Drasha, gadis desa cantik dan jenius yang hanya hidup berdua dengan ibunya tercinta. Sering dihina anak haram dan ibunya wanita penghibur, membuat Drasha ingin mengajak sang ibu ke luar negeri untuk memulai hidup baru.
Tak disangka, Drasha mengetahui fakta ternyata dia bukanlah anak kandung ibunya. Namun, Drasha tidak peduli. Dia tetap mau hidup bersama ibu yang telah merawatnya.
Suatu malam di pertengahan bulan Juli, Drasha melihat ibunya dibunuh di depan matanya sendiri. Dia bersumpah akan membalas dendam pada pria bernama Narendra Alveroz.
Dengan memasang tampang planga-plongo, Drasha memasuki kediaman keluarga konglomerat ternama dan Alveroz High School untuk melanjutkan misi balas dendam gadis itu.
"Ingat dengan permainan biola ini? Merasa nostalgia?" - Drasha
Siapakah Drasha sebenarnya? Apakah dia berhasil membalaskan dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga dan Sekolah Baru
Drasha melangkahkan sepatunya memasuki gebang Alveroz High School. Seragam rapi, wajah polos, kulit putih bening dan rambut hitam panjang yang lembut sangat kontras dengan cerita yang beredar bahwa dia gadis desa penerima beasiswa.
"Pertama kali ke kota nggak sih."
"Planga-plongo tapi cantik banget."
"Langsung jadi ranking satu tercantik ini mah, tinggal poles dikit."
"Eittt… jangan asal ngomong, entar lo kena sasaran anak-anak The Velvets."
Drasha tidak peduli dengan bisik-bisik itu, karena bola mata honey ambernya sibuk berbinar memandangi setiap sudut sekolah barunya. Mewah dan eksklusif.
Ya, tak pernah Drasha sangka kalau dia akan bersekolah di sini, memakai seragam sekokah elit dengan desain serta potongan yang unik. Pokoknya beda jauhlah dengan seragam sekolah Drasha ketika di desa.
Dan, semua itu berawal dari pertemuan tak terduganya dengan seorang wanita tua satu minggu yang lalu.
Nenek bernama Althea kehilangan kucingnya dan kebetulan Drasha yang menemukan kucing nenek tersebut. Nyonya Althea yang berkenalan dengan Drasha langsung tersedu-sedu dan memeluk gadis itu.
"Drasha, cucu oma… kamu akhirnya kembali."
"Maaf, Nyonya, saya cuma gadis desa yang baru pindah ke kota ini."
"Ya, tidak apa-apa, tapi nama kamu Drasha. Cucu oma yang hilang 15 tahun lalu namanya Drasha." Oma Althea memegang pundak Drasha dengan tatapan harunya.
"Tapi, Nyonya, nama Drasha bisa dipakai perempuan lain juga, bukan cuma saya, Nyonya," kata Drasha mencoba mengelak.
"Umur kamu berapa?"
"17 tahun."
Oma Althea kembali memeluk Drasha, kali ini lebih erat. "Cucu oma hilang 15 tahun lalu saat dia berusia 2 tahun, oma tidak salah orang, kamu pasti cucu oma, Drasha."
"Tapi, Nyonya… saya Drasha Melanie."
"Tidak… kamu adalah Drasha Ravery Alveroz."
Mendengar nama Alveroz disebut, Drasha akhirnya ikut pulang bersama Oma Althea.
Ketika tiba di mansion yang megah, Drasha menganga bukan main. Kediaman itu bahkan berkali-kali lipat luasnya ketimbang rumah Drasha di desa.
Selanjutnya, kedatangan Drasha pada saat itu membuat hampir seluruh penghuni mansion keluarga Alveroz gempar. Apalagi saat Drasha diumumkan sebagai putri tunggal Riovandra dan Tamara yang hilang 15 tahun lalu kini telah kembali.
Tapi, Riovandra dan Tamara yang katanya orang tua biologis Drasha justru terlihat biasa saja dengan kedatangan gadis desa itu. Mereka tahu, bukan sekali dua kali Nyonya Althea mengatakan kalau telah menemukan Drasha yang hilang. Dia pernah berkali-kali membawa perempuan muda masuk ke dalam mansion dan mengklaimnya sebagai Drasha.
Makanya Riovandra dan Tamara hanya menerima Drasha karena sekadar menuruti permintaan Nyonya Althea. Toh, mereka berdua sudah punya putri kesayangan yang diadopsi 12 tahun lalu, Cherryline Racquela Alveroz.
Dan gadis cantik yang dipanggil Cherryl itu dulunya tidak pernah merasa terancam ketika omanya bilang kalau menemukan Drasha. Tapi, kali ini, Cherryl merasa tidak tenang dengan kehadiran Drasha.
Malam itu, Drasha berkeliling menjelajahi mansion yang dianggap seperti kerajaan di dunia dongeng. Saat tiba di depan sebuah pintu yang dihias cantik, Drasha tercengang kagum.
