Wira, pria pemalas yang sering membuat orang tuanya marah. Selain pemalas, Wira juga seorang pengangguran dan hobby menyaksikan film dewasa.
Suatu hari, Wira mengalami peristiwa yang membuatnya tiba-tiba berada di dunia lain dan terjebak dalam masalah tujuh wanita cantik yang menganggap mereka adalah bidadari.
Untuk memecahkan misteri keberadaannya di dunia itu, mau tidak mau Wira harus menjadi pelindung tujuh bidadari tersebut.
Berbagai masalah pun menghampiri Wira, termasuk masalah asmara terlarang antara manusia dan para bidadari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Pun Tiba
"Akang, mau makan tidak!" teriak salah satu bidadari.
Pria yang saat ini sedang termenung di dalam salah satu kamar agak tersentak.
"Keluar, Kang, kita makan sama sama!" ajaknya.
Pria itu mendengus kasar. Entah kenapa, dis merasa kesal, saat dipanggil Akang oleh para bidadari. Bagi Wira, panggilan tersebut terdengar sangat aneh untuk pria yang terlahir di jaman modern. Meski begitu, karena rasa lapar yang mendera, mau tidak mau, Wira tetap keluar dari dalam kamar.
Begitu keluar kamar, Wira kembali tertegun. melihat ketujuh wanita yang sedang berkumpul, ada sesuatu yang mulai mengeras di balik kain yang Wira kenakan. Pemuda itu berusaha menutupi sesuatu yang mulai menonjol di bawah perutnya. Wira segera duduk di lantai di mana para wanita itu berada, mengitari makanan yang telah tersaji.
"Makanannya cuma ini?" tanya Wira saat melihat beberapa hidangan yang tidak pernah dia makan sebelumnya. Meskipun Wira tinggal di kampung, tapi hidangan yang dia makan sangat berbeda jauh dengan yang ada dihadapannya saat ini.
"Iya, yang kami temukan di hutan hanya ini. Kenapa? Kamu nggak suka?" ucap salah satu bidadari.
Wira terdiam, seketika matanya menatap hidangan berupa singkong, ubi, kentang dan pisang rebus serta beberapa buah seperti pepaya dan pisang yang sebagian tadi direbus, sebagian lagi tidak. Dalam benak pemuda itu berkecamuk dan disaat itu juga dia teringat akan emaknya.
Ketujuh bidadari yang ada di sana hanya saling pandang sembari memperhatikan Wira yang terdiam.
Tanpa disadari, sebenarnya saat tadi melihat Wira keluar kamar, ketujuh bidadari cukup terkesima, menatap penampilan Wira.
Para Bidadari juga sempat tercengang kala melihat gambar di dada Wira. Gambar seperti sebuah simbol khusus. Hal itulah yang membuat para bidadari bertanya tanya, siapa sebenarnya pemuda itu.
Namun tidak dipungkiri, selain penasaran dengan gambar yang ada pada dada Wira, gambar tersebut juga membuat pesona Wira serasa berbeda.
Karena rasa lapar yang sudah sangat mendera perutnya, mau tidak mau Wira mulai menyantap makanan yang ada, sembari matanya jelalatan mencuri pandang ke arah pakaian yang dikenakan tujuh bidadari.
Yang penjadi pusat perhatian Wira tentu saja bagian paha dan dada yang seakan memberontak, ingin keluar dari jeratan baju yang menahannya. Wira yakin kalau para bidadari itu hanya mengenakan satu baju tanpa ada pakaian lagi di dalamnya.
"Kang, kami boleh tahu tidak, nama asli kamu siapa?" tanya salah satu bidadari yang duduknya ada disebelah kiri Wira.
"Wira," jawab Wira dengan mulut mengunyah ubi rebus. "Nama saya Wira."
"Oh... Namanya unik ya?" puji bidadari berbaju ungu.
Wira pun tersenyum tipis. "Sekarang kalian sudah tahu namaku, jadi jangan panggil aku kang kang lagi."
Kening para bidadari sontak saja saling berkerut. "Kenapa? Bukankah panggilan Kang itu memang sangat umum buat pria dewasa yang ada di bumi. Kang Wira, bukankah itu terdengar sangat bagus?" ucap wanita yang sama.
"Benar itu," sahut bidadari yang lainnya. "Kang Wira, bukankah panggilan itu membuat seorang pria lebih tampan dan nampak berwibawa dan dewasa?"
Wira tercenung untuk beberapa saat. "Ya sudah terserah kalian saja enaknya bagaimana," ucap Wira langsung luluh hanya karena sebuah pujian.
Julukan itu tidak pernah Wira dengar selama menjadi pria yang tumbuh dewasa. Karena biasanya Wira dipanggil Mas atau Bang di kampungnya.
