Fahrul Bramantyo dan Fahrasyah Akira merupakan sahabat sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan. Mereka sangat akrab bak saudara kembar yang merasakan setiap suka dan duka satu sama lain.
Namun semuanya berubah saat kesalahpahaman terjadi. Fahrul menjadi pria yang sangat kasar terhadap Fahra. Beberapa kali pria itu membuat Fahra terluka, hingga membuat tubuh Fahra berdarah. Padahal ia tau bahwa Fahra nya itu sangat takut akan darah.
Karena Fahra kecil yang merasa takut kepada Fahrul, akhirnya mereka pindah ke Malang dan disana Fahra bertemu dengan Fahri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LoveHR23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian Lalu
Suasana meja mereka terdengar riuh karena suara tawa mereka yang sesekali begitu kencang. Beberapa orang yang berada dikantin hanya berani melirik, tanpa berani menatap secara terang-terangan ataupun menegur.
Keriuhan tawa mereka semakin bertambah saat Ridho menceritakan tentang Beni yang dipukul Cinta kepada Fahrul. Rasa tak percaya sempat menghampiri Fahrul, namun ia juga tau bahwa Ridho tak akan berbohong hanya untuk membuat suasana menjadi ramai.
Sesekali Beni mencebikkan bibir bawahnya karena kesal dan malu dengan cerita Ridho. Pipi Beni mulai memerah saat Fahrul menatapnya dengan sebuah tawa keras.
"Hahaha makanya lo gak usah sok jagoan, kalau kemampuan lo masih gak seberapa." ucap Fahrul sembari tertawa.
"Udah sempet gue ingetin, tapi nih bocah masih belagu sih!" sahut Ridho tak mau kalah.
"Emangnya dia beneran satu dojo sama lo, Rul?" tanya Beni.
"Iya"
"Kok lo gak pernah cerita sih!" sahut Beni begitu cepat dan sedikit menaikkan nada bicaranya. Ridho hanya melihat dan mendengar dengan seksama perbincangan kedua sahabatnya.
"Emangnya cerita tentang Cinta itu sepenting apa sampe gue harus cerita soal dia ke kalian?" tanya Fahrul logis dan santai.
"Iya juga sih" ucap Ridho yang sedari tadi hanya diam.
"Yaa kan biar gue sama Ridho tau aja. Terus, kenapa dia bisa hebat gitu?" tanya Beni begitu bersemangat.
"Ya kalau itu gue gak tau. Lo tanya aja sama dia." jawab Fahrul sembari mengangkat kedua bahu dan alisnya.
"Terus, sejak kapan lo kenal dia? Apa saat kalian pertama kali masuk taekwondo?" tanya Ridho mulai penasaran.
"Enggak juga. Gue masuk taekwondo tuh dari SD, sedangkan gue baru kenal Cinta pas SMP."
"Kok bisa samaan sih sabuknya?" tanya Beni.
"Duh kalian banyak tanya banget sih."
"Cerita dikit lah Rul." bujuk Beni.
"Hmmm" Fahrul menghela nafasnya berat.
"Jadi tuh, dari SMP sampe sekarang, gue selalu satu sekolah dan bahkan satu kelas juga sama si Cinta itu. Waktu awal-awal masuk SMP, gue sama dia itu seringgg banget berantem. Gak lama kemudian, ehh tau-tau nya dia latihan di dojo yang sama kayak gue. Bahkan sabuk kami juga sama. Gue aja kaget, pantes aja tuh anak bisa ngelawan gue. Ehh ternyata dia juga bisa bela diri." jelas Fahrul panjang lebar.
"Tapi kok dia diem terus ya? Apalagi pas liat lo, dia kayak takut dilahap sama lo." ucap Beni sembarangan.
Fahrul terkekeh saat mendenger pertanyaan Beni. Ntah mengapa ia merasa ingin tertawa saat mengingat kejadian itu.
"Itu loh, kalian tau kan kalau gue pernah dapet kasus nyium kakak kelas secara paksa? Nahh karena itu sih kayaknya dia mulai jauh-jauh dari gue. Bahkan saat gue ngajakin dia berantem, dia gak ngelawan sama sekali dan cuma diem. Kayakkk gak mau cari masalah gitu sama gue. Dari situ gue mikir, kayaknya dia takut gue apa-apain deh." ucap Fahrul sembari terkekeh.
"Ohh jadi Cinta anti Fahrul club toh" Ridho menganggukkan kepalanya.
"Ah mantap, gue tau kelemahan dia. Fiks gue bakal balas dendam." kali ini Beni terlihat begitu bersemangat.
