Seruni adalah seorang gadis tuna wicara yang harus menghadapi kerasnya hidup. Sejak lahir, keberadaannya sudah ditolak kedua orang tuanya. Ia dibuang ke panti asuhan sederhana. Tak ada yang mau mengadopsinya.
Seruni tumbuh menjadi gadis cantik namun akibat kelalaiannya, panti asuhan tempatnya tinggal terbakar. Seruni harus berjuang hidup meski hidup terus mengujinya. Akankah ada yang sungguh mencintai Seruni?
"Aku memang tak bisa bersuara, namun aku bisa membuat dunia bersuara untukku." - Seruni.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Runi! Runi!
Seruni
Mendengar Mas Avian menyebut wanita cantik yang sedang berjalan menuju kami dengan sebutan calon tunangan membuat hatiku seperti terbakar. Rasanya panas. Kalau punya calon tunangan, berarti Mas Avian sebentar lagi akan menikah dong?
Sayangnya aku harus sabar menunggu sampai percakapan Mas Avian dengan perempuan cantik bernama Aulia itu selesai. Mas Avian memperkenalkanku pada Mbak Aulia. Mbak Aulia menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan tatapan merendahkan. Jangan harap wanita seperti Mbak Aulia mau menjabat uluran tanganku, ia saja seolah menganggapku tak ada dan terus bergenit ria pada Mas Avian.
Aku si babu tahu diri ini hanya bisa diam melihat tuan muda dan calon tunangannya mengobrol. Setelah Mbak Aulia pergi barulah Mas Avian menjelaskan semuanya padaku. "Aulia itu sudah dijodohkan denganku sejak kami masih kecil. Aulia adalah salah satu anak rekan bisnis Papa. Orang tuanya punya tambak udang yang besar dan beberapa perusahaan yang lumayan maju. Papa bilang, kalau aku menikah dengannya kekayaan keluarga kami akan semakin bertambah."
Mendengar penjelasan Mas Avian, aku malah tambah sebal. Dasar orang kaya, bagaimana mereka tidak tambah kaya kalau anak keturunannya juga harus menikah dengan orang kaya juga. Kami si orang miskin selama ini cuma bisa bermimpi akan hidup lebih baik jika menikah dengan orang kaya harus menghapus mimpi indah kami karena kesempatan itu takkan pernah ada.
"Aku belum mau menikah, perjodohan ini juga belum diresmikan. Kalau aku menemukan wanita yang kucintai, aku akan meminta Papa membatalkan pertunangan kami." Tiba-tiba Mas Avian menarik tanganku dan mengajakku naik permainan yang bernama ombak.
Aku pikir permainan ombak tidak menyeramkan namun saat petugas pasar malam memutar tempat duduk kami sampai kami berputar semakin tinggi, adrenalinku pun mulai terpacu. Aku tak bisa berteriak karena tak ada suara yang keluar dan Mas Avian yang berada di sebelahku hanya tertawa terbahak-bahak melihatku yang ketakutan tapi tidak bisa bersuara. Dasar laki-laki kejam, hobi sekali menertawaiku!
Selesai main ombak, Mas Avian terus tertawa dengan lepas. "Kamu tuh lucu banget, Runi. kamu ketakutan tapi cuma mangap-mangap aja ha ... ha ... ha ...."
Mungkin karena aku sudah mengenal watak Mas Avian, jadi apa yang dilakukannya sudah tidak membuatku sakit hati lagi. Ia memang suka mengejekku namun panggilan gagu yang semula di alamatkan padaku kini tak pernah terdengar lagi. Dia kadang membuatku terkejut dan tertawa terbahak-bahak karena aku kaget namun tak mengeluarkan suara. Sekarang ia malah membuatku ketakutan naik permainan ombak dan kembali tertawa lepas.
"Sudah, jangan manyun terus, aku akan beliin kamu es krim! Ayo, kamu mau es krim apa?" Mas Avian kembali menggandeng tanganku. Sesuai janjinya Mas Avian mentraktirku es krim. Wah, enak sekali rasanya. Aku paling suka es krim rasa strawberry.
Kami lalu naik beberapa permainan lagi sebelum pulang ke rumah. Ini adalah pengalaman pertamaku pergi ke pasar malam. Ternyata sangat ramai dan seru. Aku berterima kasih pada Mas Avian karena telah mengajakku jalan-jalan. Saat berada di dalam kamar, aku menatap beberapa potong pakaian yang dibelikan oleh Mas Avian. Tidak apa-apa deh Mas Avian suka mengerjai dan menertawaiku. Dibalik sikap jahilnya ternyara hatinya baik.
