam. Ia menggenggam erat foto-foto teman-temannya, menunjukkan bahwa ia masih mengingat mereka dengan penuh kasih sayang.

Helena, dengan ekspresi yang serius, mendekati Reina. "Iya, Reina…" katanya, suaranya lembut namun tegas. "Namun… aku tidak tahu pasti… Soal… di saat aku berjalan santai di sekitar sana… ada gadis yang selalu menangis setelah Andras pindah ke Jepang. Gadis itu… memiliki rambut pelangi… Namun… kami satu sekolah dengannya, tapi di kelas delapan… dia tidak sekolah lagi…" Ia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, menunjukkan betapa beratnya cerita yang akan ia sampaikan.

"Dan… di saat aku menanyai Andras dan Leon, mereka berdua hanya diam…" lanjut Helena, suaranya semakin pelan. "Yang mereka bilang hanya kematian orang tua gadis itu yang disebabkan oleh kedua orang tuanya dibunuh oleh Alexander." Ia menatap Reina dengan tatapan yang penuh simpati, menunjukkan rasa empati yang mendalam.

Reina terdiam sejenak, mencoba mengingat sesuatu. Tiba-tiba, matanya melebar. Ia mengingat kejadian di saat ia terikat dan Alexander menginjak Andras yang juga terikat. "Teman-teman…" katanya, suaranya sedikit gemetar. "Sepertinya aku tahu nama gadis itu!" Ia menatap keempat temannya dengan tatapan yang penuh keyakinan. Tubuhnya sedikit menegang, menunjukkan betapa pentingnya informasi yang akan ia sampaikan.

Alice, yang menguap kecil, menatap Reina dengan penuh rasa ingin tahu. "Siapa namanya, Reina?" tanyanya, suaranya sedikit mengantuk, namun menunjukkan rasa penasarannya.

"Kalau tidak salah…" kata Reina, suaranya pelan, namun tegas. "Namanya Alisiya."

Alice langsung mengetikkan nama itu di jam tangannya. Sebuah hologram hijau muncul, menampilkan identitas seorang gadis dengan rambut pelangi. "Yang ini, ya?" tanya Alice, suaranya penuh keyakinan. Ia menunjukkan hologram tersebut kepada Helena dan Mike.

Mike mengamati hologram tersebut dengan seksama. "Nah, iya… Dia adalah teman terbaik dan selalu menempel dengan Andras pada saat itu…" katanya, suaranya penuh dengan kesedihan. Ia menggelengkan kepalanya, menunjukkan rasa simpati yang mendalam.

Jimmy, yang memperhatikan hologram tersebut sekilas, tiba-tiba berseru. "Teman-teman… Di tuliskan di sana… Alisiya telah mati…" Suaranya terdengar pelan, namun penuh dengan keterkejutan. Ia menunjuk ke arah sebuah tulisan kecil di ujung identitas Alisiya. Ekspresinya berubah menjadi serius, menunjukkan betapa terkejutnya ia.

Reina tersentak, matanya melebar. "Pasti… pasti Andras sedih kalau mendengar teman pertamanya telah mati…" katanya, suaranya pelan, namun penuh dengan kesedihan. Ia menutup matanya sejenak, menunjukkan betapa terguncangnya ia.

Mike mengangguk pelan. "Iya… Apakah dia mati di saat beberapa hari orang tua nya dibunuh?" tanyanya, suaranya berat, menunjukkan rasa khawatirnya yang mendalam. Ia menatap rumah besar di kejauhan, menunjukkan bahwa ia masih memikirkan nasib Alisiya dan keluarga Andras. Rumah besar itu tampak semakin gelap dan menyeramkan di bawah langit malam Moskow yang dingin.

Udara malam Moskow menusuk seperti ribuan jarum es. Angin berbisik dingin di antara gedung-gedung tinggi, membawa aroma salju yang tajam. Reina, dengan napas yang mengepul putih di udara, menatap rumah besar di kejauhan. Cahaya redup lampu jalan memantul di permukaan salju yang menutupi tanah, menciptakan pemandangan yang sekaligus indah dan mencekam. Kerinduan dan rasa penasaran bercampur aduk dalam dirinya, tercermin dalam tatapan matanya yang berbinar-binar namun dipenuhi keraguan. Ia menggosok kedua tangannya, jari-jarinya memerah karena dingin, namun tatapannya tetap terpaku pada rumah megah itu.

"Bagaimana kita melihat rumah lama Andras? Aku… aku penasaran," ujarnya, suaranya sedikit gemetar, menunjukkan campuran antara rasa ingin tahu dan ketakutan. Ia menggigit bibir bawahnya, menunjukkan kegugupannya. Tubuhnya sedikit condong ke depan, menunjukkan rasa penasaran yang tak tertahankan.

Mike, dengan ekspresi wajah yang menegang, menatap rumah tersebut dengan waspada. Otot-otot rahangnya menegang, menunjukkan ketegangan yang ia rasakan. Ia menggelengkan kepalanya perlahan, menunjukkan penolakannya yang kuat. Tangannya mengepal erat, jari-jarinya memutih karena tekanan. "Reina… terlalu berbahaya," katanya, suaranya berat dan serak, menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Ia menatap Reina dengan tatapan penuh kekhawatiran, mencoba meyakinkannya untuk mengurungkan niat.

