NovelToon NovelToon
Kembalinya Sang Pendekar

Kembalinya Sang Pendekar

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Fantasi Timur / Kelahiran kembali menjadi kuat / Pusaka Ajaib
Popularitas:116.9k
Nilai: 4.7
Nama Author: biru merah

Seorang pendekar tua membawa salah satu dari Lima Harta Suci sebuah benda yang kekuatannya bisa mengubah langit dan bumi.

Dikejar oleh puluhan pendekar dari sekte-sekte sesat yang mengincar harta itu, ia memilih bertarung demi mencegah benda suci itu jatuh ke tangan yang salah.

Pertarungan berlangsung tiga hari tiga malam. Darah tumpah, nyawa melayang, dan pada akhirnya sang pendekar pun gugur.

Namun saat dunia mengira kisahnya telah berakhir, seberkas cahaya emas, menembus tubuhnya yang tak bernyawa dan membawanya kembali ke masa lalu ke tubuhnya yang masih muda.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon biru merah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 7. Perjalanan Menuju Sekte

Pagi itu, Lin Yan duduk bersila di dalam gubuk sederhana, mengobati luka-luka kecil yang masih tersisa di tubuhnya. Beberapa hari sebelumnya, ia mengalami luka saat berlatih di dalam air terjun.

Namun setelah pengobatan, tubuhnya kembali pulih, dan ia segera melanjutkan pelatihannya—meningkatkan kekuatan tulang serta jumlah lingkaran tenaga dalamnya.

Hari demi hari berlalu. Tanpa terasa, sudah enam bulan lamanya Guru Bai belum juga kembali dari perjalanannya ke Sekte Pedang Suci.

"Tulangku sudah mencapai tingkat Harimau Puncak… hanya selangkah lagi menuju tingkat tulang Phoenix," gumam Lin Yan pelan, seraya mengepalkan tinjunya.

"Lingkaran tenaga dalamku juga mulai meningkat lagi. Sekarang… sudah enam puluh lingkaran," lanjutnya, kali ini dengan nada puas.

Selama enam bulan ini, Lin Yan lebih banyak fokus pada pelatihan fisik dan peningkatan kualitas tulangnya. Akibatnya, perkembangan lingkaran tenaga dalamnya sedikit tertinggal. Tapi mengingat usianya yang baru sembilan tahun, memiliki enam puluh lingkaran tenaga dalam saja sudah termasuk luar biasa.

"Aku juga mulai terbiasa dengan pedang Gerhana Matahari... walaupun setiap kali kugunakan, pedang ini menyerap sebagian besar tenaga dalamku."

Tubuh Lin Yan kini tumbuh menjulang, seperti anak berusia dua belas tahun. Bahunya melebar, dan otot-otot kecil mulai terlihat di lengan dan punggungnya. Wajahnya pun mulai memperlihatkan kesan dewasa, berbeda jauh dari saat pertama kali ia kembali ke masa lalu.

Ia sering berburu binatang iblis di sekitar hutan untuk menguji teknik pedangnya. Sayangnya, belakangan ini ia hanya menemukan binatang iblis kecil yang tak memberikan tantangan berarti.

Pagi berikutnya, saat selesai berlatih pedang di halaman, suara akrab memanggil dari arah hutan.

"Yan’er!"

Lin Yan menoleh cepat. Sosok berjubah putih muncul dari balik pepohonan.

“Guru!” serunya dengan sorak gembira.

Guru Bai melangkah mendekat, wajahnya sedikit lelah tapi senyumnya hangat.

“Kau baik-baik saja selama guru pergi?” tanya Guru Bai.

Lin Yan mengangguk. “Aku baik-baik saja, Guru.”

Mengetahui gurunya baru kembali dari perjalanan jauh, Lin Yan membiarkan beliau beristirahat sejenak tanpa banyak bicara. Keesokan harinya, Guru Bai mengajaknya bertanding di halaman, ingin menguji seberapa jauh perkembangan muridnya selama enam bulan ini.

