Namanya Wang Chen. Dia adalah seorang pemuda bodoh yang bahkan dianggap gila oleh para murid Perguruan Tangan Sakti.
Hanya Souw Liancu yang tidak melihat seperti itu. Souw Liancu merasa Wang Chen selalu melindunginya dan kekuatan Wang Chen tidak ada bandingannya.
Wang Chen bisa bertindak di luar nalar saat dibutuhkan, dan bisa muncul jadi sosok tangguh saat dibutuhkan. Souw Liancu tahu kalau Wang Chen memiliki latar belakang luar biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gregorious, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4 Diberikan Petunjuk
Setelah Souw Liancu pergi, Tan Peklong berdiri sendirian di halaman latihan dengan wajah marah. Ia kemudian berbalik dan berjalan cepat menuju kamar Souw Liancu, di mana ia tahu Wang Chen sedang membersihkan ruangan.
Wang Chen sedang menyapu lantai ketika Tan Peklong masuk dengan wajah merah padam.
"Ini semua salahmu!" bentak Tan Peklong sambil menunjuk Wang Chen. "Gara-gara kau yang lemah dan selalu ditindas, sekarang Nona Souw harus mempertaruhkan dirinya di arena! Kalau saja kau tidak ada, semua ini tidak akan terjadi!"
Wang Chen berhenti menyapu dan menatap Tan Peklong dengan ekspresi datar. Kemudian, entah kenapa, sudut bibirnya terangkat sedikit membentuk sesuatu yang mirip senyuman mengejek.
"Apa?! Kau berani mengejekku?!" Tan Peklong menjadi semakin marah. Ia melangkah maju dan menendang Wang Chen dengan keras di dadanya.
Wang Chen terpental ke belakang, hingga keluar rumah dan jatuh ke dalam semak-semak yang tumbuh di tepi halaman. Tubuhnya hilang di antara dedaunan lebat.
Tan Peklong masih terengah-engah karena marah. Setelah beberapa saat, ia mulai merasa sedikit bersalah. Mungkin ia bertindak terlalu kasar. Lagipula, Wang Chen memang orang yang tidak waras, tidak pantas ia marah kepada orang seperti itu.
Ia berjalan mendekati semak-semak. "Wang Chen? Bangunlah. Maafkan aku tadi bertindak terlalu kasar."
Tidak ada jawaban.
Tan Peklong menyingkirkan dedaunan semak-semak, mencari Wang Chen di antara ranting dan daun. Tetapi yang ia temukan membuatnya bingung. Wang Chen tidak ada di sana. Semak-semak itu tidak terlalu besar, dan tidak ada jalan lain untuk keluar kecuali melewatinya, tetapi Wang Chen telah menghilang tanpa jejak.
"Ke mana dia pergi?" gumam Tan Peklong sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Ia mencari di sekitar area itu selama beberapa menit, tetapi tidak menemukan tanda-tanda Wang Chen. Akhirnya, ia memutuskan bahwa mungkin Wang Chen sudah lari ke tempat lain. Lagipula, orang gila memang tidak bisa diprediksi.
Mengingat bahwa pertarungan Souw Liancu akan segera dimulai, Tan Peklong memutuskan untuk pergi ke Arena Unjuk Kekuatan. Ia harus ada di sana untuk mendukung Nona mudanya, apa pun yang terjadi.
***
Arena Unjuk Kekuatan terletak di bagian tengah kompleks Perguruan Tangan Sakti. Bangunan berbentuk oktagonal dengan atap terbuka, memungkinkan cahaya matahari masuk menerangi arena di tengahnya. Tribun penonton mengelilingi arena dalam beberapa tingkat, dan hari ini tempat itu sudah mulai ramai dengan murid-murid yang datang untuk menonton.
Souw Liancu berdiri di pinggir arena, mengenakan jubah latihan berwarna putih. Rambutnya diikat tinggi, wajahnya tenang tetapi matanya memancarkan tekad yang kuat.
Di seberang arena, Li Feng berdiri dengan senyum sombong di wajahnya. Ia adalah pemuda tinggi dan berotot, dengan bekas luka di pipi kirinya yang membuatnya terlihat lebih menakutkan.
"Jadi, gadis kecil ini yang berani menantangku?" ejek Li Feng dengan suara keras yang bergema di arena. "Aku dengar kau baru saja mencapai level enam. Berani sekali kau menantangku yang sudah di level delapan."
Souw Liancu tidak menjawab ejekan itu. Ia hanya menatap Li Feng dengan tatapan tajam.
Seorang guru senior yang bertugas sebagai wasit berdiri di tepi arena. "Ini adalah pertarungan resmi di Arena Unjuk Kekuatan. Aturannya sederhana. Pertarungan berlangsung hingga salah satu pihak menyerah, tidak sadarkan diri, atau terjatuh keluar dari arena. Penggunaan senjata mematikan dilarang. Serangan yang bertujuan membunuh juga dilarang. Apakah kalian berdua mengerti?"
"Mengerti," jawab keduanya serempak.