Helena, dengan tenang dan percaya diri, melangkah maju, menunjukkan sikap kepemimpinannya. Ia tersenyum tipis, menunjukkan bahwa ia telah mempersiapkan segalanya. "Tenang saja, Mike," katanya, suaranya lembut namun tegas, menunjukkan otoritasnya. Ia mengangkat jam tangan canggihnya, menunjukkan teknologi yang dimilikinya. Cahaya redup dari jam tangan itu memantul di permukaan salju, menciptakan efek yang misterius. "Jam tanganku telah kuperbaiki. Sistem baru, bisa mendeteksi objek panas dan tingkat kewaspadaan ruangan." Ia menjelaskan dengan tenang, menunjukkan bahwa ia telah memperhitungkan segala risiko.

Jimmy, dengan mata yang berbinar-binar karena antusiasme, melompat-lompat kecil di tempat, menunjukkan kegembiraannya yang tak tertahankan. "Wah… ini untuk misi membunuh Alexander dan Danton, ya?" tanyanya, suaranya bersemangat dan sedikit bergetar. Ia menepuk-nepuk bahu Mike, mencoba untuk menenangkannya. Ekspresinya menunjukkan rasa antusiasme yang besar, campur aduk dengan sedikit rasa takut.

Helena mengangguk pelan, menunjukkan bahwa ia serius. "Iya," katanya, suaranya tegas dan mantap. "Tak lama lagi… kita berlima akan latihan, lalu melancarkan misi di bawah komando Ketua Craig." Ia menatap keempat temannya, menunjukkan kepercayaan dan keyakinannya kepada mereka. Ia berdiri tegap, menunjukkan kesiapannya untuk menghadapi tantangan yang akan datang. Posturnya yang tegap menunjukkan kepercayaan dirinya yang tinggi.

Reina, dengan mata yang berbinar-binar karena tekad dan sedikit rasa takut, mengepalkan tangannya, menunjukkan kesiapannya. "Aku akan menantikan nya… Kalau begitu, ayo ke rumah Andras!" katanya, suaranya penuh semangat, namun sedikit bergetar. Ia tersenyum lebar, menunjukkan keberaniannya, namun di balik senyum itu, terlihat sedikit ketakutan.

Alice, yang biasanya selalu menguap, menunjukkan kegembiraannya yang tak terduga. Ia menarik napas dalam-dalam, menunjukkan bahwa ia telah mempersiapkan diri secara mental. "Ayuk…" katanya, suaranya penuh semangat, namun sedikit bergetar. Ia berdiri tegak, menunjukkan kesiapannya.

Alice dan Reina mulai berjalan menuju rumah tersebut, langkah mereka ringan namun penuh semangat. Alice, yang berjalan di belakang Reina, tiba-tiba menoleh ke belakang, matanya melotot, menunjukkan rasa tidak sabarnya. "Apa yang kalian tunggu?! Ayok!!" teriaknya, suaranya penuh semangat dan sedikit tergesa-gesa. Ia melambaikan tangannya, menunjukkan bahwa ia ingin teman-temannya segera menyusul. Ia tersenyum lebar, menunjukkan kegembiraannya yang tak tertahankan.

Mike, Jimmy, dan Helena saling bertukar pandang, menunjukkan keraguan dan kekhawatiran mereka. Namun, mereka akhirnya menyusul Alice dan Reina. Langkah mereka lebih hati-hati, namun tetap menunjukkan tekad dan semangat yang tinggi. Mereka tahu bahwa tantangan yang akan mereka hadapi sangat besar, namun mereka siap untuk menghadapinya bersama-sama. Rumah besar di kejauhan tampak semakin dekat, menunjukkan bahwa petualangan mereka yang berbahaya dan menegangkan akan segera dimulai. Langit malam Moskow yang dingin seolah menyaksikan langkah mereka, menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Ketegangan dan antisipasi memenuhi udara, menciptakan suasana yang menegangkan namun juga penuh harapan dan sedikit rasa takut. Mereka melangkah menuju masa depan yang tak pasti, bersama-sama.

1
Riri
ini bukan maha karya, ini sebuah wahyu yang di tulis dengan tinta jiwa dewa author 🤓🙀
secret: wihhh 😭🙏🙏
total 1 replies
Rezaa..
semoga season dua lebih bagus dari season satu... no momy Andras 😭
secret: gapapa... nanti Andras muncul lagi kok... tapi nunggu lama ya wkwkw
total 1 replies
Rezaa..
baru bangun dari kematian lansung rasis si Reina cok 🤣🤣
secret: rasis dulu sebelum membantai /CoolGuy/
total 1 replies
esere
Serius... cerita ini walaupun panjang, tapi seru... karakter karakter nya unik sama narasi nya hidup gitu... pokok nya setia dari s1 🔥
secret: yoi dong 🤝
total 1 replies
esere
hampir kenak parani gara gara Reina mati 😭😭
secret: Dawg... mereka lansung putus asa baca waktu Reina mati 🤣
total 1 replies
Author Sylvia
semangat,moga rame yang baca/Smile/
secret: makasih ya author... kamu juga!!
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!