"Hati-hati lo, nanti digebok lagi hahahaha" ucap Fahrul tertawa.
"Dih, apaan sih lo Rul. Tenang aja, gue kan udah tau kelemahan dia." jawab Beni tersenyum licik.
~>>•<<~
(Backsound : Kau Yang Sembunyi ~ Hanin Dhiya)
Disebuah kamar dengan berbagai poster balap dan joker terpajang jelas di dinding kamar Fahrul. Pria itu terlihat sedang sibuk memainkan gitar dengan beberapa alunan lagu.
Raut wajahnya terlihat bimbang dan tak menentu. Lagu yang ia mainkan pun beberapa kali salah.
"Ahh kenapa sih otak gue? Apa gue belajar aja ya?"
Fahrul mulai beranjak dari kasur dan mengambil sebuah buku dimeja belajarnya. Namun fikiran itu lagi-lagi tak dapat ia hindari. Fikiran tentang Fahra yang beberapa hari tidak masuk sekolah. Beberapa kali pria itu mencoba untuk mengalihkan fikirannya, namun tetap tidak bisa.
"Fiks gue olahraga aja biar gak kepikiran Fahra lagi." ucapnya dan bergegas melakukan push-up.
"Aaaaa perasaan gue makin gak enak. Apa Fahra beneran mau meninggal ya?" tanya pria itu pada dirinya sendiri.
Karena frustasi, pria itu berdiri dan tanpa sengaja Fahrul melihat tupperware yang berisi beberapa stok coklat di meja belajarnya. Terbesit sesuatu yang tak pernah ia fikirkan sebelumnya. Ia tersenyum saat melihat coklat-coklat itu dan bergegas mengambil jaket dan coklat yang berada diatas meja itu.
Fahrul berlari-lari dirumahnya yang ternyata dilihat oleh Bu Rina. Wanita itu heran dengan sikap putranya yang berlari keluar. Dengan segera pula, Bu Rina memanggil Fahrul dan menghampirinya. Mata Bu Rina teralihkan pada tupperware yang dipegang Fahrul. Ia tau betul isi tupperware yang dibawa putranya itu adalah stok coklat kesukaan Fahrul.
"Kamu mau kemana bawa coklat itu?"
"Itu Mah, si Beni ngidam coklat yang aku stok katanya." jawab Fahrul tak masuk akal. Bu Rina semakin bingung dan tak mengerti apa yang dimaksud Fahrul.
"Bukannya Beni gak suka...." belum selesai Bu Rina berbicara, Fahrul segera memotong ucapan Mamahnya dengan salaman.
"Aku pergi, Mah." ucapnya dan bergegas pergi dengan motor ninja berwarna biru miliknya.
Bu Rina hanya menggelengkan kepalanya melihat sikap Fahrul yang aneh.
"Bukannya Beni gak suka coklat ya? Setau aku sih, yang suka coklat itu Fahra. Ah tapi kayaknya gak mungkin deh kalau Fahrul mau ngasi stok coklat nya ke Fahra. Apa lagi hubungan mereka sedang gak baik-baik aja sekarang." ucap Bu Rina mengangkat kedua bahu serta alisnya dan bergegas masuk ke dalam rumah.
Di perjalanan, Fahrul mengingat sesuatu. Dengan segera pria itu mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya.
"Halo" ucap seorang pria diseberang telepon, yang tak lain adalah Ridho.
"Do, lo cariin alamat Fahra dong. Tapi inget, jangan sebut-sebut nama gue."
"Buat apa, Rul?"
"Gak usah banyak tanya, bisa gak?" tukas Fahrul tajam.
"Eits, santai bosss. Iyaa, bentar lagi gue kirim alamatnya."
Tanpa berkata apa pun, Fahrul menutup telepon sembari menunggu alamat rumah Fahra dari Ridho. Beberapa saat menunggu, akhirnya apa yang ia tunggu dapat juga. Ridho mengirim pesan padanya dengan mencantumkan alamat Fahra.
"Ehh, gak terlalu jauh dari komplek gue." ia bergegas memasukkan ponsel dan menancap gas motornya.
Fahrul memberhentikan motornya lumayan jauh dari rumah Fahra agar tidak terjadi keributan. Setelah mengetuk pintu, Fahrul pergi dan meletakkan coklatnya didepan pintu.
Terlihat Bu Susan yang keluar membuka pintu. Ia melihat jelas tupperware yang ada didepan pintu rumahnya dengan sepucuk surat yang terletak diatas tupperware itu.
"GWS?" ucap Bu Susan yang membaca surat itu hanya berisikan kata 'GWS'.
"Siapa yang ngantar?"