"Baik. Bersiaplah... Mulai!"
Li Feng langsung menyerang dengan gerakan cepat. Ia meluncur ke depan, tinjunya yang diselimuti energi spiritual berwarna merah melayang menuju wajah Souw Liancu. Kecepatan dan kekuatan serangannya membuat angin berdesir.
Souw Liancu menghindar dengan cepat, tubuhnya meliuk ke samping. Ia membalas dengan sapuan kaki yang membidik kaki Li Feng, tetapi pemuda itu melompat mundur dengan mudah.
"Lumayan juga gerakanmu," komentar Li Feng sambil tersenyum. "Tetapi itu tidak cukup!"
Ia menyerang lagi, kali ini dengan kombinasi pukulan dan tendangan yang beruntun. Souw Liancu berusaha memblokir dan menghindar, tetapi perbedaan pengalaman dan kekuatan mulai terlihat. Setiap kali ia memblokir pukulan Li Feng, tangannya terasa kebas karena kekuatan yang luar biasa.
Li Feng memang sudah berlatih di perguruan ini selama tiga tahun, jauh lebih lama dari Souw Liancu. Pengalaman bertarungnya sangat banyak, dan ia tahu cara membaca gerakan lawan. Setiap serangan Souw Liancu seperti sudah ia prediksi sebelumnya.
Pertarungan berlangsung sengit. Souw Liancu mencoba berbagai teknik yang telah ia pelajari, tetapi Li Feng seperti memiliki jawaban untuk semuanya. Perlahan tetapi pasti, Souw Liancu mulai terdesak. Napasnya mulai terengah-engah, sementara Li Feng masih terlihat segar.
"Sudah menyerah?" tanya Li Feng dengan nada mengejek.
Souw Liancu tidak menjawab. Ia mengumpulkan energi spiritualnya dan melancarkan serangan pamungkas yang telah ia pelajari, sebuah teknik pukulan yang disebut Pukulan Angin Puyuh. Tinjunya berputar dengan cepat, menciptakan pusaran angin kecil yang menuju ke dada Li Feng.
Li Feng menyeringai. Ia tidak menghindar, tetapi malah maju dengan serangan balasannya. Tinjunya yang lebih kuat menembus pertahanan Souw Liancu dan menghantam dadanya dengan keras.
Souw Liancu terpental ke belakang dan jatuh terduduk di lantai arena. Rasa sakit menjalar di dadanya, ia hampir tidak bisa bernapas. Darah merembes dari sudut bibirnya.
Suara penonton membuat keributan. Ada yang bersorak mendukung Li Feng, ada yang merasa kasihan pada Souw Liancu.
Li Feng berjalan mendekat dengan langkah santai. "Sudah kubilang, kau terlalu lemah untukku. Sebaiknya kau pulang saja ke rumahmu dan jangan lagi belajar di Perguruan Tangan Sakti. Tempat ini bukan untuk gadis lemah sepertimu."
Kata-kata itu seperti cambuk yang membakar hati Souw Liancu. Amarah meluap di dadanya. Pulang? Berhenti belajar? Tidak, dia tidak akan pernah menyerah. Dia datang ke sini dengan tekad untuk menjadi kuat, untuk bisa melindungi dirinya sendiri dan orang-orang yang ia sayangi. Dia tidak akan membiarkan Li Feng atau siapa pun menginjak-injak tekadnya.
Dengan susah payah, Souw Liancu bangkit berdiri. Tubuhnya gemetar, tetapi matanya masih menyala dengan api tekad yang tidak padam.
"Aku tidak akan pulang," katanya dengan suara parau tetapi tegas. "Aku tidak akan menyerah."
Li Feng tertawa. "Keras kepala seperti semua perempuan. Baiklah, kalau kau memaksa, aku tidak akan menahan diri lagi."
Ia bersiap untuk melancarkan serangan terakhir yang akan membuat Souw Liancu tidak sadarkan diri. Tetapi sebelum ia menyerang, Souw Liancu secara tidak sengaja menatap ke arah tribun penonton.
Di sana, di antara kerumunan orang, ia melihat Wang Chen.
Pemuda itu duduk sendirian di pojok tribun, menatapnya dengan pandangan yang berbeda dari biasanya. Tidak lagi kosong atau tidak fokus, tetapi tajam dan penuh perhatian. Dan yang lebih aneh lagi, Wang Chen mulai bergerak.
Gerakannya sangat halus, hampir tidak terlihat oleh orang lain yang sibuk menonton pertarungan. Tangannya bergerak perlahan di udara, kakinya bergeser sedikit, tubuhnya berputar dengan cara yang sangat spesifik.
Souw Liancu menatapnya dengan intensitas tinggi, dan sesuatu di dalam pikirannya berbisik bahwa gerakan-gerakan itu bukan sembarangan. Itu adalah petunjuk.
Gerakan pertahanan untuk serangan Li Feng. Cara mengalihkan momentum. Sudut serangan balik yang sempurna.
Tanpa berpikir panjang, Souw Liancu memutuskan untuk mempercayai instingnya.