NovelToon NovelToon
Kultivator Koplak

Kultivator Koplak

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Sistem / Tokyo Revengers / One Piece / BLEACH / Jujutsu Kaisen
Popularitas:8.1k
Nilai: 5
Nama Author: yellow street elite

seorang pemuda yang di paksa masuk ke dalam dunia lain. Di paksa untuk bertahan hidup berkultivasi dengan cara yang aneh.
cerita ini akan di isi dengan kekonyolan dan hal-hal yang tidak masuk akal.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yellow street elite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Bunyi ledakan ringan menggema dari halaman latihan.

BRRRAAAKKK!

Rynz dan Lu Ban spontan menoleh.

Beberapa murid pun mulai berlarian ke arah sumber suara.

Begitu mereka keluar aula, terlihat Fei Rong berdiri di tengah lapangan, napasnya berat. Di sekelilingnya, serpihan boneka latihan beterbangan—sebagian bahkan masih mengepulkan asap.

Sarung tangan berbentuk kepala ular hitam yang dibuat Rynz mencengkeram erat di kedua tangannya. Pada bagian kuku jari, ujung-ujungnya mengeluarkan aura hitam pekat yang menetes seperti kabut cair.

Li Jiu dan beberapa murid lain hanya bisa menatap hancurnya boneka yang terbuat dari kayu batu kelas menengah itu. Biasanya, butuh dua atau tiga murid bersama-sama untuk merobohkannya.

Tapi ini?

Boneka itu… benar-benar hancur menjadi puing.

Fei Rong memutar tangannya, melihat uap tipis yang keluar dari sela jari.

"Aku hanya memukul biasa… tapi rasanya seperti ada sesuatu yang melarutkan bagian dalam boneka itu."

Zhou Lan berjalan mendekat, matanya menyipit penuh perhitungan.

"Ini bukan sekadar senjata. Ini korosi tingkat tinggi… mungkin venom spiritual."

Ia menatap Rynz dengan ekspresi seperti baru menemukan emas di dalam lumpur.

"Wah... kalau barang seperti ini dijual di kota besar, apalagi di lelang kultivator, pasti laku ratusan ribu koin emas! Kau tidak sadar, ya? Kau bisa jadi pengrajin kelas atas!"

Chen Mo yang berdiri di dekat mereka menimpali, "Tapi dia juga bisa membakar semua bahan yang bagus kalau tak hati-hati."

Rynz hanya mengangkat alis sedikit, lalu mengamati efek di tangan Fei Rong.

"Bahan yang kupakai memang dari monster ular berelemen racun. Tapi aku tak mengira akan menghasilkan efek seperti itu."

Lu Ban melangkah ke depan, menatap sarung tangan itu dalam-dalam.

"Ini bukan racun biasa. Ini racun yang dipanaskan oleh Api Void. Dan kalau kau bisa mengendalikannya dengan tepat… bukan hanya senjata, kau akan menciptakan kutukan."

Rynz menatap telapak tangannya.

Samar, ia melihat bayangan palu dan kobaran angin hitam… membentuk gambar ular yang melilit lengan.

Zhou Lan sudah membayangkan peluang bisnis.

"Hei, bagaimana kalau kita buat merek sendiri? ‘Palu Hitam – Senjata Terkutuk’... atau ‘Angin Lembah Armory’? Wah, wah, aku bisa atur jalur distribusi!"

Chen Mo hanya menggeleng. "Kau pikir ini pasar malam?"

Lu Ban menghela napas, lalu menepuk bahu Rynz.

"Kau baru mulai menyentuh permukaan kemampuanmu. Masih ada banyak kemungkinan… jika kau berani terus menempanya."

Malam mulai turun perlahan, dan bengkel Rynz hanya diterangi cahaya redup dari bara api di tungku.

Suasana hening, kecuali suara lembut logam yang beradu satu sama lain. Di sudut ruangan, Chen Mo dan Zhou Lan sudah duduk menunggu. Mereka saling melirik saat Rynz menutup pintu bengkel dan menarik palu panjangnya ke sudut.

Zhou Lan langsung angkat bicara, suaranya pelan tapi penuh semangat.

"Rynz… kita perlu bicara. Soal barang buatanmu."

Chen Mo menimpali, "Lebih tepatnya, soal bisnis barang buatanmu."

Rynz mengangkat alis, lalu berjalan perlahan ke arah bangku kerja.

"Aku tak tertarik jualan. Kalau kalian mau pakai, ya silakan ambil. Asal jangan dibuang percuma."

Zhou Lan menghela napas panjang.

"Justru itu masalahnya. Barang buatanmu terlalu berharga untuk hanya dipakai sembarangan."

Chen Mo mencondongkan tubuhnya ke depan.