Cherryl memperhatikan gadis itu. Tangannya mengepal kuat, hidungnya kembang kempis dan matanya menyipit tajam. Dia melangkah cepat menghampiri gadis itu.
"Ngapain lo di sini!?"
Drasha menoleh dan tampak terkejut dengan suara sinis Cherryl.
"Oh, aku cuma liat-liat, ini kamar kamu, yah, Cherryl?"
"Iya, kamar gue," Cherryl mendekat dengan tangan yang bersimpul depan dada. Sorotan matanya semakin tajam. "Kenapa? Lo merasa kalau ini sebenarnya kamar lo dan mau ngerebut balik karena lo adalah Drasha yang hilang, IYA?"
"Aku nggak mikir kayak gitu kok, Cherryl. Aku cuma lewat dan kagum sama desain pintu kamar kamu," kata Drasha santai.
"Lo harap gue percaya?" Cherryl menunjuk pundak Drasha. Dia merasa gadis ini hanya berpura-pura polos.
Drasha diam lalu meneguk salivanya kuat-kuat.
"Aku nggak ngerti kamu ngomong apa, aku cuma ngikutin kata oma dan gak mau dia kenapa-kenapa, aku gak ada niat merebut atau apapun yang kamu pikirin, Cherryl."
"Drama, lo cuma punya nama yang kebetulan sama dengan Drasha yang hilang, tapi lo belagak udah merasa jadi keturunan Alveroz."
"Aku nggak mikir kayak gitu, Cherryl," elak Drasha.
"Oke, kalau lo gak mau ngaku, kita lihat kepolosan siapa yang bakalan menang."
Cherryl mengendus berat lalu menabrakkan punggungnya sendiri ke tembok dan berteriak keras. Sementara, Drasha memiringkan kepalanya sedikit dengan ekspresi bingung.
"AAAAAA!!!!" pekik Cherryl.
Gadis berambut kecokelatan itu kemudian mengeluarkan air mata dan memegangi pundaknya, seolah kesakitan.
"Aku salah apa sih sama kamu, Drasha… hiks hiks hiks…"
Drasha mengangkat alisnya dan hanya berdiri di tempat tanpa membantu Cherryl yang sengaja melukai dirinya sendiri itu.
Riovan dan Tamara yang mendengar teriakan tersebut segera menghampiri Cherryl.
"Ada apa ini?" tanya Riovan dengan nadanya yang dingin. Dia menatap Cherryl lalu Drasha. Sementara, Tamara sudah membantu Cherryl berdiri. Wanita itu melirik tak suka pada Drasha.
"Drasha marah karena kamar dia beda jauh sama kamar aku yang sekarang, mah, pah…, hiks hiks hiks," tuduh Cherryl.
"Saya tidak pernah mengatakan hal itu, Tuan Riovan, Nyonya Tamara," kata Drasha, Lagi-lagi terlihat santai meski Riovandra dan Tamara tampak mempercayai perkataan Cherryl.
"Aku tahu kamu Drasha yang hilang, tapi tanpa kamu marah-marah aku bisa ngasih kamar yang memang seharusnya punya kamu, hiks hiks hiks, lagipula aku memang cuma anak adopsi," sahut Cherryl lagi.
"Cherryl, sayang, jangan ngomong gitu, kamu anak mama sama papa," kata Tamara menenangkan putri kesayangannya.
Selain itu, Riovan melirik Drasha tajam. "Jangan besar kepala hanya karena mama saya menganggap kamu Drasha yang hilang."
"Saya tidak merasa seperti itu, Tuan, saya tahu diri dan saya ke sini karena menuruti permintaan oma," ujar Drasha.
"Kalau begitu jaga sikap kamu," kata Riovan, lalu menuntun Cherryl dan Tamara masuk ke dalam kamar luas itu. Sementara, Drasha hanya mengedikkan bahu lalu berjalan menuju kamarnya.
Dan begitulah hari-hari Drasha satu minggu belakangan ini di mansion keluarga Alveroz. Terjebak dalam kepolosan Cherryl yang selalu menuduhnya yang tidak-tidak. Sekeras apapun dia menjelaskan tidak ada yang percaya. Bergantung pada oma Althea pun tidak membuahkan hasil karena penyakit yang diderita nyonya besar Alveroz itu.
Meski tidak dianggap, Drasha tetap bertahan karena beasiswa yang didapatkan berasal dari keluarga Alveroz. Dia tidak mau beasiswanya dicabut.
Kembali ke sekolah, Drasha akhirnya menyusuri koridor menuju ruang guru berdasarkan petunjuk di map sekolah yang sudah diinstal di hapenya.
Lalu –, Bruk…
Drasha tidak sengaja menabrak seorang cowok tinggi.
"Auchh, maaf." Drasha mendongak.
Aura cowok itu sangat dingin, sampai membuat Drasha seolah membeku sampai tulang-tulangnya. Cowok itu menatapnya sinis, lalu berjalan melewati Drasha.