NovelToon NovelToon
Obsesi CEO Psikopat

Obsesi CEO Psikopat

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / CEO / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mantan Perawat

Aluna gadis yatim piatu berusia 21 tahun, menjalani hidupnya dengan damai sebagai karyawan toko buku. Namun hidupnya berubah setelah suatu malam saat hujan deras, ia tanpa sengaja menyaksikan sesuatu yang tidak seharusnya. Di sebuah gang kecil ia melihat sosok pria berpakaian serba hitam bernama Darren seorang CEO berusia 35 tahun yang telah melenyapkan seorang pengkhianat. Bukannya melenyapkan Aluna yang menjadi saksi kekejiannya, Darren justru membiarkannya hidup bahkan mengantarnya pulang.

Tatapan penuh ketakutan Aluna dibalik mata polos yang jernih menyalakan api obsesi dalam diri Darren, baginya sejak malam itu Aluna adalah miliknya. Tak ada yang boleh menyentuh dan menyakitinya. Darren tak ragu melenyapkan semua yang pernah menyakiti Aluna, entah itu saat sekarang ataupun dari masa lalunya.

Ketika Aluna perlahan menyadari siapa Darren, akankah ia lari atau terjatuh dalam pesona gelap Darren ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mantan Perawat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab.7

© Rumah Yasmin: Malam Teror yang Tak Berujung©

Ayah Yasmin dengan napas memburu membaringkan istrinya di ranjang kamar mereka. Wajah wanita itu masih pucat seperti mayat, napasnya lemah, dan kelopak matanya tak juga terbuka sejak pingsan tadi. Ayah Yasmin mengusap wajahnya yang berkeringat dingin. Ia tidak pernah merasa setakut ini seumur hidupnya.

Dari kamar sebelah, Yasmin masih berdiri di ambang pintu, menatap ranjangnya yang penuh darah dan bangkai kucing yang belum ia singkirkan. Dadanya naik turun cepat, ketakutan dan kejijikan bercampur dalam pikirannya.

"Ini... pasti ada hubungannya dengan Aluna," gumamnya pelan.

Tapi di sisi lain, Yasmin juga tahu Aluna bukan tipe yang bisa melakukan ini. Gadis itu bahkan takut membunuh kecoa. Jadi, apakah ini tanpa sepengetahuan Aluna? Apakah ada seseorang yang benar-benar melindungi dan terobsesi padanya?

Rahang Yasmin mengatup. Kalau benar Aluna mengadu pada seseorang, maka besok dia akan mencari Aluna dan memberikan pelajaran padanya. Gadis lugu itu harus tahu bahwa dia tidak bisa sembarangan menyuruh seseorang meneror orang lain hanya karena hal sepele!

Langkah kaki berat terdengar memasuki kamarnya. Ayah Yasmin berdiri di ambang pintu dengan wajah penuh amarah.

"Kenapa kamarmu masih seperti ini?! Kenapa kau belum membersihkannya?!" bentaknya.

Yasmin tersentak. "A-aku jijik! Aku nggak bisa....."

"Jijik?" Ayahnya menatapnya tajam. "Kalau kau tidak mau mengalami semua ini, kau seharusnya berpikir sebelum bertindak! Kau sudah salah sasaran, Yasmin!"

Ayah Yasmin mendekati ranjang, dan dengan wajah mual, ia meraih bangkai kucing itu. Darah masih mengalir dari lehernya yang terpenggal. Tangannya gemetar, tapi ia menahan rasa jijiknya.

Sementara itu, Yasmin dengan terpaksa mencopot seprei ranjang dan membawanya ke kamar mandi untuk direndam.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Ayah Yasmin turun ke halaman belakang.

© Halaman Belakang Rumah Yasmin: Pertemuan Mengerikan©

Ayah Yasmin menggali tanah dengan sekop kecil. Tangannya gemetar saat melihat bangkai kucing itu tergeletak di sampingnya. Bau darah dan daging busuk menusuk hidungnya. Dengan cepat, ia menimbun bangkai itu, berharap semua ini akan berakhir.