Lin Yan memegang Pedang Merah Membara dan bersiap menyerang. Ia menyerang terlebih dahulu, tanpa menggunakan tenaga dalam—hanya mengandalkan kekuatan tubuhnya yang telah terlatih. Guru Bai dibuat terkejut. Serangan Lin Yan begitu cepat dan kuat untuk anak seusianya.

Mereka saling beradu pedang. Guru Bai menangkis dengan mudah, meski diam-diam kagum melihat peningkatan Lin Yan.

Kali ini, Lin Yan menggunakan Kitab Pedang Langit pemberian sang guru. Ia melancarkan jurus Tarian Pedang Laut, gerakan lincah seperti ombak yang mengalir tanpa henti. Guru Bai menyipitkan mata, memperhatikan setiap detail gerakan muridnya.

“Bagus… sangat bagus.”

Guru Bai ikut menggunakan jurus yang sama. Gerakan mereka berpadu seperti cermin. Pedang saling bersilangan, menghasilkan dentingan nyaring yang menggema di halaman.

Setelah beberapa jurus, Lin Yan mulai kelelahan. Guru Bai mengangkat tangannya, menghentikan latihan.

“Cukup. Yan’er, kau sudah menguasai bagian pertama dari Kitab Pedang Langit dengan sangat baik.”

Ia memegang tangan muridnya, lalu memejamkan mata untuk merasakan kekuatan tulang Lin Yan.

“Ini… tingkat Harimau Akhir?” gumam Guru Bai. “Sudah hampir mencapai Phoenix.”

Raut wajahnya menunjukkan keterkejutan, sekaligus rasa bangga. Ia sempat ingin bertanya bagaimana Lin Yan bisa meningkatkan tulangnya begitu cepat, tapi melihat ekspresi muridnya yang sedikit tertutup, ia memilih untuk tidak menanyakan lebih jauh.

Hari-hari berikutnya, mereka kembali berlatih bersama setiap hari. Pelatihan itu terus berlangsung selama berbulan-bulan, hingga genap satu tahun berlalu sejak pertemuan mereka kembali.

Kini, di usia sepuluh tahun, tubuh Lin Yan sudah seperti remaja berusia empat belas tahun. Tinggi, berotot, dan wajahnya tampak seperti pendekar muda yang tangguh. Ia telah diajarkan beberapa teknik dasar pendekar seperti Ilmu Meringankan Tubuh, dan berhasil menguasainya dengan cepat—karena di kehidupan sebelumnya, ia pernah mempelajarinya.

Tingkat tulangnya pun kini sudah menembus ke tingkat Phoenix Awal, hanya satu tingkat di bawah Guru Bai. Sayangnya, efek ginseng ajaib yang dulu ia konsumsi mulai melemah. Namun dengan pelatihan rutin dan teknik meditasi yang ia kuasai, jumlah lingkaran tenaga dalamnya kini sudah mencapai 170 lingkaran. Meski demikian, auranya masih berada pada tingkat Pendekar Bergelar Awal.

Suatu pagi, Guru Bai berkata dengan suara lembut namun tegas, “Yan’er, genap sudah dua tahun kita tinggal di sini.”

“Seperti yang guru katakan, dua tahun saja cukup untuk membangun fondasimu.”

“Sekarang waktunya kita kembali ke sekte.”

Lin Yan hanya mengangguk, memahami bahwa masa pelatihannya di hutan telah selesai. Esok harinya, mereka bersiap meninggalkan hutan binatang iblis itu dan memulai perjalanan menuju Sekte Pedang Suci—salah satu sekte tingkat tinggi di Kerajaan We, tempat Guru Bai berasal.

Perjalanan mereka berlangsung lancar. Di sela-sela perjalanan, Lin Yan dan gurunya banyak berbincang—tentang sekte, tentang teknik pedang, dan juga tentang masa depan Lin Yan sebagai pendekar.

