Gadis dan Dara adalah sepasang gadis kembar yang tidak mengetahui keberadaan satu sama lain.
Hingga Dara mengetahui bahwa ia punya saudara kembar yang terbunuh. Gadis mengirimkan paket berisi video tentang dirinya dan permintaan tolong untuk menyelidiki kematiannya.
Akankah Dara menyelidiki kematian saudaranya? Bagaimana Dara masuk ke keluarga Gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Freya Alana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tertusuk Cinta
Dua puluh tahun kemudian.
Gadis duduk di ruang kerjanya. Matanya menatap layar monitor. Air mata mengembang di pelupuk mata. Membasahi bulu mata lentik.
Foto-foto Jadden sedang berciuman mesra dengan Melati di ruang praktiknya berhasil menoreh luka teramat sangat dalam.
“Bagaimana mungkin ini bisa terjadi, Aska? Kupikir, kupikir kami bahagia … Kupikir Jadden bahagia denganku,” ucap Gadis lirih, bulir-bulir air mata mulai membasahi pipinya.
Askara Anantara, putra tunggal Adrian yang juga sepupu plus sahabat Gadis menatapnya sedih.
“Dan Mel … dia sudah kuanggap adik. Kami tumbuh bersama. Tega banget dia sama aku dan anak aku? Apa di dunia ini udah nggak ada laki-laki lain?” Lanjut Gadis lagi.
“Dis … aku ikut sedih dan prihatin,” ucap Askara tulus.
“Kamu udah lama tau?”
“Enggak. Bulan lalu aku ke San Fransisco. Aku liat Jadden di sana. Kupikir dia sekadar ikut seminar. Pas kudekati tiba-tiba aku melihat Mel. I’m sorry, Dis… Sejak itu aku mengawasi Jadden dan Mel.”
“Mereka … mereka sering bertemu? Apakah setiap Jadden keluar negeri dia bersama Mel?”
“Entahlah. Dis, apapun yang akan kamu lakukan. Aku mendukungmu seratus persen.”
“Terima kasih. Ka, tinggalin aku sendiri. Aku perlu mikir.”
“Jangan aneh-aneh, ya, Dis.”
“In syaa Allah enggak. Aku ingat punya Aurora yang masih perlu ibunya.”
Askara mengangguk lalu berjalan keluar. Langkahnya ringan. Setelah berada di mobilnya ia menekan satu nomor. Dengan nada dingin ia berkata, “Tahap satu berhasil!”
***
POV Gadis.
Hariku berubah kelam setelah melihat video suamiku bermesraan dengan Melati.
Jadden, suami yang selalu menunjukkan cinta dan perhatian padaku dan Aurora ternyata bermuka dua dan bermain gila dengan Melati.
Melati, cucu Opa Anwar ternyata pelakor! Di balik kerudung dan ketaatannya beragama, ia tidak ragu berzinah dengan suamiku. Naudzubillah.
Bulir-bulir air mata menetes di pipi. Kukenang pertemuan dengan Jadden di sebuah rumah sakit ketika sepeda balapku hilang kendali dan aku jatuh. Bahuku beradu dengan trotoar.
Teman-teman dari geng sepeda langsung membawaku ke rumah sakit. Di sana Jadden sebagai dokter muda sedang bertugas di UGD.
Kami sama-sama menyadari nama belakang. Dia dari keluarga Syailendra. musuh bebuyutan keluarga Anantara. Sambil meringis kesakitan aku malah tertawa demikian juga Jadden setelah menyadari aku cucu dari Opa Darius.
Tidak mau seperti para tetua di keluarga, aku dan Jadden tidak peduli terhadap pertikaian keluarga kami. Sejak saat itu kami menjalin pertemanan.
Saat kedua kali bertemu, aku dibawa oleh pegawai restoran karena tertimpa karung terigu di gudang. Ada-ada saja pikirku. Walau merasa baik-baik tapi para pegawai bersikukuh mengantarkanku ke rumah sakit.
Sekali lagi Jadden bertugas di sana. Kali ini ia memanggilku Putri Ceroboh. Aku terkekeh. Matanya berkilat jenaka saat mengatakannya.
Masih ada beberapa kali pertemuan di rumah sakit karena kecelakaan ringan yang kualami. Jadden menyuruhku diruqyah karena katanya ada jin iseng yang mengikutiku. Saat itulah mungkin aku mulai menyukainya.
Perasaan ini kupendam karena tak mungkin seorang Anantara berhubungan dengan seseorang dari keluarga Syailendra.
Beberapa minggu kemudian, Opa dan Oom Adrian mengajakku bicara. Mereka mengatakan bahwa telah terjadi perdamaian antara klan Syailendra dan Anantara. Salah satu bentuk itikad baik adalah mengenalkanku pada seorang putra dari Keluarga Syailendra.
