NovelToon NovelToon
Dunia Dzaka

Dunia Dzaka

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi / Keluarga / Trauma masa lalu
Popularitas:599
Nilai: 5
Nama Author: Bulan_Eonnie

Aaron Dzaka Emir--si tampan yang hidup dalam dekapan luka, tumbuh tanpa kasih sayang orang tua dan berjuang sendirian menghadapi kerasnya dunia.

Sebuah fakta menyakitkan yang Dzaka terima memberi luka terbesar sepanjang hidupnya. Hidup menjadi lebih berat untuk ia jalani. Bertahan hidup sebagai objek bagi 'orang itu' dan berusaha lebih keras dari siapapun, menjadi risiko dari jalan hidup yang Dzaka pilih.

Tak cukup sampai di situ, Dzaka harus kehilangan salah satu penopangnya dengan tragis. Juga sebuah tanggung jawab besar yang diamanatkan padanya.

Lantas bagaimana hidup Dzaka yang egois dan penuh luka itu berlanjut?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulan_Eonnie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DD 05 Putra Mahkota Boneka

Sky High School dibuat heboh dengan kedatangan pemilik yayasan sekolah. Bisik-bisik tentang berbagai kemungkinan dimulai.

Sosok tegap yang berjalan diikuti bodyguard-nya itu membuat nyali para murid ciut.

Raffa yang saat itu sedang berjalan di lapangan menuju gedung IPA berhenti sejenak memerhatikan tujuan dari sosok itu. Setelah yakin dengan apa yang ia lihat, Raffa tersenyum miring dan melangkah menuju kelas Dzaka dan Tanvir.

Dzaka dan Tanvir yang semula sibuk dengan catatan di depan mereka dibuat heran saat semua teman kelasnya sudah beralih memenuhi koridor dengan heboh.

Tak lama Raffa muncul dengan santai membuat keduanya mengerutkan kening heran.

“Ada apa sih ini? Kok pada heboh gitu?” tanya Tanvir yang sangat penasaran.

Raffa tersenyum senang seraya merangkul bahu Dzaka dari samping. “Pemilik yayasan datang demi cucu tercinta. Haha.”

Dzaka hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat reaksi bahagia Raffa yang begitu kentara. Tanvir yang tak tahu-menahu dibuat semakin penasaran.

“Kok lo yang seneng sih? Kan cucunya Dzaka,” ujar Tanvir yang masih tak mengerti permasalahannya.

Raffa berdecak pelan. Ia lupa bahwa permasalahan kemarin belum mereka beri tahu kan pada Tanvir. “Nanti lo bakal tau, Vir.”

Benar saja. Tak lama datang seorang siswa yang ngos-ngosan lantaran berusaha secepat mungkin memanggil Dzaka di lantai tiga.

“B-Bang Dzaka. Hosh ... hosh. Disuruh ... hosh ... ke ruang guru.” Siswa itu masih mencoba mengatur pernapasannya.

“Oke, makasih ya.” Dzaka melangkah meninggalkan kelasnya menuju ruang guru diikuti Raffa dan Tanvir.

Sepanjang perjalanan banyak mata memerhatikan mereka. Jika Tanvir bersikap cuek seperti biasa, maka Raffa memanfaatkan momen ini untuk menambah popularitasnya di kalangan anak IPA.

“Permisi,” ujar Dzaka seraya memasuki ruang guru bersama Raffa dan Tanvir.

Semua mata kini tertuju pada mereka bertiga. Ah, lebih tepatnya pada Dzaka. Sebab, semua ini terjadi karena Dzaka. Sebisa mungkin Dzaka membuat dirinya tenang. Meski sebenarnya perasaannya tak karuan.

“Apa begini kinerja sekolah ini? Menutupi pengumuman olimpiade dari muridnya dan memajukan murid sesuai besarnya sogokan?” tanya sosok itu membuat semua orang terdiam.