"Dengar, aku dan Zhou Lan sudah Master. Kami bisa pergi lebih jauh, masuk ke wilayah-wilayah berbahaya, cari bahan yang lebih baik. Kau tinggal di sini, fokus menempa. Tak perlu repot keliling atau cari bahan sendiri."

Zhou Lan mengangguk cepat.

"Dan urusan menjual? Serahkan padaku. Aku tahu beberapa tempat pelelangan di Kota Gunung Merah dan Pelabuhan Zhen. Kau tak perlu muncul sama sekali, kami tak akan menyebutkan namamu."

Rynz menyilangkan tangan, menatap mereka tanpa bicara.

Chen Mo kembali berbicara, lebih serius kali ini.

"Ini bukan soal uang saja. Ini soal… pengaruh. Kalau kita bisa membuat senjata berkualitas tinggi dan langka, sekte kita bisa tumbuh cepat. Dan lebih penting lagi… kita bisa melindungi murid-murid baru."

Zhou Lan menambahkan dengan cepat, "Bayangkan kalau kita punya bengkel besar, alat lengkap, bahan dari dunia luar. Kau bisa menciptakan senjata yang bukan cuma kuat—tapi legendaris."

Rynz terdiam sejenak, lalu menatap tungku yang masih menyala.

"Aku tak peduli jadi legenda. Tapi… aku tak suka melihat senjata buatanku dijual ke tangan sembarangan."

Chen Mo menepuk pahanya.

"Itu juga sudah kupikirkan. Kita akan seleksi pembelinya. Bahkan kalau bisa, kita hanya jual untuk sekutu yang layak. Tak akan jatuh ke sekte Serigala Darah atau kelompok bajingan lain."

Zhou Lan menyeringai, "Dan kalau ada yang coba palsukan, atau meniru… aku sendiri yang akan potong tangan mereka."

Rynz akhirnya menarik napas panjang, lalu menatap kedua temannya satu per satu.

"Baik. Tapi satu syarat."

Chen Mo dan Zhou Lan menegakkan punggungnya.

"Apa pun yang kalian jual, satu dari barang itu harus selalu dibuatkan versi untuk murid di sekte kita. Yang gratis. Aku tak akan membuat senjata untuk orang luar sebelum memastikan keluarga kita di sini cukup kuat."

Keduanya saling melirik, lalu tersenyum.

"Deal," ucap Zhou Lan sambil mengulurkan tangan.

Chen Mo menambahkan, "Kita namakan saja... Usaha Angin Hitam."

Rynz mengangkat alis, namun tetap menjabat tangan mereka berdua.

"Namanya bodoh. Tapi terserah."

Pintu bengkel berderit pelan, terdorong dari luar.

Ketiga pemuda itu spontan menoleh—dan di sana berdirilah Miya, tubuh mungilnya setengah tersembunyi di balik pintu. Cahaya bara memantulkan siluet lembut di wajahnya yang agak memerah. Kedua tangannya saling menggenggam di depan dada, seperti sedang menahan sesuatu.

Rynz mengerutkan alis.

"Miya? Ada apa?"

Miya melangkah masuk perlahan, melewati Chen Mo dan Zhou Lan yang segera berdiri memberi ruang. Dia mendekati meja batu, tempat belati hitam masih tersimpan rapi.

"Aku... sudah mencoba senjata ini beberapa kali," ucap Miya lirih, menyentuh gagang belati itu dengan hati-hati. "Ringan, cepat… dan ketika aku mengayunkannya, seperti ada pusaran kecil yang mengikuti arah tebasannya."

Zhou Lan terkekeh kecil. "Itu karena bahan yang kami ambil dari ekor monster jenis angin. Rynz tidak sadar efek itu muncul dari proses tempa."

Miya mengangguk, lalu menatap Rynz dengan sungguh-sungguh.

"Kau… bisa membuat busur untukku? Dan… anak panah yang bisa membelah angin?"

Ruangan mendadak hening.

Rynz menatap matanya sejenak. Miya bukan tipe gadis yang banyak bicara. Namun dari ekspresi wajahnya, keinginan itu tidak main-main. Bukan demi gaya, bukan demi pujian.

Dia benar-benar ingin senjata itu… karena ia ingin menjadi lebih kuat.

"Busur angin, ya..." gumam Rynz sambil menyandarkan tubuh ke meja.

Chen Mo tertawa pelan. "Hei, Rynz. Kau baru saja tanda tangan kontrak bisnis. Sekarang sudah ada pesanan spesial."

Zhou Lan menimpali, "Tapi untuk murid inti sendiri, tentu prioritas, kan?"

Rynz berpikir sejenak, lalu menatap Miya.

"Aku butuh bahan yang bisa menangkap aliran udara. Bukan cuma kuat, tapi juga lentur. Dan… ringan. Kulit atau tulang dari monster berelemen angin."