Namun, baru saja ia berdiri untuk kembali ke rumah…

Seseorang menarik tubuhnya ke dalam kegelapan.

Ayah Yasmin refleks ingin berteriak, tapi mulutnya dibekap kuat. Cahaya redup dari lampu teras hanya cukup untuk menunjukkan siluet tiga sosok mengenakan topeng hitam.

Dan salah satunya…

Seseorang dengan mata tajam yang memancarkan obsesi dan kebencian.

Darren.

Dengan satu tangan, Darren membekap mulut Ayah Yasmin, sementara tangan lainnya mengacungkan belati kecil berlumuran darah.

"Sstt… Jangan berisik," suara Darren terdengar pelan, tapi mengandung ancaman yang menusuk.

Hernan dan Arga berdiri di kedua sisi, menatap Ayah Yasmin seperti seekor harimau menatap mangsanya.

"Aku tidak suka orang yang menyentuh sesuatu yang bukan miliknya," lanjut Darren dengan suara dingin. "Dan Yasmin... dia juga sudah melukai kesayanganku."

Belati di tangannya menempel di leher Ayah Yasmin, membuat pria itu menelan ludah dengan ketakutan.

"Beritahu anakmu," Darren mendesis pelan, "Jika dia masih berani, dia akan bernasib sama seperti kucing yang baru saja kau kubur."

Tatapan Ayah Yasmin membelalak. Napasnya memburu, tapi ia terlalu takut untuk melawan.

Hernan menyeringai. "Kau pikir ini sudah berakhir? Tidak, Pak Tua. Ini baru awal."

Arga terkekeh pelan, matanya berkilat senang melihat ketakutan pria itu. "Mungkin besok, yang kau kubur bukan kucing."

Setelah mengatakan itu, Darren menarik kembali belatinya dan melangkah mundur bersama Hernan dan Arga. Dalam sekejap, mereka menghilang ke dalam kegelapan, seperti hantu yang datang untuk meneror.

Ayah Yasmin terhuyung mundur, lututnya hampir goyah. Napasnya tersengal, keringat dingin membasahi wajahnya. Ini bukan sekedar ancaman. Ini... kenyataan mengerikan yang harus mereka hadapi.

© Kamar Yasmin: Kemarahan Ayahnya©

Dengan langkah gontai, Ayah Yasmin naik ke lantai dua. Namun, sebelum menuju kamar Yasmin, ia masuk ke kamarnya sendiri.

Istrinya masih terbaring lemas di ranjang, wajahnya semakin pucat. Tak ada tanda-tanda dia akan segera sadar.

Dengan kemarahan bercampur ketakutan, Ayah Yasmin keluar dari kamar dan menemui Yasmin yang baru saja selesai membersihkan kamarnya.

Tanpa banyak kata...

PLAK!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Yasmin, membuatnya terhuyung ke belakang.

"Ayah?!" Yasmin memegang pipinya, matanya membesar karena syok.

"Apa yang kau lakukan, Yasmin?! Kau tahu, orang itu baru saja menemuiku secara langsung di halaman belakang!"

Yasmin menelan ludah. "A-apa?"

"Dengan belati berlumuran darah!" Ayahnya mendelik. "Dia memberitahuku agar aku memperingatkanmu! Jangan menyentuh yang bukan milikmu! Kau sudah melukai kesayangannya!"

Tubuh Yasmin membeku. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasakan kengerian yang nyata.

"A-apa kita lapor polisi saja?" bisiknya.

BRAK...!!

Ayahnya menghantam meja di sampingnya. "Bodoh! Kau pikir polisi bisa membantu?! Kalau orang itu berani melakukan semua ini, itu berarti dia sudah tahu risikonya! Ini adalah balas dendam, Yasmin!"

Yasmin semakin pucat.

Namun, sebelum perdebatan itu berlanjut...

DUG! DUG! DUG!

Suara keras datang dari arah dapur.

Mereka berdua langsung menoleh.

Dengan langkah tergesa, Ayah Yasmin dan Yasmin turun ke dapur.Namun begitu mereka tiba di sana, napas mereka langsung tercekat.