“Kenapa diam? Jawab pertanyaan saya! Apa begini kinerja sekolah ini, hah?!” tanyanya sekali lagi.

Kepala sekolah tampak pucat pasi mendapat pertanyaan seperti itu. “Tidak, Pak. Ka-kami mengirim murid yang pantas dari sistem seleksi,” jawab kepala sekolah terbata.

Pemilik yayasan lantas berdecak membuat semua orang bersiap-siap menanti reaksinya.

“Jika kalian pikir saya tidak tahu apa pun, maka kalian salah besar. Mencari informasi itu hal kecil bagi saya. Sogokan? Bahkan tanpa sogokan, cucu saya mampu maju dengan usahanya sendiri.” Sosok itu menoleh pada Dzaka yang terdiam.

“S-saya mi-minta maaf, Pak. S-saya janji akan lebih berhati-hati.” Kepala sekolah berusaha melindungi dirinya.

“Saya tidak meminta apa-apa selain kinerja terbaik dari kalian. Untuk saat ini tunggu saja. Kalian yang berani main api. Jadi, jangan salahkan saya!" Sosok itu melangkah meninggalkan ruang guru dan menepuk pelan bahu Dzaka sebelum benar-benar pergi. Raffa dan Tanvir yang berada di belakang Dzaka dibuat terdiam.

“Dzaka! Ikut saya!” Pak Ardi yang menjadi pembimbing kelas olimpiade membawa Dzaka menuju belakang ruang guru.

Tak ingin terjadi sesuatu dengan Dzaka, Tanvir dan Raffa mengikuti mereka dari belakang dan bersembunyi di balik tembok.

“Kenapa kamu mengadukan hal ini pada kakekmu? Bukankah seharusnya kamu memberikan kesempatan pada murid lain untuk mendapatkan sertifikat penghargaan di olimpiade sains yang selalu mereka impikan?” tanya Pak Ardi dengan penuh penekanan.

Dzaka mengalihkan pandangannya dari wajah gurunya itu. Ia menghela napas malas. Dzaka tersenyum tipis melihat wajah itu memerah menahan amarah. Baru saja ‘orang itu’ pergi, guru ini sudah mencari gara-gara.

“Maaf, Pak. Saya bahkan gak tau or—eh maksudnya kakek saya bakal ke sini. Lagipula saya gak tau kalau ada olimpiade sains beberapa waktu lalu, Pak.” Dzaka mengakhiri ucapannya dengan tersenyum sopan yang malah membuat gurunya itu semakin naik darah.

“Tapi benar, kan, kamu yang mengadu?” Pak Ardi sepertinya belum puas jika belum menyudutkan Dzaka.

Dzaka menggelengkan kepalanya pelan. “Bapak bisa memberi tahu saya apa saja yang sudah dikatakan kakek saya kepada Bapak. Siapa tau nanti Bapak bisa semakin menyudutkan saya kalau terbukti saya memang mengadu,” ujar Dzaka seraya menatap gurunya itu datar.

“Ah, kamu tidak perlu tau itu. Saya yakin kamu memang mengadu! Mentang-mentang cucu pemilik yayasan, kamu jadi belagu!” Pak Ardi mendorong bahu Dzaka, membuat Dzaka terdorong ke belakang.

“Kamu sama saja seperti yang lainnya! Anak-anak orang berduit yang berlindung dengan kekuasaan orang tua! Pura-pura baik dan berprestasi lalu berusaha mengusir satu persatu orang-orang yang kalian anggap pengganggu!”

Dzaka kembali terdorong ke belakang. Namun, ia memilih diam dan mendengarkan semua ocehan tidak berfaedah guru yang selalu ia hormati itu. Ia baru sadar kenapa guru itu memilih lokasi ini. Tidak ada sama sekali CCTV yang akan menangkap aksinya.

