Zavier Gottardo begitu terkejut saat menghadiri pernikahan sepupunya. Bagaimana tidak, jika ternyata mempelai wanita yang dia lihat, adalah kekasihnya yang dia pacari selama 6 tahun.
Zavier yang sakit hati memutuskan meninggalkan acara, dan dirinya justru pergi ke klub malam dan mabuk-mabukan hingga mengalami sebuah insiden.
5 tahun berlalu, tanpa sengaja Zavier bertemu dengan Kakak perempuan mantan kekasihnya yang dia klaim bahwa dialah awal yang membuat hubungan dengan sang kekasih runyam. Hingga Zavier memutuskan untuk membalaskan dendamnya pada wanita yang bernama Cyara Lavenia, dengan cara yang tidak terduga yaitu justru dengan menikahi wanita itu.
Hingga suatu hari, apa yang disembunyikan wanita itu terungkap membuat Zavier tidak menyesali keputusannya.
Kebenaran apa yang terungkap?
Apa yang membuat Zavier tidak menyesali keputusannya?
Simak yuk ceritanya di Love Revenge
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 1PM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Kedua anak kembar itu saling tatap, seolah sedang berbicara lewat tatapan mereka. Hingga tak berapa lama Reynan mengangguk dan secara bersama mereka menyambut uluran tangan Vier.
"Kami ikut Om," ujar Reynan dengan semangat.
Vier pun kemudian menggandeng kedua anak itu dengan senyum yang terukir di sudut bibirnya menuju ke mobil.
"Ayo kalian masuk!" Kata Vier membantu keduanya masuk.
"Rain ingin duduk di depan, Om," kata gadis kecil itu malu-malu.
"Baiklah, berarti Kakak duduk di belakang, kamu tidak apa-apa kan sayang duduk di belakang?" Kini Vier memandang Reynan meminta pendapat anak laki-laki itu.
"Tidak apa-apa Om," jawab Reynan kemudian masuk ke dalam mobil di kursi belakang tanpa bantuan dari Vier.
"Hampir jam makan siang, bagaimana jika kita makan siang dulu, nanti baru Om antarkan ke rumah kalian, tidak apa-apa kan?" Ucap Vier begitu mobil sudah melaju bertanya dan meminta persetujuan dari kedua anak yang tidak tahu kenapa Vier bisa langsung akrab dengannya.
Mobil Vier akhirnya sampai di sebuah restoran dan mereka pun memutuskan makan disana.
Vier mengajak mereka duduk di tempat khusus. Setelahnya Vier memanggil pelayan.
"Kalian kalau mau pesan, pesan saja apa yang ingin kalian makan ya," kata Vier kepada kedua anak itu, mungkin karena Vier memiliki keponakan seusia keduanya, membuat Vier jadi bisa cepat akrab.
Reynan memesankan makanan untuk adiknya yang memang tidak bisa makan sembarangan, karena adiknya mempunyai beberapa alergi makanan tertentu.
Vier mengernyitkan dahi pada apa yang Reynan pesan.
"Kenapa Om?" Tanya Reynan yang menyadari Vier sedang memperhatikannya.
"Hmm apa Rain tidak boleh pesan makanan seperti itu?" Ucap Rain yang jadi takut saat Vier terus saja menatapnya.
"Hmm boleh kok, justru sangat boleh," ucap Vier memperbolehkan.
Mata Rain berbinar saat Vier tidak keberatan dan Rain senang, karena Om Vier juga memesan makanan yang sama dengannya.
"Terima kasih Om," ujar Rain mengecup pipi Vier sekilas dan hal sederhana itu berhasil membuat jantung Vier berdetak lebih cepat.
"Apa ini? Tidak mungkin kan jika aku…" Vier segera menggelengkan kepalanya, menepis apa yang tadi sempat terpikir olehnya.
"Om kenapa?" Tanya Rain, matanya mengerjap lucu.
"Om tidak apa-apa," jawab Vier tersenyum.
"Oh ya Om kan, sudah tahu nama kami, tapi kami belum tahu nama Om," kata Reynan melipat kedua tangannya di atas meja memandangi Vier.
"Nama Om, Om Vier," kata Vier memperkenalkan dirinya.
"Om Pir?" Tanya Rain memastikan.
"Bukan Om Pir sayang, tapi Om Vier," ucap Vier membenarkan pengucapan Rain.
"Siapa? Om Pir kan?"
"Bukan sayang tapi Vier, V, I, E,R," kata Vier mengeja satu persatu huruf pada namanya.
"Susah Om, aku panggil Om Pir saja ya," kata Rain penuh harap.
"Baiklah, terserah kalian saja."
"Kalau Rain bisa panggil Om Pir, berarti aku juga bisa panggil Om Pir dong," sahut Reynan tak mau kalah.
"Hmmm oke," pasrah Vier dan kedua bocah itu hanya terkikik geli melihat ekspresi Vier.