Lantai dapur berlumuran darah.

Di tengah ruangan...

Seekor anjing mati tergeletak dengan tubuh terkoyak. Organ dalamnya berceceran di lantai. Bau busuk bercampur anyir darah memenuhi udara.

Dan di lantai...

Sebuah tulisan tergores dengan darah.

"Kami akan kembali..."

Yasmin menutup mulutnya, menahan jeritan yang hampir keluar. Lututnya lemas, matanya membelalak ketakutan.

Ayah Yasmin hanya berdiri membeku, matanya memerah karena marah dan ketakutan yang bercampur jadi satu.

© Mobil Darren: Aksi Teror yang Berlanjut©

Di seberang jalan yang gelap, sebuah mobil hitam terparkir tanpa suara.Di dalamnya, Darren duduk dengan nyaman di kursi belakang, satu tangannya memegang belati, sementara tangannya yang lain mengetuk-ngetuk kaca jendela dengan ritme pelan.

Di kursi depan, Hernan dan Arga menatap rumah Yasmin dengan ekspresi puas.

"Menurutmu mereka sudah cukup ketakutan?" tanya Hernan sambil terkekeh.

Darren tersenyum tipis, matanya penuh obsesi. "Mereka belum tidur malam ini. Dan besok… aku akan pastikan mereka tidak akan pernah tidur dengan tenang lagi."

Arga tertawa kecil. "Dan gadis kecilmu tidak akan pernah tersentuh oleh orang sepertinya lagi."

Darren menatap belati yang berlumuran darah di tangannya dan berbisik pelan.

"Baby Chubby-ku... Aku akan menghancurkan siapa pun yang berani menyentuhmu."

Lalu, ia menyeringai lebar dalam kegelapan malam.

©Dapur Rumah Yasmin: Mimpi Buruk yang Nyata©

Ayah Yasmin menatap anjing yang terkoyak itu dengan rahang mengatup keras. Tangannya gemetar saat ia meraih bangkai itu dengan plastik hitam besar. Bau anyir darah dan daging busuk membuat perutnya memberontak, tetapi ia menahannya. Ia harus segera menyingkirkan ini sebelum keluarganya semakin hancur karena ketakutan.

Sementara itu, Yasmin yang berniat mengambil kain pel justru tersandar di dinding, tubuhnya menegang. Dadanya berdebar tak karuan, dan dalam hitungan detik...

"Uekkkk.."

Yasmin muntah di lantai, tak sanggup menahan rasa jijik dan ngeri yang melandanya. Perutnya seperti dikocok dari dalam, dan kepalanya terasa pening.

Ayahnya menoleh dengan ekspresi penuh amarah. "Sialan! Jangan tambah kerjaanku, Yasmin!" bentaknya keras.

Yasmin tersengal, wajahnya pucat pasi. "Aku nggak bisa, Ayah! Ini gila! Ini......"

PLAK!

Tamparan kedua malam ini mendarat di pipinya, lebih keras dari sebelumnya. Yasmin terhuyung, air matanya menetes karena keterkejutan dan rasa sakit.

"BERESKAN DARAHNYA! SEGERA!" suara Ayahnya menggelegar di dapur.

Yasmin terisak, tetapi tangannya tetap gemetar meraih kain pel. Tidak ada pilihan. Tidak ada jalan keluar. Ini adalah hukuman untuknya.

Tapi bukannya sadar diri kalau dia yang salah,dia menyalahkan Aluna. Karena gadis itu berpura-pura lemah dan memancing simpati seseorang yang kini meneror keluarganya!

Yasmin yakin, ini terjadi karena dua hal: pertama, dia mengambil makanan yang seharusnya untuk Aluna. Kedua, dia berpura-pura tidak sengaja menyenggol tangga di toko buku siang tadi, membuat Aluna jatuh dan terluka.

Dan sekarang, semua ini terjadi.

Dia menggigit bibirnya dengan kesal. Ini semua salah Aluna!

©Halaman Belakang Rumah Yasmin: Ketakutan Ayah Yasmin©

Ayah Yasmin melangkah ke halaman belakang dengan sekop di tangan. Hujan mulai turun rintik-rintik, menambah kesan menyeramkan.