Miya mengangguk cepat.

"Kalau begitu, aku akan mencarinya. Beri aku waktu beberapa hari. Aku akan pergi ke sisi barat Hutan Erdu. Katanya di sana ada Burung Elang Angin Timur. Mereka terbang cepat dan punya bulu seperti pisau."

Chen Mo menoleh tajam. "Sendirian?"

"Aku bisa menjaga diri," jawab Miya tenang. "Dan... aku akan lebih cepat kalau sendiri."

Rynz menatapnya agak lama, lalu hanya mengangguk.

"Baik. Kalau kau bisa bawa bulunya… aku akan membuatkan senjata terbaik yang pernah kau pegang."

Miya tersenyum kecil, lalu membungkuk sedikit.

"Terima kasih, Rynz."

Ia pun berbalik dan berjalan keluar, menyisakan tiga pria yang masih terdiam di dalam bengkel.

Setelah kepergian Miya, suasana bengkel kembali hening. Namun bara api masih menyala perlahan di tungku, dan pikiran Rynz pun belum tenang.

Ia menatap Chen Mo dan Zhou Lan yang kembali duduk di bangku, kemudian bertanya dengan nada datar namun tajam,

"Apakah kalian berdua benar-benar berpikir… gadis kecil itu bisa selamat kalau pergi sendirian?"

Chen Mo menoleh cepat, sedikit terkejut.

"Dia murid inti, Rynz. Lagipula, katanya dia bisa menjaga diri."

Rynz menggeleng pelan.

"Aku tahu dia kuat. Tapi tetap saja dia satu-satunya murid wanita dalam kelompok kita… dan paling muda. Kau pikir hutan itu hanya dipenuhi burung elang? Belum lagi perampok, atau binatang iblis yang tidak tertulis di peta."

Zhou Lan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kau benar juga... Lagipula, tujuan kita juga mencari bahan. Tidak ada ruginya kalau ikut. Kalau terjadi sesuatu padanya dan Lu Ban tahu kita diam saja, kita bisa tamat."

Chen Mo berdiri, mengambil pedangnya yang bersandar di dinding.

"Baiklah. Kita susul dia. Tapi jangan bilang aku melakukannya karena aku peduli. Aku cuma tak mau diseret guru tua itu dan disuruh berjongkok di atas batu selama tiga hari lagi."

Zhou Lan tertawa pelan. "Kau trauma waktu hukuman itu, ya?"

Rynz berjalan ke arah lemari bahan, mengambil satu tas kulit yang berisi beberapa peralatan dasar tempa dan pisau kecil buatannya sendiri.

"Aku tidak ikut. Masih ada yang harus kupersiapkan di sini. Tapi kalau dia berhasil membawa bahan itu pulang... aku akan membuatkan senjata yang tidak akan kalah dari warisan sekte mana pun."

Chen Mo mengangguk.

"Baik. Kami akan membawakan yang terbaik."

Zhou Lan menambahkan sambil menuju pintu, "Jaga bengkel ini baik-baik. Jangan sampai saat kami kembali, kau sudah buka cabang baru dan jualan ke pihak musuh."

Rynz hanya mendengus pendek.

"Aku hanya menjual ke yang bisa memperjuangkannya."

Dengan langkah cepat, Chen Mo dan Zhou Lan pun meninggalkan bengkel malam itu juga, menyusul arah yang dikatakan Miya menuju barat—ke dalam kegelapan Hutan Erdu.

1
yayat
tambah kuat lg
yayat
mulai pembantaian ni kayanya
yayat
ok ni latihn dari nol belajar mengenl kekuatan diri dulu lanjut thor
yayat
sejauh ini alurnya ok tp mc nya lambat pertumbuhnnya tp ok lah
‌🇳‌‌🇴‌‌🇻‌‌
sebelum kalian baca novel ini , biar gw kasih tau , ngk ada yang spesial dari cerita ini , tidak ada over power , intinya novel ini cuman gitu gitu aja plus MC bodoh dan naif bukan koplak atau lucu. kek QI MC minus 500 maka dari itu jangan berharap pada novel ini .
Aryanti endah
Luar biasa
Aisyah Suyuti
menarik
Chaidir Palmer1608
ngapa nga dibunuh musih2nya tanggung amat, dah punya api hitam sakti kok masih takut aja nga pantes jadi mc jagoan dah jadi tukang tempa aja nga usah ikut tempur bikin malu
Penyair Kegelapan: kwkwkw,bang kalo jadi MC Over Power dia gak koplak.
total 1 replies
Chaidir Palmer1608
jangan menyalahkan orang lain diri lo sendiri yg main main nga punya pikiran serius anjing
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!