Opa Darius memastikan bahwa ini bukan perjodohan paksa. Pernikahan akan terjadi jika aku menyetujui. Walau aku yakin Oom Adrian punya pendapat lain. Sepupu papaku itu memang kepala suku ambi. Di otaknya cuma ada bisnis dan duit.
Aku menyetujui tawaran Opa Darius dan Oom Adrian untuk berkenalan terlebih dahulu. Ketika aku ternyata seseorang itu adalah Jadden, kamu langsung tertawa.
Para orang tua keheranan, hingga akhirnya Jadden menjelaskan bahwa kami sudah saling mengenal.
Tidak seperti cerita di novel-novel dimana perjodohan berakhir dengan kawin paksa, perkenalanku dengan Jadden berjalan mulus. Hatiku melambung ketika mengentahui Jadden juga memiliki rasa khusus padaku.
Akhirnya pernikahan kami terjadi tiga bulan setelah itu. Aku menggeleng kepala karena teringat bahwa di pernikahanku, Melati menjadi salah seorang bridesmaid. Sedekat itu aku dengannya.
Melati adalah sosok pendiam dan tertutup. Dia jarang bicara tentang dirinya. Mungkin karena ia sering kesepian sehingga cenderung menyimpan segala sesuatu untuk dirinya.
Berbeda dengan Opa Darius yang selalu berada di sekitarku, Opa Anwar malah sibuk pergi ke sana kemari mengembangkan bisnis Anantara.
Melati sering dititipkan di rumah Opa Darius. Usianya hanya selisih setahun lebih muda denganku. Dasar pengkhianat! Mel tahu persis betapa aku tergila-gila pada Jadden.
Tanganku memutar cincin perkawinan bertahta berlian. Cincin cantik yang kini bagai logam membara di jemariku.
Dua tahun usia pernikahan kami. Dua tahun penuh kebahagiaan terlebih lagi setelah hadirnya Aurora, putri cantikku.
Perlahan kuhirup teh hangat, sekadar meredakan emosi. Aku bertekad untuk membongkar perselingkuhan Jadden dan Melati. Tunggu saja tanggal mainnya!
End of POV.
***
“Hai Cantik, kok sendirian di teras? Ara mana?”
Gadis terkesiap melihat Jadden sudah berdiri di pintu belakang rumahnya. Suaminya mendekat dan langsung mencium kening dengan penuh cinta. Gadis menelan saliva lalu mencium punggung tangan Jadden.
“I miss you, Cantik. How are you today?” Jadden menggandeng Gadis untuk duduk di sebelahnya.
Gadis berusaha keras untuk bersikap biasa saja. Ia menuangkan teh dan mengambilkan ubi goreng ke piring kecil untuk Jadden.
“Biasa aja. Resto rame alhamdulillah. Ara lagi main di kamar.”
“Hey, ada apa, Sayang. Kamu kok terlihat murung? Is anything wrong?” Jadden menggenggam ke dua tangan Gadis, meremas jemarinya lalu mencium lembut.
“Semuanya salah, brengsek! Dasar pengkhianat!” Pekik Gadis dalam hati. Ditahannya emosi yang menggelegak dan ditampilkannya senyum manis.
“Mungkin nggak enak badan atau kecapean aja, apalagi cuaca panas.”
“Siap! Nanti malam aku gosokin ya. Abis itu tidur yang enak sambil aku pelukin.”
“Uhm …”
“Kak Jadden, aku bawa Ara ke sini ya, pasti seneng Daddy-nya datang.” Gadis mencari akal agar dirinya tidak lama-lama berdua dengan Jadden.
“Iya, Cantik. Apa aku aja yang ke atas. Nanti kamu cape naik-turun.”
“I’m good. Sebentar ya. Dimakan dong ubinya, enak banget. Menu baru di restoran. Ubi pasir.”
“Pasti enak, sini aku cium dulu.”
Sekali lagi Jadden mengecup kening dan pucuk hidung istrinya. Menatap dengan lembut dan mesra hingga Gadis sempat terlena.
“Sebentar aku ke atas,” ucap Gadis lalu beranjak ke kamar Aurora.
Jadden menatap istrinya yang tidak bersikap seperti biasanya. Menarik napas panjang, Jadden berharap perubahan sikap Gadis tidak ada kaitannya dengan Mel yang tiba-tiba datang siang itu.
“Aah nggak mungkin. Mel datang sebagai pasien. Itu hal biasa … Perawat juga tadi kusuruh mengambil sesuatu di farmasi,” batin Jadden.