"Kalian sendiri namanya siapa?" Wira kembali bersuara. Ketujuh wanita itu lantas menyebutkan namanya masing masing. Wira agak tercengang mendengarnya.
"Nama kalian kok aneh ya? susah untuk diingat. Apa tidak ada nama yang lebih mudah untuk diingat? Mana wajah kalian hampir sama lagi. Kaya bintang film dari negeri sakura yang sering aku tonton."
"Nggak ada," ucap salah satu bidari. "Kita tidak mungkin merubah nama kita. Kan nama kita sudah ada sejak kita menjadi bidadari."
Wira mendengus kasar sambil mengunyah pisang rebus. Dia terdiam tapi otaknya berpikir, mencari cara agar dia bisa mengingat nama para ketujuh bidadari. Hingga beberapa saat kemudian, Wira teringat sesuatu.
"Khusus untuk aku, aku akan merubah nama panggilan kalian ya? Biar aku enak manggilnya," ucap Wira beberapa saat kemudian.
"Merubah nama kami? Maksudnya, Kang?" tanya salah satu bidadari mewakili bidadari yang lainnya.
"Ya biar aku lebih mudah memanggil kalian saat kita ngobrol seperti ini," ucap Wira. "Aku akan memanggil kalian dengan nama Dewi dan disesuaikan dengan warna baju yang yang kalian pakai."
Tujuh bidadari kembali saling pandang. lalu mereka menatap Wira dengan tatapan menuntut sebuah penjelasan lebih. Wira lantas kembali memberi tahu apa yang diminta ketujuh bidadari.
"Begini, begini. Kalian kan saat ini memakai baju dengan warna yang berbeda. Ada yang hijau, kuning, Nila, jingga, merah, biru, dan ungu. Aku memanggil kalian dengan warna warna itu aja misalnya bidadari yang memakai baju ungu, aku memanggilnya Dewi Ungu. Bidadari yang memakai baju Hijau akau memanggilnya dewi hijau, gimana? Biar aku lebih mudah mengingatnya?"
Ketujuh bidadari kembali saling tatap dan sepertinya mereka sedang berdiskusi melalui tatapan matanya.
"Baiklah, terserah Kang Wira saja enaknya bagaimana? Lagian baju yang kami pakai ini memang simbol, untuk membedakan kami saat di langit bersama bidadari yang lainnya."
Akhirnya kesepakatan pun tercipta dan mereka kembali berbincang dengan menikmati hidangan yang ada.
#####
Sementara itu, di tempat lain, tepatnya disebuah istana, Raja dari istana tersebut, sedang memandangi bulu yang baru saja dia dapat, dari panglima kerajaan. "Apa bulu angsa emas ini hanya ada satu, Panglima?"
"Iya, Yang mulia, saya hanya menemukan satu helai bulu Angsa emas saat saya mengambil air di tepi sungai," jawab Panglima.
Sang Raja nampak manggut-manggut. "Berarti di bumi ini, ada satu bidadari yang sedang bermain, dan kemungkinan, dia tidak kembali ke langit karena kehilangan bulu Angsa ini," ucap Raja. "Cari dia, Panglima! Aku Harus mendapatkannya. Dia harus menjadi istriku, Panglima."
"Baik, Yang mulia."
Panglima segera pergi. Sedangkan sang Raja menyeringai sambil menatap bulu Angsa emas di tangannya.
"Dengan menikahi bidadari, berarti impianku sebagai raja langit pasti akan terwujud, hahaha ..." suara tawa Raja langsung menggelagar dan suara tawanya terdengar sangat menakutkan.
####
Masih di waktu yang sama tapi di tempat yang berbeda, sehelai bulu emas juga sedang dipandangi oleh seorang pria berwajah seram. Sesekali pria itu menyeringai dengan segala pemikiran yang sedang dia rasakan saat ini.
"Apa yang akan ketua lakukan dengan bulu Angsa Emas itu?" tanya seoang pria yang berada satu tempat dengan pria yang dipanggil ketua.
Pria itu tersenyum sinis dan menatap pria yang tadi melempar pertanyaan. "Tentu saja, saya harus mendapatkan pemilik bulu Angsa emas ini. Kalian tahu bukan, jika darah perawan dari pemilik bulu angsa emas bisa aku dapatkan maka, aku bisa menjadi manusia yang paling kuat dan abadi, hahaha..."
berarti masih ada enam bidadari lagi yang mesti di cairkan...hahahhaa...
dengan keahlian jemarimu itu Thor, bisalah di selipkan nama nama pembaca cowok sebagai tokohnya, pastinya kan kami pasti mengagumi karyamu ini Thor..
Moso yoo cuma tokoh Wira saja toohh...hihihiiiiii ngarep banget sih saya yaaaa...🤭🤭🤭
..hemmm
wes, tambah lagi kopinya Thor, gulanya dikiiiiitt aja...
🤭