Baru saja tangan Pak Ardi terangkat ke udara, bersiap menghantam pipi Dzaka, sebuah suara menghentikan aksinya. Bahkan membuat Pak Ardi terdiam di tempat.

"Ingin macam-macam dengan Keluarga Emir rupanya," sinis sosok itu membuat Dzaka menoleh takut.

Raffa dan Tanvir yang tadinya bersembunyi segera menghampiri Dzaka. Mereka juga terkejut dengan kehadiran Paman Adi di sana.

"S-sudah, Paman." Dzaka memegang lengan sosok itu gemetar.

"Tapi, Tuan Muda! Ini sudah keterlaluan!" Sangat jelas emosi yang terpancar dari raut wajah pria paruh baya itu.

Dzaka kembali menggeleng pelan. Paman Adi akhirnya menghempas tangan Pak Ardi masih dengan tatapan nyalang. Sedangkan yang ditatap tengah gemetar dengan wajah pucat pasi.

"Tuan menyuruh saya membawa Tuan Muda Dzaka ke mobil."

Dzaka mengangguk dan berjalan mengikuti Paman Adi, begitu juga Raffa dan Tanvir.

Setelah pintu mobil dibuka, Dzaka masuk dan duduk gelisah di samping orang itu.

"Apa kamu pernah disakiti oleh Ardi?" Pertanyaan to the point itu lantas membuat Dzaka menegang seketika.

Namun, ia mencoba menguasai dirinya agar tak mencurigakan. "T-tidak ada."

Orang itu memicing dengan mata elangnya yang mengintimidasi keberadaan Dzaka. "Benarkah?"

Dzaka yang gugup hanya mampu mengangguk patah-patah. Atmosfer mobil ini terasa menyesakkan bagi Dzaka.

"Kalau kamu punya informasi tentang Ardi, silakan katakan lewat Adi ataupun Edah. Ini akan menjadi bukti tambahan untuk saya menjebloskan dia." Nada tegas dari orang itu membuat Dzaka terdiam.

Setelah tak ada lagi yang dibicarakan, Dzaka pamit kembali ke kelas bersama sahabatnya.

Sepanjang jalan Dzaka hanya diam. Pikirannya masih dipenuhi kemungkinan yang akan terjadi pada Pak Ardi.

Raffa dan Tanvir yang juga tahu permasalahannya dari Paman Adi ikut terdiam. Ternyata guru itu sudah melangkah terlalu jauh.

Saat mereka sampai di taman yang menjadi batas antara gedung IPA dan gedung IPS, mereka duduk dengan pikiran masing-masing.

"Ka, video tadi gue kirimin ke email kakek lo, ya," ujar Raffa memecah hening di antara mereka.

“Jangan, Fa. Gue gak mau nambah masalah. Gue yakin sekarang posisi guru itu sedang terancam. Gue tau ‘orang itu’ gak main-main kalau ada yang gak sesuai sama rencana dia.”

Alasan Dzaka tak pernah berani mengambil jalur lain, karena ia tahu posisinya akan semakin sulit saat tak berjalan sesuai arahan si penguasa.

Dzaka sadar dirinya hanya boneka yang dipertontonkan layaknya putra mahkota. Semua orang dibuat tunduk, meski memiliki dendam di hati mereka. Hanya karena tak ingin berurusan dengan Keluarga Emir.

Terlalu baik gak akan bikin semuanya baik-baik aja. Sebab, yang namanya kejahatan selalu mencoba merusaknya, batin seseorang menatap Dzaka sendu.

Setidaknya cuma ini yang bisa gue lakuin sekarang, batin Dzaka.

1
Jena
Bener-bener bikin ketagihan.
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih kakak❤️ Nantikan terus updatenya ya kak😊
total 1 replies
bea ofialda
Buat yang suka petualangan, wajib banget nih baca cerita ini!
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih kakak sudah mampir❤️
total 1 replies
Mamimi Samejima
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih sudah mampir kakak❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!