Matanya terus mengawasi sekitar. Masih terngiang bagaimana tiga pria bertopeng menyeretnya ke kegelapan. Bagaimana belati dingin itu menempel di lehernya.

Tangannya semakin gemetar.

Ia buru-buru menggali lubang dan melemparkan bangkai anjing ke dalamnya. Tanah basah bercampur darah membuat aroma besi semakin kuat. Nafasnya memburu.

"Cepat… cepat… sebelum mereka datang lagi…"

Jantungnya berdetak keras seakan bisa terdengar di tengah keheningan malam. Ia memandangi jam tangannya. Sudah pukul tiga pagi.Setelah menimbun tanah dengan cepat, ia langsung masuk kembali ke rumah.

©Kamar Orangtua Yasmin: Kecemasan yang Tak Berhenti©

Saat ia masuk, Yasmin masih di dapur, membersihkan sisa darah dengan wajah pucat. Ayah Yasmin tak memedulikannya dan langsung menuju kamar.

Di dalam, istrinya mulai sadar. Wajahnya masih pucat, matanya berlinang ketakutan.

"I-ini… masih terjadi?" suaranya bergetar lemah.

Ayah Yasmin duduk di sampingnya, menenangkan. "Sudah, tenanglah. Aku sudah menguburnya. Kita harus kuat menghadapi ini."

Ibu Yasmin menelan ludah. "Kita harus bicara dengan Yasmin…"

Ayah Yasmin menghela napas panjang. "Buat apa?"

"Dia harus meminta maaf…" suara Ibu Yasmin hampir seperti bisikan. "Kita dihukum karena kesalahannya… Orang yang melakukan ini gila… gila dan obsesif…"

Ayah Yasmin mengepalkan tangannya. Dalam hati, ia setuju. Yasmin sudah keterlaluan sejak dulu, dan sekarang, ia telah mengganggu orang yang salah.

©Markas Darren: Permainan yang Masih Panjang©

Di sebuah bangunan besar yang tersembunyi di tengah kota, Darren masuk ke dalam markasnya dengan ekspresi puas. Hernan dan Arga berjalan di belakangnya, menikmati malam yang penuh teror tadi.Pengawal lain yang berjaga di markas menunduk hormat.

Hernan dan Arga menuju kamar mereka yang satu ruangan. Mereka masih terkekeh, menikmati permainan ini.

"Aku nggak menyangka Darren,bos kita bakal terobsesi sama saksi pembunuhan kita malam itu," ucap Arga sambil membuka jaket dan topengnya.

Hernan menyeringai. "Ya, menarik. Seorang saksi pembunuhan justru jadi pusat obsesi si pembunuh."

Sementara itu, Darren masuk ke kamarnya yang sunyi. Aroma ruangan ini hampir tak berbau, kecuali wangi sabun dan sesuatu yang lebih lembut… sesuatu yang mirip dengan aroma tubuh Aluna.

Di dinding kamar, puluhan atau bahkan ratusan foto gadis itu hampir menutupi seluruh permukaan.Darren melepas pakaiannya, masuk ke kamar mandi, dan membilas tubuhnya dari bau anyir darah. Air dingin mengguyur kulitnya, tetapi pikirannya hanya tertuju pada satu hal: Baby Chubby nya.

Setelah selesai, ia mengeringkan tubuh dan memakai pakaian santai.Ia berjalan mendekati dinding yang penuh foto Aluna. Jemarinya menyentuh wajah gadis itu dalam foto, lalu mengecup pipi chubby-nya dengan lembut.

"Baby Chubby ku…" bisiknya pelan, penuh obsesi. "Aku ingin menyentuh pipimu lagi…"

Ia tersenyum kecil, lalu berbaring di kasurnya. Besok pagi ada meeting dengan klien di perusahaan, dan ia harus tetap terlihat sebagai pria sukses yang normal.

Namun, dalam tidurnya, pikirannya tetap dipenuhi wajah Aluna.Dan rencana berikutnya untuk menghancurkan Yasmin.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!