Satu gigitan di ubi manis legit yang berpadu pas dengan rasa gurih taburan di atasnya. Berulang kali Jadden mengusap kasar wajahnya. Tak menyadari Gadis melihatnya dari balik jendela.
***
“Opa Uyut, Ara minta disuapin,” pinta Aurora yang kerap dipanggil Ara dengan manja.
“Ara, sama Mommy aja, kasian Opa Uyut mau makan.”
“Oh no way. Sini Opa Uyut pangku.”
Dengan gaya yang menggemaskan Ara menaikkan tangannya tanda minta diturunkan dari kursi makan khusus anak kecil. Jadden membantunya dan meletakkan di pangkuan Darius.
Ara langsung bergelendot. Darius menciumi bocah berumur hampir tiga tahun itu dengan penuh kasih sayang. Kehadiran Gadis, Jadden, dan kini Aurora telah memberi warna indah dalam hidupnya.
Gadis sering melancarkan protes karena Ara sangat dimanjakan kakeknya. Ara sendiri menikmati perhatian yang diberikan kakek uyutnya.
“Sepertinya Ara udah siap punya adek, nih, Dis,” seloroh Darius. Ara mengangguk setuju karena dia sering kesepian di rumah.
“Jadden sih siap, Opa,” sahut Jadden sumringah sambip menaikturunkan alis.
“Sayang, kita honeymoon ke Yunani, yuk,” sambung Jadden meraih tangan Gadis.
Refleks, Gadis menjauhkan tangannya, pura-pura mengambil makanan dari piring lauk. Wajahnya tersenyum sekilas. Tidak mengiyakan namun juga tidak menolak.
Darius melirik, tidak biasanya Gadis bertingkah seperti itu. Biasanya Gadis dan Jadden menunjukkan kebucinan tingkat dewa.
Jadden pun terbengong, menatap Gadis dengan alis terangkat.
“Sayang, are you okay? Katakan apakah ada yang salah?”
Gadis berusaha tersenyum tulus dan mengangguk.
“Yang salah adalah kamu dan pengkhianatanmu, Kak,” jawab Gadis dalam hati.
***
Malam hari Jadden menatap Gadis yang sudah tidur pulas. Dielusnya wajah cantik dan memesona dengan punggung tangannya.
Mereka usai melakukan permainan ranjang. Awalnya Jadden membalur punggung Gadis dengan essential oil, namun tiba-tiba hasratnya bangkit dan mereka berakhir dengan pergumulan ranjang.
Jadden kecewa karena Gadis lagi-lagi tidak seperti biasanya. Ia lebih pasif dan hanya merespon sekenanya.
Setelah selesai pun Gadis langsung lari ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Lalu keluar dengan memakai piyama dan langsung tidur.
Jadden tidak ingin membahasnya. Harapannya besok mood Gadis akan lebih baik. Sebersit ketakutan menyelip di benaknya.
“Cantik, ijinkan aku terus mencintaimu dan Aurora ….”
***
Melati Barnaba duduk di tepian jendela rumah Anwar. Jendela yang menghadap ke kolam renang. Pendaran lampu menyinari airnya yang bergelombang.
Wanita itu mengusap air mata yang mengalir di wajahnya. Dia tidak bisa mendefinisikan perasaannya pada Jadden. Apakah itu cinta mati atau kebodohan mutlak.
Kini Melati mengarahkan pandangannya ke layar hape. Ada foto dua anak laki yang tersenyum lebar. Dialah Jingga, Si Sulung dan Biru, Si Bungsu. Buah cintanya bersama Jadden.
Dinginnya hati berubah hangat menatap dua wajah kecil yang merupakan jiplakan ayah mereka. Jadden kecil, begitulah ia melihat kedua anaknya.
Melati meletakkan hape lalu menutup wajah dengan kedua tangannya.
“Mengapa bersamamu harus sesulit ini? Tapi mengapa aku lebih memilih menjalani ini semua daripada berpisah dari kamu, Kak Jadden?” ucapnya sambil terisak.
Malam hari adalah saat yang berat baginya. Mengingat Jadden yang pasti sedang berbagi ranjang dengan Gadis.
Dengan tatapan kosong, Melati menatap keluar jendela. Gelapnya malam seakan menantang kesedihan yang dirasakan sejak Jadden menikah dengan Gadis.
“Kak Gadis, maafkan Mel …”
***
👍👍👍👍
❤❤❤❤
semoga mbak Authornya sehat selalu, sukses dan berkah, makasih mbak Author
❤❤❤❤
karyamu keren thor. good job
makasih yah kak
karyanya bagus
semoga nanti Makin banyak yang baca,Makin banyak yang suka
sukses selalu ❤️