****
Selama seminggu aku membantu Mas Avian menghafal materi kuliahnya. Otakku yang lumayan cerdas ini ternyata mengerti sedikit tentang pelajaran yang dipelajari oleh Mas Avian. Aku mengerti tentang bagaimana membuat budget biaya untuk sebuah bisnis. Suatu hari nanti aku ingin punya usaha jadi aku bisa bekerja dari rumah. Entah kapan, aku yakin keinginanku akan terwujud kalau aku mau berusaha.
"Runi, Aku 'kan sudah mengajarimu tentang beberapa istilah bisnis. Sekarang gantian dong, kamu yang mengajariku tentang bahasa isyarat," pinta Mas Avian padaku setelah kami selesai dengan hafalan miliknya.
Bahasa isyarat yang kupelajari sebagian adalah bahasa isyarat sehari-hari dan sebagian adalah Bisindo atau bahasa isyarat Indonesia. Aku tidak mempelajarinya secara mendalam karena dalam berkomunikasi kadang aku memadukan antara Bisindo dan bahasa isyarat sederhana agar orang lain mudah mengerti apa yang kukatakan.
"Kalau bahasa isyaratnya terima kasih, bagaimana?" tanya Mas Avian yang terlihat begitu antusias untuk belajar kepadaku.
Aku menyentuh tanganku ke dagu lalu mengayunkannya ke depan. Mas Avian mengikuti apa yang aku lakukan. "Oh, mudah juga ya. Kalau aku bisa bahasa isyarat, kamu tak perlu repot menulis setiap kali aku berbicara denganmu. Ajari aku bahasa isyarat yang lain ya!"
Aku mengajari Mas Avian nama-nama hari lalu bagaimana mengeja huruf dan namaku. Berkat kecerdasannya, Mas Avian cepat sekali belajar.
Mas Avian tiba-tiba memperagakan yang sudah kuajari. Ia menunjuk dirinya lalu mengepal tangannya dan mengayunkannya keluar dari dada.
Aku mengernyitkan keningku. Mas Avian kesal?
"Kenapa?"*
Mas Avian memperagakan Mama dan Papa dengan bahasa isyarat. Tunggu, ini maksudnya Mas Avian sedang cerita kekesalannya padaku? Aku harus menjadi pendengar yang baik. Aku tak mau kepercayaannya padaku hilang.
"Kamu pasti sudah tahu kalau aku terpaksa tinggal di rumah ini demi bisa kuliah sesuai jurusan yang Papa mau. Runi, aku tak suka di sini. Aku suka di rumahku. Aku ingin jadi arsitek tapi Papa melarang. Aku kesal sekali. Aku marah pada Mama dan Papa yang suka memaksakan kehendaknya padaku. Aku tak bisa melawan." Mas Avian mengusap wajahnya dengan kesal.
Setelah lebih dari sebulan kerja di rumah ini, baru kali ini Mas Avian mau menceritakan isi hatinya padaku. Aku kasihan padanya. Ia terlihat amat tertekan. Mas Avian yang biasa jahil dan usil kini nampak sedih.
Aku menepuk tangan Mas Avian lalu mengacungkan jempolku untuknya. Ya, ia berhak mendapat penghargaan karena sudah menjadi anak yang hebat. Mas Avian tersenyum tipis. "Aku bukan anak yang hebat, Runi. Sampai kapanpun Papa hanya akan melihat kekuranganku tanpa melihat betapa kerasnya aku berusaha."
Kukeluarkan kertas dan menuliskan sesuatu untuknya. "Suatu hari nanti, Papa Mas Avian akan menyadari betapa hebat anaknya. Sabarlah. Mas Avian diberikan cobaan oleh Allah karena Mas Avian adalah lelaki yang kuat. Tetap semangat dan buktikan kalau Mas Avian hebat!"
Mas Avian tersenyum membaca tulisanku. "Oke. Akan aku buktikan kalau aku hebat. Ujian akhir semester seminggu lagi. Kamu harus membantuku belajar. Pokoknya aku mau buktikan sama Papa kalau aku bukanlah anak yang bodoh. Bantu aku ya, Runi!"
Aku tersenyum dan menganggukkan kepalaku. Ternyata ini adalah jawaban yang salah. Seharusnya tak aku iyakan permintaan Mas Avian untuk membantunya Belajar. Seharusnya kutolak saja kalau aku tahu akan menyengsarakanku.
Jam 12 malam dikala aku sedang lelap tertidur, suara ketukan di pintu kamar membangunkanku. "Runi! Runi!"
"Runi! Runi!"
"Runi! Ayo bangun, bantu aku belajar!"
****
eh jd papa Dio dan mama Ayu...itu yg punya bisnis Ayu Furniture itu?...olala...😂😂😂
Kavi menjadi pemuda yang luar biasa, Seruni berhasil mendidiknya.