Saat malam menjelang, mereka tiba di sebuah kota kecil bernama Kura-Kura Penjaga. Karena hari sudah larut, Guru Bai segera mencari penginapan. Mereka memilih menginap di Penginapan Bulan Perak, yang tampak bersih dan cukup tenang.

“Permisi, kami ingin memesan dua kamar untuk malam ini,” ucap Guru Bai.

Pelayan penginapan segera mengantar mereka ke lantai dua. Malam itu, mereka beristirahat untuk memulihkan tenaga.

Keesokan paginya, mereka meninggalkan penginapan dan berjalan ke sebuah rumah makan di dekat alun-alun kota.

“Permisi,” kata Guru Bai kepada pelayan. “Tolong siapkan makanan paling enak di sini… dan satu botol arak.”

“Baik, mohon tunggu sebentar, Tuan,” jawab pelayan dengan sopan.

Tak lama kemudian, makanan pun dihidangkan. Mereka hendak menyantapnya saat suara kasar terdengar dari pintu depan.

“HEI! TUAN MUDA INI MAU MAKAN DI SINI!” teriak seorang pemuda arogan sambil menendang pintu rumah makan hingga terbuka lebar.

Pelayan rumah makan gemetar saat melihat siapa yang datang.

“Ma-maaf, Tuan… semua tempat sudah penuh. Apakah Tuan ingin makanannya dibungkus saja?”

Pemuda itu menoleh dan menunjuk ke arah Lin Yan dan Guru Bai yang sedang duduk santai menikmati makanan mereka.

“HEI, KALIAN! CEPAT PERGI! TUAN MUDA INI MAU MAKAN DI MEJA ITU!”

Beberapa pengunjung berbisik ketakutan.

“Itu Tuan Muda Do… anak pejabat kota ini. Suka seenaknya sendiri…”

Namun Lin Yan dan Guru Bai sama sekali tak menggubrisnya. Mereka tetap tenang dan melanjutkan makan.

Kesal karena diabaikan, pemuda arogan itu menghampiri dan menghantam meja Lin Yan dengan tangan kosong.

Satu detik kemudian, sebelum siapa pun bisa bereaksi—pedang Lin Yan sudah terhunus.

Srek!

Tangan pemuda itu terlepas dari lengannya dan jatuh ke lantai.

“AAARRGHHH!!”

Jeritan memekakkan telinga menggema di rumah makan. Darah mengucur deras. Pemuda itu mundur ketakutan, wajahnya pucat.

“Kau… baj*ngan! Akan kupanggil ayahku! Kalian mati!”

Dengan teriakan ancaman, ia lari keluar dari rumah makan, menggenggam sisa lengannya yang berdarah.

Lin Yan hanya kembali duduk.

“Pelayan,” ucapnya datar. “Tolong tambah makanannya satu porsi lagi.”

1
Nanik S
Emang Neraka yang ganas
Nanik S
Lanjutkan Tor 💪💪💪
Kismin Akut
sudah ada di pendekar bumi ko tingkatan tenaga dalamnya sedikit🤔
Nanik S
Gaaaas Pooool
Nanik S
Apakah Lin Yang bisa keluar dari dalam jurang
Nanik S
Air Panas... siapa tau bisa menyembuhkan luka
Nanik S
Apa Lin Yang akan selamat
Nanik S
Apakah Mata Naga
Nanik S
Lanjutkan
Nanik S
Kabut dimanapun berbahaya
Nanik S
Lanjut terus Tor
Nanik S
Mantap sekali Tor
Nanik S
Bantai saja wanita Iblis rambut perak
Nanik S
Tidak adalah penolong untuk sekte Es
Nanik S
Alurnya bagus Tor
Nanik S
Cepat sampai tujuan... sekte Naga Hitam sudah mengincsr
Nanik S
Lanjutkan
Nanik S
Harusnya pulihkan dulu Lin Yan
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Cuuuuuust
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!