*
*
Sementara di tempat lain, Cyara yang baru mengaktifkan ponselnya, begitu terkejut saat membaca pesan masuk yang sudah dikirim satu jam yang lalu, tepatnya pesan dari Bibi yang dari sudah 6 tahun ini membantunya, disaat semua orang mengabaikannya.
"Ini semua gara-gara pria sombong itu," kata Cyara yang buru-buru membereskan berkas-berkas yang tadi menyibukkannya hingga membuatnya tidak mengingat ponsel bahkan lupa jika dia tadi sempat menonaktifkannya.
Cyara menghubungi nomor satpam di sekolah putra dan putrinya, akan tetapi kata satpam, sudah tidak ada lagi anak-anak di sekolah, semuanya sudah pulang ke rumah masing-masing.
Dengan tergesa-gesa, Cyara meninggalkan kantor untuk memastikan jika memang anak-anaknya benar-benar, sudah tidak ada disana. Untungnya saat ini sudah jam istirahat, jadi Cyara merasa tidak masalah, jika Cyara seben
Cyara masuk ke dalam mobilnya, dan segera melajukannya dengan kecepatan diatas rata-rata.
"Kau itu bagaimana sih Cyara? Jaga anak-anakmu sendiri saja tidak becus," gumam Cyara menyalahkan dirinya sendiri.
"Sayang, kalian baik-baik saja kan? Maafkan Mami ya, maaf, Mami benar-benar minta maaf, Mami tidak akan memaafkan diri Mami, jika sampai terjadi apa-apa dengan kalian," kata Cyara sepanjang jalan, dirinya bingung harus menghubungi siapa lagi, karena harapannya hanya satpam di sekolah putra-putrinya.
Tak lama, akhirnya Cyara telah sampai di sekolah anak-anaknya. Cyara langsung turun dan berlari masuk mencari anak-anaknya di dalam kelas, tapi seperti apa yang satpam tadi katakan ditelepon, bahwa sudah tidak ada siapa-siapa disana. Cyara kesana kemari mencari putra putrinya tapi sayang, di semua tempat tidak ada sama sekali tanda-tanda keberadaan putra-putrinya.
Tubuh Cyara merosot begitu saja di lantai depan kelas, air mata Cyara sudah membasahi seluruh wajah cantiknya.
"Kalian dimana sayang? Maafkan Mami, maafkan Mami, Mami tidak bisa menjaga kalian dengan baik, Reynan! Raina! Sayang Mami disini Nak" isak Cyara sambil berteriak memanggil-manggil namanya.
"Maaf Bu, lebih baik coba Anda telepon Ayah atau mungkin keluarga Anda, barangkali diantara mereka sudah ada yang menjemput anak-anak Ibu," mendengar perkataan yang satpam katakan, tangis Cyara bukannya mereda justru semakin menjadi.
Cyara lalu langsung bangun, jika dirinya hanya menangis saja, anak-anaknya tidak akan bisa dengan cepat ditemukan.
Cyara kembali berjalan keluar dan masuk ke dalam mobilnya. Cyara akan coba untuk pulang, dirinya sangat berharap jika saat dia kembali, dia sudah bisa bertemu dengan anak-anaknya.
.
.
"Sudah selesai?" Tanya Vier pada kedua anak yang tadi makan dengan lahap.
"Sudah Om," jawab mereka bersamaan.
"Sekarang Om antar kalian pulang ya, kalian tahu dimana rumah kalian?" Tanya Vier menatap Reynan dan Rain bergantian.
"Keduanya menggeleng, tapi kemudian dengan cepat Reynan membuka tasnya dan mengambil sesuatu disana saat baru mengingatnya.
"Ini nomor ponsel mami, Om, " kata Reynan menunjukkan beberapa angka yang tertulis di bukunya.
"Nomor mami?" Tanya Vier memastikan lagi.
"Iya, boleh tidak Rey pinjam ponsel Om untuk menghubungi mami? Pasti Mami khawatir, jika tahu kami belum pulang.
"Ini kamu bisa telepon mami dan beritahu mami bahwa kamu dan adikmu baik-baik saja," Vier menyerahkan ponselnya pada Reynan.
Reynan dengan segera memencet angka-angka yang tertulis di bukunya di ponsel Vier kemudian memanggilnya.
"Halo," jawab seseorang di seberang telepon dengan suara serak karena habis menangis.
"Halo Mami, ini Reynan, Mami menangis?" Tanya Reynan yang memang lebih peka saat mendengar suara maminya berbeda.
"Hmm tidak, Reynan sekarang dimana? Reynan sama adik kan? Mami jemput ya, sekarang jelaskan posisi Reynan, Mami pasti tahu, dan ini Reynan pake ponsel siapa?" Tanya Cyara pada putranya.
"Reynan pakai ponselnya Om Pir, Mam, oh ya Mam, ini Om Pir mau bicara sama Mami," kata Reynan setelah Vier memberikan isyrat padanya bahwa dia ingin berbicara dengan mami kedua anak itu.